Topswara.com -- Guru merupakan garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini adalah tugas yang sangat berat. Namun sayangnya, apresiasi terhadap mereka amat minim. Nasib guru masih jauh dari sejahtera.
Realitas memperlihatkan banyak guru yang masih belum mendapatkan gaji yang layak. Ada guru honorer yang hanya menerima gaji 300 ribu per bulan. Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, mendesak pemerintah untuk memperhatikan nasib guru honorer di tengah rencana kenaikan gaji ASN.
Namun, rencana kenaikan gaji ASN yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 itu masih belum pasti sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Staf Presiden (KSP), Muhammad Qodari.
Belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai kenaikan gaji ASN. Terlebih lagi, gaji ASN baru saja naik tahun 2024. (nasional.kompas.com, 22-9-2025)
Gaji minim guru honorer merupakan kenyataan pahit dalam dunia pendidikan kita. Dengan beban tugas yang berat, para guru ini hanya mendapatkan upah kecil, padahal mereka juga harus menghidupi diri dan keluarganya.
Para guru honorer yang mengabdi di daerah-daerah pelosok bahkan juga masih harus berjibaku dengan mimimnya fasilitas. Mereka harus menempuh medan yang sulit dengan transportasi seadanya untuk bisa mengajar anak-anak. Kondisi sekolah yang tak layak juga makin menambah beban para guru dalam proses pembelajaran.
Guru honorer juga kerap kali menanggung beban pekerjaan di luar tugas utamanya mengajar. Selain menjadi guru pengajar, mereka juga harus menjadi operator sekolah, pengelola laporan BOS, dan berbagai tugas administrasi lainnya. Tugas-tugas yang membutuhkan waktu dan tenaga ekstra, padahal mereka juga harus fokus mengajar.
Nasib guru honorer tidak seberuntung guru ASN yang mendapat gaji tetap dan tunjangan dari negara. Namun demikian, tak semua guru ASN bernasib baik. Kenyataannya, banyak pula guru ASN yang bergaji kecil sehingga tak mampu mencukupi kebutuhannya.
Terlepas statusnya ASN, PPPK, ataupun honorer, guru di negeri belum bisa dikatakan hidup sejahtera. Banyak guru yang masih harus mencari tambahan pendapatan di luar.
Mereka pontang-panting bekerja demi menafkahi keluarganya. Gaji 300 ribu per bulan sangatlah tidak layak. Demikian pula upah belasan ribu per jam untuk guru PPPK paruh waktu jelas tak manusiawi.
Kondisi miris para guru ini salah satunya disebabkan karena minimnya anggaran pendidikan sebagai konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik. Dalam sistem ini, SDA milik rakyat tidak dikelola negara sendiri melainkan diserahkan kepada swasta.
Akibatnya, hasil pengelolaan tersebut banyak mengalir ke swasta dan negara hanya mendapat sedikit. Dengan pemasukan yang minim tersebut, negara tidak mampu mendanai pelayanan pendidikan untuk takyat, termasuk menggaji para guru dengan layak.
Sistem kapitalisme juga menghilangkan peran negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Negara hanya menjadi regulator dan fasilitator yang lebih mementingkan swasta atau para pemilik modal. Tak heran bila penyelenggaraan pelayanan pendidikan dan nasib para guru dinomorsekiankan.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan Islam. Ketika negara menerapkan Islam, maka ia akan menjalankan perannya sebagai penanggung jawab urusan rakyat dengan sebaik mungkin. Negara akan memperhatikan urusan rakyat, termasuk para gurunya.
Negara juga akan memuliakan para guru sebagaimana perintah Islam. Sebagai ujung tombak dalam menunaikan kewajiban menuntut ilmu dan pilar utama peradaban, guru mendapat tempat yang tinggi. Guru tak hanya dimuliakan dengan gaji yang layak, tetapi juga mendapat perlakuan yang baik.
Bukti nyata penghargaan terhadap guru terukir dalam sejarah kekhilafahan Islam di masa lampau. Salah satunya adalah pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang memberikan gaji sebesar 15 dinar per bulan untuk guru (1 dinar setara 4,25 gram emas). Jika dikonversikan dengan harga emas saat ini (Rp2.000.000 per gram), maka gaji tersebut setara dengan Rp127.500.000 per bulan.
Guru tak hanya mendapat gaji yang tinggi, tetapi juga kemudahan dalam mengakses sarana dan prasaran untuk menunjang tugas dan meningkatkan kualitas mengajar. Dengan begitu, pendidikan mampu menghasilkan output yang berkualitas.
Terselenggaranya pendidikan secara baik ini karena negara memiliki dana yang cukup di Baitulmal. Dengan bermacam sumbernya, Baitulmal mampu menopang pendidikan yang berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.
Sumber pemasukan baitulmal tersebut di antaranya dari pengelolaan SDA milik rakyat, ganimah, anfal, kharaj, usyur, rikaz, dan pajak. Dari dana tersebut, para guru digaji, tanpa membedakan status ASN, PPPK, ataupun honorer. Semua guru akan mendapatkan haknya dan terjamin kesejahteraannya.
Inilah Islam dalam memuliakan para guru. Butuh peran negara untuk mewujudkannya. Hanya dengan tegaknya sistem Islam secara kaffah dalam bingkai negara, setiap jiwa dimuliakan, termasuk guru.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar