Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Festival Batik, Euforia Mengikis Moral Bangsa


Topswara.com -- Minggu pagi (26/10/2025) ada pandangan berbeda di kawasan alun-alun hingga Jalan Pemuda atau kawasan "Pecinan" Kota Magelang. Dimana lebih 15.000 penari dan kurang lebih 2.000 motif kain batik yang berbeda ditampilkan dalam rangka flashmob kolosal bertajuk “Harmoni Pesona Batik.”

Hal tersebut tentu saja sangat mencuri perhatian masyarakat umum dan juga pihak Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sehingga resmi mencatatkan kegiatan tersebut sebagai kategori “Pemrakarsa Menari dengan Kain Batik Motif Terbanyak”. Pihak MURI bahkan mengukuhkan catatan ini sebagai Rekor Dunia, tidak hanya sebatas rekor nasional.

Rasa haru dan bangga tentu saja dirasakan oleh Wali Kota Magelang, Damar Prasetyono, karena flashmob yang hanya dipersiapkan dalam dua minggu ini disambut sangat antusiasme dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-POLRI, pelajar, hingga pelaku UMKM dan komunitas kreatif, yang semuanya menari serentak sebagai wujud kebersamaan budaya.

Beliau juga berharap dengan event-event yang berskala nasional seperti ini banyak orang tahu tentang potensi Kota Magelang dan pada akan berbondong-bondong masuk Kota Magelang.

Ketua penyelenggara dan juga Sekretaris Daerah Kota Magelang, Hamzah Kholidi, menegaskan kegiatan ini bertujuan meneguhkan batik sebagai simbol harmoni, kreativitas, dan kebanggaan kolektif warga Magelang, sekaligus mendorong pemberdayaan ekonomi kreatif lokal.

Begitu ragamnya seni budaya di Indonesia, even-even yang serupa seperti ini memang sering dijadikan daya tarik tersendiri di berbagai daerah, terutama untuk menarik wisatawan.

Tetapi yang patut kita pahami jangan sampai perhelatan yang menampilkan euforia sesaat tersebut, menjebak kehidupan masyarakat dalam masalah yang melanggar norma-norma agama.

Jangan hanya ingin menjaga kelestarian budaya, masyarakat berbaur tanpa ada batasan, wanita dan laki-laki menari dengan bebas tanpa rasa malu. Mereka mempertontonkan aurat yang seharusnya dijaga hanya dihadapan mahramnya saja. Tetapi karena atas nama kebebasan berekspresi, mereka melanggar itu semua.

Kebebasan yang telah mereka pahami sangat jauh dari pandangan Islam. Kebebasan itu tidak boleh sampai melanggar syariat Islam. Boleh saja mereka ingin memperkenalkan ciri khas budaya masing-masing, tetapi harus dihindari kemaksiatan dan hal-hal haram didalamnya.

Di dalam Islam, segala amal perbuatan diatur oleh hukum syariah yang datang dari Sang Pencipta Allah Swt. Hukum-hukumnya pun telah dijelaskan baik di dalam Al-Qur'an maupun hadis yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw. Keduanya menjadi sandaran dan pedoman bagi umat Islam di dalam menjalani seluruh aktivitas kehidupan.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, tentunya sebelum terlibat dalam sebuah event budaya, kita akan melihatnya berdasarkan kacamata Islam. Dengan demikian, ketika event tersebut tidak sesuai dengan aturan syariat, kaum muslim dilarang untuk mengambil, mengikuti, dan melestarikan tradisi tersebut.

“Dan apa saja yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah ia. Dan apa saja yang dilarangnya, maka tinggalkanlah”. (TQS. Al- Hasyr [59]: 7)

Dengan demikian, seorang muslim diharuskan untuk mengambil Islam sebagai satu-satunya tolak ukur kehidupan. Sebab, hanya Islam satu-satunya agama sekaligus aturan kehidupan yang wajib menjadi rujukan. Keberadaannya menjadi sebuah keniscayaan yang datang dari Sang Pembuat hukum yaitu Allah Swt.

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku cukupkah kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku ridai Islam itu menjadi agama kalian." (TQS. Al-Maidah [5]: 3).

Oleh karena itu, marilah kita jadikan Islam sebagai satu-satunya sandaran kehidupan. Jangan nodai akidah Islam dengan tradisi yang mengatasnamakan pelestarian budaya, sehingga kita terjebak dalam kerusakan moral. 

Wallahualam bissawab.


Oleh: Dwi Aryani
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar