Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fatherless Kian Marak, Buah Busuk Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Belakangan ini istilah fatherless makin sering muncul di media sosial dan ramai dibicarakan di berbagai media. Istilah ini menggambarkan kondisi anak yang tumbuh tanpa kehadiran sosok ayah, baik secara fisik maupun psikis.

Menurut laporan dari Kompas.id, 14 November 2023, jutaan anak di Indonesia mengalami fenomena fatherless. Mereka tumbuh tanpa peran ayah yang utuh entah karena perceraian, tuntutan pekerjaan, atau memang sejak awal tidak ada kehadiran ayah dalam hidup mereka.

Fenomena ini sebenarnya tidak muncul begitu saja. Generasi fatherless tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh dari akar sistem kehidupan yang berlandaskan kapitalisme sekuler, sistem yang menilai kesuksesan dari materi, bukan dari ketenangan dan kebahagiaan keluarga. 

Akibatnya, banyak ayah yang terseret dalam pusaran kerja tanpa akhir, sibuk memenuhi tuntutan ekonomi, hingga lupa bahwa anaknya juga butuh kehadiran.

Kalau kita lihat lebih dekat, banyak ayah yang sebenarnya ingin terlibat dalam tumbuh kembang anaknya. Tetapi realitas berbicara lain. Pekerjaan sering kali menuntut waktu dan tenaga habis-habisan, bahkan sampai malam. 

Ada juga yang harus merantau jauh demi mencukupi kebutuhan keluarga. Akhirnya, peran ayah hanya sebatas "pengirim uang bulanan" bukan figur teladan yang hadir mendidik dan mengayomi.

Di sinilah terlihat jelas bagaimana sistem kapitalistik merusak struktur keluarga. Dalam sistem ini, waktu diukur dengan uang, bukan makna. Para ayah kehilangan fungsi qawwam, pemimpin, pelindung, dan pendidik dalam keluarga karena waktu mereka tersita untuk bertahan hidup di tengah tekanan ekonomi.

Padahal, dalam pandangan Islam, ayah dan ibu sama-sama punya peran penting. Ayah bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga teladan bagi anak-anaknya. Kisah Lukman dalam Al-Qur'an menggambarkan bagaimana ayah menjadi guru pertama yang menanamkan nilai dan hikmah kepada anaknya. 

Sementara ibu berperan besar dalam mengasuh, menyusui, dan mengatur urusan rumah tangga. Dua peran ini saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan.

Islam juga menawarkan solusi yang tidak hanya bersifat individual, tapi sistemik. Dalam sistem Islam, negara akan menjamin setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan dengan upah yang layak. 

Negara juga akan menyediakan jaminan kehidupan, sehingga para ayah tidak perlu bekerja berlebihan hanya untuk bertahan hidup. Dengan begitu, mereka punya waktu untuk benar-benar hadir bersama anak-anaknya. 

Selain itu, sistem perwalian dalam Islam memastikan bahwa setiap anak memiliki figur ayah atau wali yang membimbing dan melindungi.

Fenomena fatherless bukan hanya soal ketiadaan sosok ayah di rumah, tapi juga tanda bahwa sistem hidup kita sedang bermasalah. Selama masyarakat masih dikendalikan oleh sistem kapitalisme sekuler, maka peran keluarga akan terus terpinggirkan.

Yang kita butuhkan bukan sekadar kampanye “jadi ayah yang lebih hadir”, tetapi perubahan sistem yang menempatkan keluarga sebagai pondasi kehidupan, bukan ekonomi. Karena pada akhirnya, anak tidak hanya butuh makan dan tempat tinggal. Mereka butuh sosok ayah yang hadir bukan hanya di rumah, tetapi juga di hati.

Wallahu'alam Bishawab.


Oleh: Nilam Astriati 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar