Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bonus Demografi, Transformasi Ekonomi, dan Jerat bagi Generasi


Topswara.com -- Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menegaskan pentingnya memanfaatkan bonus demografi dan momentum transformasi ekonomi yang diperkirakan mencapai puncaknya pada 2030–2045 atau era Indonesia Emas. 

Pesan ini disampaikan dalam peringatan Dies Natalis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Asisten Administrasi Umum Setdaprov Kalsel mengajak seluruh elemen bangsa bersinergi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan pemuda agar momentum emas ini tidak terlewatkan (infopublik.id, 10/09/2025).

Rektor ULM juga menyampaikan rasa syukur atas pencapaian kampus. Ia menyebut ULM kini menjadi perguruan tinggi terbaik di Kalimantan berdasarkan skor SINTA, naik dari peringkat 45 nasional tahun 2023 menjadi 24 pada 2025. 

ULM berhasil meraih hibah penelitian hingga peringkat delapan nasional, serta mencatat lebih dari 50 persen program studi yang sudah terakreditasi unggul. Fakta ini menggambarkan optimisme bahwa pendidikan tinggi siap mendukung agenda besar bonus demografi dan transformasi ekonomi.

Namun di balik narasi positif ini, pertanyaan krusial muncul: apakah momentum emas benar-benar membuka jalan menuju kesejahteraan rakyat? Ataukah justru menjadi jerat baru yang menyeret generasi muda dalam pusaran kapitalisme global?

Transformasi Ekonomi: Antara Harapan dan Ilusi

Transformasi ekonomi sering digambarkan sebagai pergeseran struktur dari berbasis sumber daya alam menuju industri, teknologi, dan jasa bernilai tambah. Pemerintah menyebut inilah kunci untuk meningkatkan daya saing. 

Namun, arah kebijakan faktualnya tetap dalam bingkai neoliberalisme: deregulasi ramah investor, privatisasi BUMN, liberalisasi perdagangan, dan ketergantungan pada utang luar negeri.

Hasilnya, transformasi justru lebih menguntungkan pemodal besar daripada rakyat. Lahan subur dikuasai korporasi, sementara petani dan nelayan kian tersisih. 

Anak muda dipacu menjadi entrepreneur atau startup founder, tetapi realitanya kalah bersaing dengan raksasa digital global. Transformasi yang digadang sebagai harapan, dalam praktiknya berubah menjadi ilusi. Rakyat diminta beradaptasi, tetapi struktur ketidakadilan tetap dipelihara.

Bonus Demografi: Potensi atau Jerat?

Bonus demografi, kondisi di mana penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia non-produktif, disebut-sebut sebagai peluang emas Indonesia. Namun dalam perspektif kapitalisme, kondisi ini bukan potensi, melainkan ladang eksploitasi tenaga kerja murah.

Generasi muda diarahkan menjadi buruh migran, operator tambang, atau pekerja kontrak di pabrik multinasional. Mereka dipoles dengan label “SDM unggul”, tetapi tetap hidup dalam ketidakpastian kerja dan tekanan ekonomi. Narasi Indonesia Emas akhirnya menjelma fatamorgana: emas bagi investor asing, jerat bagi generasi sendiri.

Perspektif Islam: Amanah, Sesuai Syariat

Islam memandang manusia bukan sekadar angka statistik atau mesin produksi. Generasi muda adalah amanah, calon pemimpin yang memikul tanggung jawab umat. 

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari-Muslim). Dengan perspektif ini, bonus demografi bukan proyek ekonomi, melainkan peluang melahirkan generasi beriman, berilmu, dan siap memimpin peradaban.

Begitu pula transformasi ekonomi dalam Islam tidak berarti mengikuti logika kapitalisme, tetapi mengembalikan seluruh aktivitas ekonomi kepada syariat. Sumber daya alam dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat, bukan dijual kepada asing. 

Riba dihapuskan, zakat dikelola dengan baik, pajak yang menjerat dihapus, serta pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja dijamin negara.

Sejarah mencatat, ketika syariat menjadi dasar, peradaban Islam melahirkan generasi emas. Baghdad, Kairo, dan Andalusia pernah menjadi pusat ilmu dan teknologi dunia. Generasi mudanya tidak ditipu dengan statistik, melainkan disiapkan benar-benar untuk menjadi pemimpin, ilmuwan, dan mujahid.

Penutup

Bonus demografi dan transformasi ekonomi dalam bingkai kapitalisme hanyalah narasi semu. Alih-alih menghadirkan kesejahteraan, keduanya berubah menjadi jerat yang menempatkan generasi muda sekadar sebagai roda produksi bagi pasar global.

Sebaliknya, dalam perspektif Islam, bonus demografi adalah amanah untuk melahirkan generasi pemimpin, dan transformasi ekonomi adalah proses kembali kepada syariat. Hanya dengan cara itu, generasi emas benar-benar lahir: generasi beriman, berilmu, dan siap memimpin peradaban.

Maka persoalannya kini bukan sekadar bagaimana mengelola bonus demografi atau mempercepat transformasi ekonomi, melainkan sistem apa yang menjadi pijakan. Selama kapitalisme yang memimpin, narasi emas hanyalah fatamorgana. Tetapi dengan Islam, ia menjadi kenyataan yang menebar rahmat bagi seluruh alam. []



Oleh: Zahida Ar-Rosyida
(Aktivis Muslimah Banua)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar