Topswara.com -- Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menarik perhatian masyarakat. Ratusan siswa yang seharusnya menikmati santapan sehat malah harus dibawa ke rumah sakit.
Di Kabupaten Lebong, Bengkulu, sebanyak 427 anak mengalami keracunan. Di Sleman, khususnya SMP Negeri 3 Berbah, 135 siswa mengalami sakit setelah memakan makanan dari program MBG. Hasil uji laboratorium yang menunjukkan bahwa masalah utama disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang buruk (tirto.id, 4-9-2025).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) juga telah memerintahkan penghentian sementara kerja Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di berbagai daerah (tempo.co, 4-9-2025). Kasus ini mengindikasikan bahwa terdapat kesalahan dalam pengelolaan program strategis oleh negara.
Ada tiga catatan penting mengenai pelaksanaan MBG. Pertama, prosedur operasional standar yang kurang baik dan kebersihan yang tidak memadai. Kedua, rendahnya pengawasan dan pengendalian kualitas oleh pemerintah.
Ketiga, distribusi, pengolahan, hingga penyimpanan makanan tidak sesuai dengan standar keamanan pangan. Akibatnya, bukannya memberikan kesehatan, makanan bertransformasi menjadi racun. Kesehatan generasi menjadi risikonya.
MBG : Solusi yang Tidak Solutif
Insiden keracunan massal yang sering terjadi menandakan bahwa MBG lebih mendahulukan citra politik daripada keselamatan publik. Stunting merupakan permasalahan yang sangat serius di Indonesia. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 jumlah stunting mencapai 19,8 persen atau sekitar 4,48 juta anak balita (Kemkes.go.id, 4-9-2025).
Tantangan masih sangat signifikan, khususnya di provinsi dengan angka stunting yang tinggi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Banten. Dengan kata lain, meskipun telah ada kemajuan, stunting tetap menjadi tantangan besar. Di sini MBG dianggap sebagai jawaban. Sayangnya, kenyataannya menunjukkan bahwa MBG tidak solutif
Islam: Negara sebagai Penjamin Sejati
Berlawanan dengan logika politik sekuler yang sering menjadikan rakyat sebagai objek pencitraan, Islam menempatkan negara sebagai ra’in (penanggung jawab) dan mas’ul (pengurus) dalam urusan rakyat.
Rasulullah ï·º berkata: “Imam (khalifah) adalah pengelola masyarakat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam sistem Islam, memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tidak hanya sekadar program populis, melainkan merupakan kewajiban syar’i. Beberapa mekanisme nyata yang ditawarkan oleh sistem khilafah mencakup pertama, pemenuhan kebutuhan dasar sebagai hak, bukan hanya sekadar bantuan.
Negara memastikan setiap individu memperoleh makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan. Apabila ada keluarga yang tidak mampu, negara perlu melakukan intervensi secara langsung.
Kedua, kesehatan yang tanpa biaya dan bermutu. Rumah sakit, klinik, dan puskesmas dibangun untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa biaya tambahan. Sumber pembiayaan berasal dari Baitul mal yang dikelola sesuai dengan hukum syariah.
Ketiga, edukasi mengenai gizi dan kesehatan. Islam mengarahkan pengikutnya untuk memelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Negara menyampaikan pendidikan menyeluruh mengenai cara mengonsumsi makanan sehat sesuai syariat, sehingga masyarakat terbiasa dengan makanan halal, tayib, serta bergizi.
Keempat, ekonomi yang adil dan mandiri. Dalam sistem khilafah, pengelolaan sumber daya alam dan aset strategis dimiliki oleh masyarakat, diatur oleh negara, dan hasilnya disalurkan untuk kepentingan rakyat. Dengan sumber pendapatan yang melimpah, negara mempunyai kekuatan finansial yang kuat untuk memastikan kesejahteraan tanpa perlu berutang atau bergantung pada pihak luar.
Kasus keracunan MBG seharusnya menyadarkan semua pihak. Bahwa program yang berlandaskan janji politik sering kali hanya menghasilkan masalah baru. Islam telah menunjukkan selama berabad-abad bahwa dengan sistem yang tepat, kesejahteraan masyarakat dapat terjamin.
Dalam sejarah peradaban Islam, masyarakat tidak hanya terhindar dari stunting, tetapi juga berkembang menjadi bangsa yang sehat, cerdas, dan unggul.
Saat ini, dari masalah malnutrisi hingga insiden keracunan, kita dapat melihat jelas bahwa sistem sekuler telah terbukti gagal.
Saatnya negara ini kembali ke sistem yang melihat rakyat bukan sebagai alat politik, melainkan sebagai kepercayaan yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Hanya Islam, dengan sistem khilafah, yang dapat memberikan solusi lengkap yakni pemenuhan kebutuhan dasar, layanan kesehatan tanpa biaya, pendidikan gizi, dan sistem ekonomi yang adil.
Dengan cara ini, stunting dapat dihindari, kesehatan masyarakat terjaga, dan kehidupan anak-anak terselamatkan. Karena hanya melalui Islam, keselamatan dan kesejahteraan semua rakyat dapat terjamin tanpa mengorbankan satu jiwa pun.
Oleh: Wulandari, SP., S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Komentar