Topswara.com -- Cinta yang Menghidupkan Iman
Cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah tiang utama dalam iman. Ia bukan sekadar ungkapan lisan atau simbol emosional, tetapi sebuah sikap hidup yang nyata.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kalian, hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, cinta itu bukan sekadar klaim. Ia harus dibuktikan dengan ittiba’—mengikuti syariat dan sunnah yang beliau bawa. Sebab, mencintai Nabi ﷺ tidak bisa dipisahkan dari mencintai risalah yang Allah amanahkan kepada beliau.
Hakikat Cinta kepada Nabi ﷺ
Banyak orang mengaku mencintai Rasulullah ﷺ. Ada yang mengekspresikannya dengan bershalawat, ada pula yang dengan memperingati hari lahir beliau. Semua itu baik jika dilandasi iman.
Namun, cinta yang sejati tidak berhenti pada ekspresi lahiriah.
Hakikat cinta kepada Nabi ﷺ adalah:
Pertama, mengimani beliau sebagai utusan Allah.
Kedua, menerima seluruh syariat yang beliau bawa.
Ketiga, mengikuti teladan akhlaknya.
Keempat, membela sunnahnya dengan ilmu dan amal.
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Ayat ini menunjukkan bahwa cinta kepada Allah harus diwujudkan melalui ittiba’ kepada Nabi ﷺ. Tanpa ittiba’, cinta hanya akan menjadi klaim kosong.
Ittiba’: Jalan Cinta yang Hakiki
Ittiba’ berarti mengikuti Rasulullah ﷺ dalam ucapan, perbuatan, akhlak, bahkan dalam niat dan tujuan hidup. Ittiba’ bukanlah taqlid buta, tetapi ketaatan yang lahir dari keyakinan bahwa jalan Nabi adalah jalan keselamatan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan.”
Para sahabat bertanya: “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab:
“Siapa yang menaatiku, maka ia akan masuk surga. Dan siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang enggan (masuk surga).”
(HR. Bukhari)
Dari hadis ini jelas, hakikat ittiba’ adalah ketaatan penuh kepada sunnah beliau.
Cinta Tanpa Ittiba’ Adalah Klaim Palsu
Seorang penyair Arab berkata:
“Engkau mendurhakai Allah, tapi engkau mengaku mencintai-Nya. Demi umurku, itu adalah sesuatu yang mustahil. Seandainya cintamu tulus, engkau pasti akan taat. Karena orang yang mencintai pasti taat kepada yang dicintai.”
Demikian pula dengan cinta kepada Nabi ﷺ. Tidak mungkin seseorang mengaku cinta beliau, tetapi menolak syariatnya, mengabaikan sunnahnya, bahkan menentang ajaran yang beliau bawa.
Kisah Nyata: Cinta Sahabat kepada Nabi ﷺ
1. Kisah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu
Umar pernah berkata kepada Nabi ﷺ:
“Wahai Rasulullah, engkau lebih kucintai daripada segalanya, kecuali diriku sendiri.”
Nabi ﷺ bersabda:
“Tidak (sempurna imanmu), hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.”
Maka Umar berkata:
“Demi Allah, sekarang engkau lebih kucintai daripada diriku sendiri.”
Nabi ﷺ menjawab:
“Sekarang (imanmu) telah sempurna.”
Cinta itu bukan hanya di lisan, tetapi pada sikap hati yang mendahulukan Rasulullah ﷺ atas kepentingan pribadi.
2. Kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu
Dalam siksaan yang berat, ia tetap bertahan dengan kalimat Ahad, Ahad (Allah Maha Esa). Itu karena cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar daripada rasa sakit.
Buah dari Ittiba’
Mengikuti Nabi ﷺ membawa banyak keberkahan:
Pertama, dicintai Allah – janji langsung dalam QS. Ali Imran: 31.
Kedua, mendapat cahaya hidayah – karena beliau adalah “sirajan munira” (pelita yang menerangi).
Ketiga, mendapat syafaat Nabi ﷺ di hari kiamat.
Keempat, hidup lebih terarah, damai, dan penuh berkah.
Implementasi Ittiba’ dalam Kehidupan
Pertama, dalam ibadah: Shalat sesuai tuntunan Nabi ﷺ, bukan sesuai selera.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Kedua, dalam akhlak: Lemah lembut, penyabar, jujur, rendah hati, dan penuh kasih sayang.
Ketiga, dalam muamalah: Jujur dalam bisnis, adil dalam kepemimpinan, dan amanah dalam tanggung jawab.
Keempat, dalam dakwah: Menyampaikan agama dengan hikmah, kelembutan, dan kasih sayang—sebagaimana metode Nabi ﷺ.
Penutup: Jalan Cinta adalah Jalan Ittiba’
Mencintai Nabi ﷺ bukan hanya sekadar menyebut namanya, melantunkan shalawat, atau merayakan hari lahirnya. Itu semua baik jika diiringi dengan ketaatan terhadap syariat yang beliau bawa.
Cinta sejati kepada Nabi ﷺ adalah dengan menjadikan beliau sebagai teladan hidup. Menjalani syariatnya dengan penuh kesungguhan, mengikuti sunnahnya dengan penuh cinta, dan membela risalahnya dengan penuh keikhlasan.
“Barang siapa taat kepada Rasul, maka sungguh ia telah taat kepada Allah.”
(QS. An-Nisa: 80)
Semoga Allah jadikan kita umat yang benar-benar mencintai Nabi ﷺ dengan ittiba’, sehingga kelak mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat.
Oleh: Dr Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjanan UIT Lirboyo
0 Komentar