Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bali Banjir, Kapitalisme Cuci Tangan


Topswara.com -- Bali itu identik dengan indahnya pantai, sawah berundak, dan subak yang jadi warisan dunia. Tetapi sekarang? 123 titik banjir bandang melanda sejak 9 September 2025. 

Dari Denpasar sampai Karangasem, dari Badung sampai Jembrana. Korban meninggal? 17 jiwa. Infrastruktur? Jebol. Sungai Badung? Kayak botol mineral 600 ml dipaksa nampung air satu drum (kompas.id, 11/9/2025).

Masalahnya bukan hujan doang, sob. Sungai Badung cuma 8 meter lebarnya, tetapi bangunan udah mepet, bahkan ada yang nekat lewat garis tanggul. 

Di sisi lain, hutan di sekitar Gunung Batur yang harusnya jadi spons penyerap air malah disulap jadi hotel, vila, dan cottage. Dari 49 ribu hektare daerah aliran sungai, yang masih hutan cuma 1.200 hektare. Alias tipis banget. 

Alih fungsi lahan makin gila sejak pariwisata jadi primadona. Dalam 20 tahun terakhir, akomodasi wisata naik dua kali lipat. Hasilnya? Alam megap-megap.

Data pahitnya dilansir dari detik.com (14/9/2025) menyebutkan 459 hektare hutan di Bali hilang sejak 2015–2024. Sawah yang lenyap sejak 2019–2024: 6.521 hektare alias hampir 10 persen. Timbulan sampah 2024: 1,25 juta ton.

Sampah ngendap, air meluap, tanah makin tandus. Tapi apa kata pemerintah? Menteri Pariwisata dengan enteng bilang, “pariwisata Bali aman, hotel dan penerbangan normal, nggak ada pembatalan.” Lah, orang banjir, ada korban, rumah hanyut, tetapi yang dipikirin turis jangan sampai batal check-in.

Ya jelas, duit pariwisata itu gede banget. Kuartal II 2025 aja devisa pariwisata tembus 4,39 miliar dolar AS. Bali sendiri nyumbang hampir separuhnya. Gubernur Bali sampai pamer, “devisa pariwisata Bali Rp107 triliun” Nah, karena duit segede itu, banjir dianggap sekadar gangguan teknis.

Padahal jelas banget, pariwisata kapitalistik pasti akan ngorbanin alam demi cuan. Hutan yang harusnya jadi air conditioner gratis malah gundul. Sungai yang harusnya longgar dipersempit. Sawah yang harusnya jadi resapan air malah disemen. Semua karena nafsu “pendapatan ekonomi daerah harus naik”

Pandangan Islam 

Islam udah wanti-wanti soal ini sejak 14 abad lalu. Allah SWT. berfirman, "Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman dan ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (QS Al-Baqarah: 205)

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)

Artinya jelas bahwa banjir bandang itu bukan semata “fenomena alam”. Tetapi juga tamparan keras karena manusia serakah.

Solusi Islam

Bedanya kapitalisme sama Islam tuh kayak bumi sama langit. Kapitalisme mikirnya jangka pendek, asal ada duit masuk, gaspol. Sedangkan Islam mikirnya jangka panjang, manusia, alam, dan aturan Allah harus harmonis.

Dalam sistem khilafah, air, sungai, dan hutan itu milik umum, bukan komoditas buat investor. Negara wajib bikin kebijakan ramah lingkungan. Kalau pun bencana datang, penanganannya serius, kayak evakuasi cepat, akses jalan dibuka, posko kesehatan disiapin, material banjir dialihin ke jalur aman. Bukan sibuk bikin baliho “Bali Aman Dikunjungi”.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani
menegaskan, kerusakan di masyarakat itu karena diterapkannya hukum selain Islam. Kapitalisme bikin negara rela menjual SDA, merusak lingkungan, demi keuntungan segelintir. Sedangkan khilafah akan menata pemanfaatan bumi sesuai syariat agar maslahat sampai ke umat, seperti,

Pertama, tata ruang sesuai syariat. Hutan lindung, daerah resapan, dan aliran sungai dijaga ketat. Nggak ada cerita hutan dijual jadi vila atau sawah berubah jadi resort. Semua diatur dengan hukum Allah, bukan izin investor.

Kedua, reboisasi dan pemeliharaan DAS . Gunung dan hulu sungai yang gundul ditanami kembali. Sungai dipelihara, dikeruk kalau dangkal, biar air punya jalur sehat untuk ngalir.

Ketiga, infrastruktur pencegah banjir. Bukan cuma gedung pencakar langit, tetapi bendungan, kanal, tanggul, pemecah ombak, dan sistem drainase kokoh yang memang disiapkan untuk melindungi rakyat.

Keempat, pengelolaan sampah dan limbah dikelola negara, bukan cuma dilempar ke sungai. Islam memandang kebersihan sebagai bagian dari iman. Jadi, rakyat pun dididik untuk disiplin menjaga lingkungan.

Kelima, sanksi tegas. Siapa pun yang nekat merusak lingkungan, menebang hutan sembarangan, atau bikin bangunan di sempadan sungai, bakal kena sanksi tegas dari negara. Nggak ada main mata sama cukong.

Keenam, edukasi lingkungan. Negara mendorong umat menghidupkan tanah mati (ihya’ al-mawat) supaya makin banyak ruang hijau. Kesadaran menjaga alam ditanamkan dari kecil, karena ini bagian dari amanah sebagai khalifah fil ardh.

Jadi, kalau ditanya, mau pilih pariwisata atau lingkungan? Jawabannya bukan salah satu. Yang harus dipilih adalah terapkan aturan Allah, biar pariwisata jalan tetapi alam juga terjaga. Tanpa itu, Bali bukan cuma “pulau seribu pura”, tetapi bisa jadi “pulau seribu bencana.” []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar