Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Terabaikan


Topswara.com -- Dari dulu hinggak kini, sosok guru selalu lekat dengan idiom “pahlawan tanpa tanda jasa". Karena memang pada realitanya jasa mereka seringkali tidak dihargai dengan layak bahkan diabaikan. 

Ditengah pengabdian tanpa lelah untuk mencerdaskan anak bangsa, banyak tenaga pendidik terutama yang bersatus honorer harus menghadapi kenyataan pahit bahwa Tunjangan Tambahan Penghasilan (Tuta) mereka tak kunjung dibayarkan. 

Seperti yang dikutip dari laman berita Tenaga Pendidik Banten Belum Terima Tunjangan Tambahan, BPKAD: Kena Efisiensi - MediaBanten.Com, terhitung sejak bulan Januari hingga April 2025 para tenaga pendidik di SMAN, SMKN, dan Sekolah Kebutuhan Khusus Negeri (Skh) di Provinsi Banten belum juga dapat mencairkan tunjangan Tuta mereka. 

Lagi-lagi, alasan efisiensi anggaran menjadi tameng. Seolah pengabdian guru tidak ada nilainya dan bisa ditunda kapan saja. Padahal, di balik kelas yang riuh dengan suara murid sedang belajar. 

Ada sosok yang harus menahan sesak karena kebutuhan hidup terus menghimpit dan tidak bisa ditunda pemenuhannya. Tetapi walaupun seperti itu kenyataanya para guru tetap hadir, tetap mengajar meski tanpa kepastian kapan hak mereka dibayarkan. 

Alih-alih pasrah dan menyerah begitu saja, para guru pun telah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menuntut apa yang memang menjadi haknya.

Bahkan diantara mereka ada yang telah melayangkan surat aduan kepada anggota dewan yang terhormat dan siap turun ke jalan. Kenyataan ini begitu miris. Dalam sistem kehidupan saat ini yang terus menuntut profesionalisme guru, negara justru gagal menunjukkan profesionalismenya dalam menghargai jasa para guru. 

Dari dulu hingga kini, isu kesejahteraan guru memang masih menjadi PR besar bagi pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat. Menilik masalah penggajian guru, tentu hal ini erat kaitannya dengan pengelolaan dan alokasi sumber pendanaan nasional. Hingga hari ini masalah kesejahteraan guru belum menjadi prioritas utama dalam kebijakan pendidikan.

Padahal sejatinya guru merupakan tulang punggung peradaban. Para guru lah yang memikul tugas dan tanggung jawab besar dalam mendidik, membentuk, dan mengasah karakter generasi unggul. 

Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan betapa para guru masih harus berjibaku demi sebatas memperoleh hidup yang layak. Alih-alih sejahtera dengan upah dari profesinya, kini para guru haris juga cosplay menjalankan profesi lainnya hanya untuk menyambung hidup dan menghidupi keluarga.

Masalah gaji guru yang tidak kunjung terselesaikan sejatinya lahir dari mainset kapitalistik yang mengakar dalam sistem kehidupan saat ini. Dalam cara pandang kapitalisme, profesi guru dipersempit maknanya menjadi sekedar pekerja yang dibayar sesuai beban kerja bukan sosok pendidik yang memiliki peran sentral dalam membentuk masa depan peradaban bangsa. 

Pandangan ini makin diperparah dengan sikap pemerintah yang juga terjebak dalam logika pasar. Alih- alih memikul tanggung jawab penuh terhadap penyelengaraan pendidikan. Negara justru melimpahkan banyak tugas penyelengaraan pendidikan kepada pihak swasta. 

Akibatnya pendidikan menjadi komoditas, dan para guru kehilangan tempat sebagai figur yang dimuliakan. Ditambah lagi, kebijakan ekonomi negara yang kapitalistik yang banyak menggantungkan pembelanjaannya pada utang ribawi menjadikan anggaran negara sangat terbebani.

Sehingga penggajian besar untuk para guru lebih dirasakan sebagai beban bukan lagi prioritas. Inilah yang menjadikan kesejahteraan para guru saat ini hanyalah sebatas mimpi yang ditulis di atas kertas.

Dalam Islam, guru bukan hanya sosok yang dihargai secara materi, mereka juga dimuliakan sebagai pelita penerang peradaban. Negara dalam Islam menjamin pendidikan sebagai kebutuhan pokok, negara juga menjamin kesejahteraan para pendidik karena sadar bahwa mereka termasuk motor penggerak dalam membentuk peradaban. 

Negara dalam sistem Islam akan mampu menghargai jasa dan kinerja guru secara layak bahkan dengan gaji yang tinggi sesuai dengan peran vital mereka. Hal ini dapat mudah dilakukan karena negara dalam sistem Islam menjalankan sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan harta menjadi harta milik umum, harta milik inidivu dan harta milik negara.

Dalam pengaturan harta milik umum yang pengelolaanya dilakukan oleh negara untuk kepentingan rakyat, meniscayakan negara memiliki banyak pos pemasukan tanpa harus bergantung pada utang luar negeri atau pajak yang menjerat. 

Apalagi jika melihat kekayaan alam Indonesia yang sangat berlimpah mulai dari tambang, hutan, laut, dan energi, bukan hal mustahil rakyat termasuk para guru di negeri ini dapat hidup layak bahkan sejahtera. Justru kini keadaanya lain yang terjadi, negeri sekaya ini namun kehidupan guru yang hidup di dalamnya miris sekali. 

Wallahualam bishawab.


Oleh: Selly Amelia
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar