Topswara.com -- Setiap tahun, umat Islam memperingati tahun baru hijriah dengan berbagai bentuk perayaan dan refleksi. Namun, seringkali momentum hijrah hanya dipahami sebagai perubahan individual semata, seperti dari maksiat menuju taat, dari pakaian terbuka menjadi menutup aurat. Tak salah memang, namun terlalu sempit jika hijrah hanya berhenti pada aspek personal.
Padahal, hakikat hijrah dalam Islam bukan hanya persoalan pribadi semata, tapi lebih jauh adalah tentang peradaban. Dari peradaban liberal sekuler menuju peradaban Islam
Dahulu, ketika Rasulullah SAW dan para sahabat berhijrah dari Makkah ke Madinah, itu bukan sekadar pindah kota. Itu adalah momen transformatif, hijrah dari keterpinggiran menuju kekuasaan Islam, dari penindasan menuju kemuliaan. Dari situ lahirlah negara Islam pertama di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW cikal bakal ditegakkannya khilafah islamiyah.
Hijrah Sebuah Perubahan Total
Hijrah hakiki artinya berpindah dari sistem batil buatan manusia menuju sistem Islam buatan Allah SWT, dari hukum buatan manusia ke hukum Allah, dari demokrasi liberal ke kepemimpinan Islam. Di sinilah letak urgensinya.
Mengapa urgen? Karena sistem sekuler telah terbukti gagal menyejahterakan umat Islam diseluruh dunia baik dari segi ekonomi, sosial, politik maupun spiritual.
Lihatlah, mayoritas negeri Muslim rata-rata kaya akan sumber daya alam, namun sebagian besar rakyatnya justru hidup dalam kemiskinan. Contoh, Indonesia dengan kekayaan tambang, minyak, dan gas, tetapi menurut BPS 2024,
lebih dari 25 juta rakyat hidup dibawah garis kemiskinan.
Di Nigeria, selaku produsen minyak terbesar Afrika, namun termasuk negara dengan angka kemiskinan ekstrem tertinggi. Mesir dan Pakistan terjebak utang luar negeri dan inflasi parah meski kaya sumber daya manusia. Mengapa? Karena sistem sekuler kapitalis memisahkan agama dari pengelolaan negara. SDA dijual ke asing, rakyat hanya dapat hikmahnya saja.
Di bidang ekonomi, sistem kapitalis menggunakan sistem ribawi dan sistem pajak yang justru mencekik dan membebani rakyat. Negara-negara Muslim seperti Indonesia, Libanon, Tunisia, Pakistan dibebani utang luar negeri berbunga tinggi dari IMF dan Bank Dunia. Sistem moneter berbasis fiat money (uang kertas) menyebabkan inflasi kronis dan merosotnya daya beli rakyat.
Di bidang hukum, menjadi rahasia umum jika biasanya hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Korupsi merajalela bahkan semakin bertambah baik jumlah pelaku dan nomimal yang dikorupsi sudah tidak di level puluhan atau ratusan juta lagi, tetapi sudah di level milyaran bahkan triliunan, pelaku riba, zina, pembunuhan, pemimpin zalim bebas tanpa takut sanksi Allah SWT karena hukum syariat tidak berlaku.
Politik sekuler hanya mencetak pemimpin boneka, tunduk pada kepentingan asing dan kapitalis global. Alhasil, para penguasa Muslim hanya bisa mengutuk dan mengecam kekejian Isra3l tanpa berani mengirimkan tentaranya untuk membela saudaranya di Palestina.
Penindasan Rohingya, Uighur, Suriah, Kashmir semua itu adalah bukti nyata betapa umat Islam tidak memiliki pelindung yang tangguh secara politik. Umat Islam menjadi mayoritas secara jumlah, tapi minoritas dalam pengaruh. Tak punya kuasa untuk menentukan arah dunia.
Di bidang sosial, terjadi keruntuhan moral yang luar biasa, seperti maraknya pornografi, L98T, zina, narkoba, perceraian meningkat drastis di negeri Muslim, generasi kehilangan jati diri. Mereka lebih hafal nama selebriti Barat daripada sahabat Nabi SAW. Semua itu karena sistem sekularisme yang membebaskan manusia dari aturan agama.
Itulah bukti nyata bahwa sistem liberal sekuler telah terbukti gagal mengelola kekayaan umat untuk kesejahteraan bersama. Gagal menegakkan keadilan hukum.Gagal melindungi moral dan akidah masyarakat. Gagal menjaga kehormatan dan darah kaum Muslim.
Maka solusinya adalah harus hijrah totalitas menuju perubahan hakiki, yaitu hijrah dari sistem liberal sekuler menuju kepada sistem Islam kaffah dengan khilafah sebagai institusi penerapannya.
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Ma’idah: 50). []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar