Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Krisis Kesejahteraan Guru di Negeri Ini


Topswara.com -- Guru adalah pahlawan tanpa balasan. Begitulah gambaran tenaga pendidik di Indonesia. Seorang yang memiliki peran besar dalam mendidik generasi. Pahlawan itu kini sedang berada dalam ancaman. 

Kabar tidak mengenakkan datang dari dunia pendidikan. Tersebar kabar bahwa tunjangan tugas tambahan (TUTA) bagi para guru dicoret dari APBD Banten 2025.

Alasan mengapa TUTA Provinsi Banten tak kunjung cair sejak awal tahun 2025 sudah jelas sekarang. Pasalnya tunjangan tugas tambahan (TUTA) memang tidak dianggarkan dalam APBD murni tahun 2025. 

Kebijakan ini memicu kekecewaan para guru. Sebab, tunjangan ini menjadi insetif penting dalam menjaga semangat dan motivasi guru dalam menjalankan tugasnya secara optimal. 

Akibatnya, jika tunjangan ini dihapuskan dapat memutus semangat dan motivasi para guru, sehingga kinerja mereka menurun dan menurunkan kualitas pendidikan di Banten. (Tangerang.news 24/06/2025)

PR Negara

Kesejahteraan guru masih menjadi pr besar bagi Indonesia. Sudah bertahun-tahun Indonesia merdeka namun, sampai sekarangpun nasib guru selalu sama, terutama guru honorer yang selalu mendapat gaji rendah yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja tidak cukup, sedangkan tugas yang ditanggung sangat berat. 

Padahal guru memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik generasi. Mereka adalah sosok yang ada dibalik para tokoh terkemuka. Segala upaya mereka curahkan untuk para anak didik mereka. Tak kenal lelah, meski badai hujan menghadang tetap diterjang. Semua dilakukan demi kemajuan pendidikan. 

Pemerintah mesti memperhatikan secara serius persoalan ini. Sebab, kesejahteraan guru akan berpengaruh pada kualitas pendidikan masyarakat. Guru yang sejahtera dapat menghasilkan nilai positif dalam kegiatan mengajar. Guru akan lebih termotivasi dan semangat dalam belajar. Oleh sebab itu, kesejahteraan guru merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. 

Kesejahteraan guru, yang berkaitan dengan finansial alias gaji, sangat erat kaitannya dengan sumber dana negara. Sebab, gaji guru kebanyakan diambil dari APBN atau APBD sebagaimana yang tercantum dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Jika gaji guru berkurang maka, dapat dipastikan dana APBN atau APBD sedang menipis, sehingga tidak bisa memenuhi semua kebutuhan secara baik. Sebenarnya dari dulu hingga sekarang dana APBN untuk pendidikan tetap sama, yakni 20 persen atau 724,3 triliun dari total APBN. 

Namun karena APBN sedang mengalami defisit, dan kemungkinan defisit ini membengkak menjadi 2,78 persen, melebihi target UU APBN 2025 sebesar 2,53 persen (PKS id, 2/7/2025).

Defisit ini membuat pemerintah memutar otak agar bisa menyeimbangkan kembali APBN. salah satunya adalah dengan memangkas anggaran-anggaran yang dirasa 'tidak perlu'. Ditambah adanya program efisiensi anggaran untuk mengatasi defisit APBN. 

Disisi lain masih banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat. Korupsi yang dilakukan pun dilakukan dengan jumlah yang besar. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dana negara yang baik agar gaji guru bisa selalu sepadan dengan tugasnya. 

Jika dana negara sedang menipis maka, harus mencari jalan keluarnya dengan mencari sumber APBN atau APBD yang lain, bukan malah memotong gaji yang sudah ditetapkan. Sistem APBN Indonesia yang seringkali bergantung pada utang yang mengakibatkan gaji besar terasa membebani negara.

Kebijakan ini lahir sebab guru hanya dipandang sebagai profesi bukan sebagai pendidik. Pandangan kapitalis semacam ini yang menghambat majunya kesejahteraan guru. Mereka berpikir bagaimana caranya untuk meminimalkan pengeluaran. Akhirnya, para gurulah yang menjadi korban.  

Di sisi lain pemerintah juga tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan. Pendidikan malah dijadikan alat untuk menggapai keuntungan. Kapitalisasi pendidikan inilah yang mengubah visi misi pendidikan.

Output pendidikan hanya berfokus untuk menghasilkan para pekerja yang nantinya akan memutar roda ekonomi negara. Tak jarang pula pemerintah menyerahkan persoalan pendidikan pada swasta. Hal ini juga menunjukan sikap tidak bertanggung jawabnya negara terhadap urusan rakyat. 

Guru dalam Islam 

Pendidikan adalah salah satu pilar penting dalam sebuah peradaban. Oleh karenanya, islam sangat memperhatikan kualitas pendidikan masyarakat dengan memilah para guru yang akan dijadikan sebagi pengajar. Guru dalam pandangan Islam adalah sosok yang sangat dihormati. 

Sebab, guru memiliki peran besar dalam membina generasi dan memajukan peradaban. Mereka adalah para pewaris nabi, yang mengajarkan ilmunya demi kepentingan umat. Jadi, tak heran jika sistem islam dapat memberikan kesejahteraan bagi para guru.

Negara Islam mampu memberikan gaji yang layak bagi para guru. Dikisahkan pada masa kepemimpinan umar bin khattab 15 dinar perbulan atau setara dengan 33 juta rupiah. 

Gaji yang tinggi ini bisa dilakukan sebab negara Islam memiliki APBN dari berbagai sumber. Bukan dari utang. Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan sistem ekonomi Islam yang mewajibkan negara untuk mengelola SDA secara maksimal. 

Belum lagi ditambah jizyah yang dibayarkan oleh orang-orang kafir dzimmi. Dari situlah negara Islam memiliki sumber APBN yang tetap dan tak bergantung dengan negara yang lain. 

Waalahu ‘alam.


Oleh: Hasna Syarofah
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar