Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Persatuan dan Ideologi Umat Islam

Topswara.com -- Betapa sering kita terhenyak menyaksikan realitas pahit di panggung politik dunia Islam. Satu pihak bergerak cepat dengan sigapnya, melindungi sekutunya dari ancaman sekecil apa pun juga.

Sementara itu dipihak lainnya, seolah terbelenggu, hanya mampu melontarkan kecaman dan keprihatinan saat saudara-saudaranya dihantam dengan sangat keras oleh senjata lawan. 

Fenomena ini sangat gamblang terlihat dalam dinamika konflik di Timur Tengah, utamanya pada konflik Israel Palestina. Fakta yang sejatinya menyimpan misteri yang sangat kelam dan layak untuk kita perhatikan dan kita renungkan.

Solidaritas versus Ukhuwah Islamiah

Mengapa dukungan terhadap penjajah Israel begitu kokoh, begitu cepat, bahkan dari negara-negara yang secara ideologis seharusnya justru berseberangan? Mengapa pembelaan terhadap rakyat Palestina, meskipun dengan simpati yang melimpah, seringkali terhenti pada retorika tanpa tindakan nyata? 

Ini bukan sekadar perbedaan sikap politik biasa. Ini adalah cerminan masalah yang lebih fundamental, yang menuntut kita untuk berpikir mendalam dan merenung, melampaui sekat-sekat emosional. Ini tentang akidah rasional yang menghasilkan aturan kehidupan. 

Harus kita akui bahwa solidaritas negara-negara pendukung penjajah Israel sangat kuat, sementara ukhuwah Islamiyah negara-negara pendukung rakyat Palestina hanya "omon-omon" belaka. Mengapa demikian? 

Kekuatan di Balik Layar: Diplomasi, Akal, dan Strategi

Israel telah membangun benteng diplomatik yang luar biasa kuat dan mengakar kemana-mana. Hubungan luar negeri mereka bukan sekadar jabat tangan seremonial, melainkan jalinan kokoh yang dibangun di atas pilar keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi, kecerdasan politik, serta kecanggihan intelijennya. 

Kerjasama yang dibangun berdasarkan kemanfaatan, telah menghasilkan kepercayaan dan ketergantungan pada keunggulan IPTEK Israel. Hal ini tentu menjadi pengikat dan keberpihakan mereka pada Israel baik dari negeri-negeri Muslim maupun negara-negara lainnya. 

Fakta yang terjadi pada negara bangsa yang mayoritas Muslim sekalipun, kita bisa melihat adanya dukungan terselubung ataupun sikap lunak mereka terhadap Israel. Apalagi bila kita berbicara tentang negara-negara non-Muslim yang memiliki "musuh bersama" dengan Israel, pasti pembelaan itu menjadi lebih kentara, lebih tegas dan lebih nyata. 

Tengok saja pada kasus ketegangan antara Israel dengan Iran belakangan ini. Negara-negara non-Muslim segera merapatkan barisan di belakang Israel. Sementara itu, sebagian besar negara Muslim justru terlihat kebingungan, seolah terpenjara dalam sikap acuh tak acuh atau bahkan menampilkan kebodohan politik mereka. 

Jerat Dikotomi dan Kekosongan Ideologi

Mengapa negara-negara Muslim seolah kehilangan arah, terpecah belah, dan tak berdaya? Salah satu jawabannya terletak pada dikotomi politik Sunni-Syiah yang sengaja diciptakan oleh kekuatan Barat pada umat Islam. Andai saja hal ini bisa diacuhkan, maka kekuatan Muslim global tak terhindarkan. 

Namun faktanya, pembelahan ini bagaikan racun yang secara perlahan telah menggerogoti ukhuwah Islamiah, serta berhasil memecah belah persatuan umat Islam. Hal ini melemahkan potensi mereka untuk bergerak sebagai satu kekuatan politik global seperti yang sudah biasa mereka lakukan 1400 tahun lamanya. 

Lebih jauh lagi, adalah adanya kekosongan ideologis yang mendasari pembentukan negara bangsa pasca Perang Dunia. Negeri-negeri Muslim tidak lagi memiliki landasan pemahaman keimanan yang kokoh sehingga tidak memungkinkan mereka untuk merespons dinamika global dengan perspektif yang jelas, serta tindakan yang terukur. 

Mereka kehilangan "kompas" yang seharusnya menuntun mereka dalam menghadapi ancaman dan mengambil keputusan strategis. Akal mereka seolah terpisah dari fitrah kemanusiaan yang menuntut pembelaan terhadap saudara sesama Muslim yang sedang ditindas oleh penjajah. 

Sebuah Panggilan untuk Membangkitkan Kekuatan Sejati

Inilah saatnya bagi umat Islam untuk merenung dan bertindak. Mengapa kita membiarkan umat terbaik ini menjadi bulan-bulanan musuh Islam? Bukankah fitrah manusia menuntut kita untuk berdiri tegak membela kebenaran, untuk menyatukan akal dan hati kita dalam sebuah perjuangan mengikuti jalan kenabian?

Kisah ini bukan sekadar tentang Israel atau Palestina. Ini tentang kekuatan Iman yang kita miliki, tentang strategi cerdas yang harus kita bangun, dan tentang kembali kepada pondasi ideologi yang seharusnya menjadi panduan kita dalam kancah global diujung fase "Mulkan Jabriyatan". 

Sudah saatnya umat Islam bergerak, bukan hanya dengan kecaman, melainkan dengan tindakan nyata yang dilandasi oleh pemahaman dan keimanan yang utuh. Hanya dengan begitu, kita bisa menorehkan kisah dalam sejarah, yang berguna tidak hanya bagi diri kita, tetapi juga bagi generasi selanjutnya.

Apa yang akan kita pilih : terus terperangkap dalam siklus retorika kosong, atau berani melangkah membangun masa depan yang lebih bermartabat dengan tegaknya Khilafah Islam? 

Wallahu A'lam bish Shawab.


Trisyuono D. 
(Aktivis Muslim)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar