Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Global March to Gaza dan Kebutuhan Perubahan Politik Global

Topswara.com -- Gerakan Global March to Gaza yang sedang berlangsung dari Al-Arish menuju Gerbang Rafah menjadi sorotan dunia internasional sebagai bentuk estafet nurani kolektif yang menolak diam atas krisis kemanusiaan di Palestina. 

Konvoi ini melibatkan ribuan orang dari berbagai negara. Mereka hadir bukan sebagai perwakilan diplomatik resmi, melainkan sebagai representasi moral dan kemanusiaan. Tak ada mandat resmi dari negara. Yang mereka genggam dan bawa yaitu keyakinan bahwa isu kemanusiaan di Palestina tak bisa terus ditunda. (Khazanah Republika, 14/06/2025)

Munculnya gerakan Global March to Gaza (GMGA) bukan sekadar aksi solidaritas, melainkan ledakan kemarahan umat terhadap ketidakadilan yang telah berlangsung puluhan tahun di tanah Palestina. 

Ribuan orang dari berbagai negara berkumpul, menempuh perjalanan jauh demi menunjukkan bahwa Gaza bukan sendiri. Namun di balik semangat kemanusiaan itu, tersingkap kenyataan pahit bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan dari lembaga-lembaga internasional ataupun para penguasa hari ini. Sungguh Ironi.

Para peserta Global March ini akhirnya tertahan di perbatasan Rafah, sebuah titik penghubung antara Mesir dan Gaza yang menjadi simbol pengkhianatan diam-diam negara-negara Muslim terhadap saudara mereka sendiri. 

Gerakan kemanusiaan apapun selalu terbentur oleh tembok besar bernama nasionalisme, sebuah warisan penjajahan yang justru dilestarikan oleh para penguasa Muslim demi menjaga kursi dan kepentingan masing-masing.

Nasionalisme, yang hari ini diagung-agungkan sebagai pilar identitas negara, justru menjadi penghalang utama bagi penyatuan kekuatan umat Islam. Penjajah berhasil membangun sekat-sekat ini di hati dan kepala kaum Muslimin, sehingga mereka melihat penderitaan sesama Muslim sebagai "urusan negara lain".

Padahal sejarah mencatat, sebelum Islam dihancurkan dalam bentuk institusi Khilafah pada 1924, tidak ada batas negara yang memisahkan darah dan kehormatan umat Islam. Umat memiliki satu identitas, satu pemimpin, dan satu kesatuan wilayah yang menjadikan mereka kuat menghadapi musuh-musuhnya. 

Hari ini, sekat nasionalisme telah membuat para penguasa lebih takut kepada Amerika dan sekutunya dibanding kepada Allah. Mereka lebih memilih diam, atau bahkan menjadi pelindung kepentingan penjajah, dibanding menggerakkan tentara untuk membela Gaza.

Sudah nyata terbukti berulang kali PBB, OKI, dan lembaga-lembaga HAM internasional tidak mampu menyelesaikan konflik Palestina. Bahkan dalam banyak kasus, mereka justru menjadi alat legitimasi bagi penjajahan dan agresi Israel terhadap Palestina. 

Ini menunjukkan bahwa konflik Palestina bukan hanya soal kemanusiaan, tetapi soal politik. Maka solusi sejatinya pun harus bersifat politik dan ideologis, bukan sekadar pengiriman bantuan atau kecaman verbal.

Umat Islam harus sadar bahwa selama umat masih terpecah dalam konsep negara bangsa, maka kekuatan mereka tidak akan pernah utuh. Justru konsep ini digunakan Barat sejak abad ke-20 untuk menghancurkan Khilafah Utsmani dan menggantikannya dengan negara-negara boneka yang mudah dikendalikan.

Oleh karena itu, arah perjuangan umat harus bersifat politik ideologis, yaitu perjuangan untuk menghapus sekat negara bangsa dan mengembalikan satu kepemimpinan politik Islam yaitu khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. 

Hanya dengan inilah umat Islam bisa benar-benar menjadi satu tubuh, di mana bila satu bagian disakiti, seluruh bagian akan bereaksi. 

“Perubahan umat tidak akan pernah terjadi kecuali melalui jalan pemikiran yang ideologis (fikriyyan 'ala asas al-ideologiy).” Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitab At-Tafkir, Nizhamul Islam, dan juga ditegaskan dalam berbagai karya lainnya.

Inilah saatnya umat bergabung dan mendukung gerakan politik ideologis yang tidak terkungkung oleh batas-batas buatan penjajah. Gerakan yang konsisten menyerukan persatuan politik umat, bukan hanya melalui mimbar, tetapi melalui kerja dakwah yang massif, sabar, dan ideologis.

Global March to Gaza telah menunjukkan bahwa kesadaran umat sedang bangkit. Namun kesadaran ini harus diarahkan dengan benar, bukan hanya pada aksi simpati atau penggalangan dana, tetapi pada perjuangan sistemik untuk mengubah realitas politik umat Islam. 

Saatnya umat mengambil kembali kehormatan dan kemuliaan yang dulu pernah dimiliki, dan itu hanya akan terwujud jika kita kembali kepada sistem Islam dan menolak warisan pemecah-belah dari Barat. 

Wallahu’alam.

Oleh: Lia Julianti 
Aktivis Dakwah Tamansari Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar