Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengerukan Tambang Raja Ampat, Butuh Solusi Tepat

Topswara.com -- Aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat Papua terus menuai kontroversi di tengah publik. Tidak hanya mencemari lingkungan, namun aktivitas penambangan ini juga melanggar aturan pidana termasuk korupsi. 

Masalah ini pun semakin membuktikan bahwa kebijakan legalitas penambangan telah melanggar undang-undang yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Undang-Undang No.27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 

Kebijakan ini pun diperkuat dengan penetapan pasal 35 huruf k yang mengamanatkan larangan penambangan mineral di pulang-pulau kecil yang merusak tatanan ekologi, pencemaran lingkungan dan menimbulkan kerugian masyarakat (metrotvnews.com, 7-6-2025). 

Rusaknya Tata Kelola

Beragam pelanggaran serius ditemukan Kementerian Lingkungan Hidup, terkait penambangan nikel di Raja Ampat. Ditemukan setidaknya ada empat perusahaan tambang yang terlibat. Ada yang sudah mengantongi izin, ada juga yang ilegal. Luasan tambangnya bervariasi mulai dari 5 hektare hingga 6 jutaan hektar (tirto.id, 7-6-2025). 

Penambangan masif tersebut memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Paling utama adalah deforestasi yang semakin mengkhawatirkan. Hutan-hutan dibabat habis untuk penggalian tambang. Tentu saja, kegiatan ini menimbulkan akibat yang serius. Sepertinya mulai hilangnya ekosistem alami di Raja Ampat (liputan6.com, 12-6-2025). 

Tidak hanya itu, ancaman bencana besar pun siap melahap masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar Raja Ampat. Parahnya lagi, limbah tambang pun telah mencemari lautan dan mengganggu biota laut Raja Ampat yang disebut-sebut sebagai salah satu surga dunia. 

Menilik dari kerusakan yang kini tampak, Raja Ampat telah ditambang bertahun-tahun. Sayangnya, negara melalaikan sejak awal penambangan dilakukan. Setiap kebijakan yang ditetapkan negara justru dilanggar secara sepihak oleh negara. 

Negara yang melarang penambangan, negara juga yang mengeluarkan izin terkait usaha penambangan. Contohnya pada tahun 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri dengan lantang memutuskan Kepres No.41 Tahun 2004 yang mengecualikan 13 perusahaan tambang (termasuk PT Gag Nikel) untuk tetap beroperasi di kawasan hutan lindung Papua. 

Tentu saja, keputusan ini menuai kontroversi pada saat itu. Pasalnya, ketetapan ini bertentangan dengan Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 tentang pelarangan kegiatan tambang terbuka di kawasan hutan lindung. 

Parahnya lagi, kebijakan tersebut tidak direvisi dan terus berlanjut ke rezim berikutnya. Wajar saja, saat kini penambangan berdampak luas pada ekosistem dan kehidupan masyarakat. 

Inilah dampak perkawinan antara oligarki penguasa dengan para kapitalis demi keserakahan materi yang terus mereka impikan. Hak rakyat dirampas, kelestarian lingkungan pun dilibas. 

Dengan dalih hilirisasi sektor penambangan, segala kebijakan yamg destruktif ditetapkan. Pengembangan industri baterai listrik yang diklaim menjanjikan kegemilangan masa depan, telah mengoyak kehidupan di masa kini. 

Sistem kapitalisme sekularistik telah mencabik sistem penataan kehidupan. Sistem yang memposisikan keuntungan materi di atas kepentingan rakyat telah menegaskan bahwa sistem rusak ini sistem yang tidak layak dijadikan sandaran. 

Penguasa terang-terangan menjadikan kedudukannya sebagai pelayan bagi para pemodal. Sampai-sampai setiap kebijakan pun diluweskan untuk memenuhi setiap keserakahannya.

Penambangan dalam Islam

Syariat Islam menetapkan bahwa setiap kepentingan rakyat merupakan prioritas utama yang wajib dilayani negara. Pengurusan dan pengelolaannya pun wajib ditangani negara secara langsung.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” 
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Menyoal masalah tambang, Islam tidak melarang penambangan selama memenuhi beberapa kriteria. Pertama, sumber daya alam yang ada dikelola dengan bijaksana untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Bukan untuk bisnis atau kepentingan segelintir pihak yang sudah dipastikan merugikan hajat hidup rakyat. 

Kedua, penambangan dilakukan dengan memperhitungkan dan memperhatikan ekosistem serta kelestarian lingkungan. Sehingga penambangan tidak menimbulkan bencana yang mengancam kehidupan masyarakat. 

Ketiga, tata kelola tambang wajib diatur oleh negara secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain, baik pihak swasta ataupun asing. 

Sistem Islam menetapkan pengelolaan tambang dan sumberdaya alam lainnya dengan mekanisme dan strategi cerdas untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Dalam kitab NIdzam al Iqtishodiyyu karya Imam Taqiyuddin an Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan merupakan milik umum. Dan wajib dikelola negara. 

Hasil pengelolaannya dikembalikan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Bahan tambang dikelola negara dan diolah menjadi bahan murah berbentuk subsidi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan asasiyah rakyat. 

Demikianlah solusi tepat masalah tambang. Konsep yang mengedepankan syariat menjadi jalan untuk menggapai kehidupan sejahtera. Tidak hanya sejahtera, dengan paradigma Islam, ekosistem lingkungan pun akan tertata apik dan sempurna. 

Wallahu a'lam Bisshawab.


Oleh: Yuke Octavianty 
Forum Literasi Muslimah Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar