Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ironi Surga Terakhir di Bumi, Dirusak Atas Nama Investasi

Topswara.com -- Miris! Raja Ampat yang memiliki julukan "Surga Terakhir di Bumi" mengalami pengrusakan alam besar-besaran setelah Penambangan Nikel oleh beberapa perusahaan. Yakni PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. 

Diketahui adanya penambangan tersebut sebetulnya sudah ada sejak lama hanya kini baru viral di media sosial, banyak yang prihatin serta menggalang dukungan dengan tagar #SaveRajaAmpat setelah beredar video kerusakan Raja Ampat.

Dikutip dari pengamatan Greenpeace Indonesia eksplorasi nikel telah membabat sampai 500 hektare hutan dan vegetasi alami yang khas. Padahal sebelumnya 75 persen berbagai jenis terumbu karang di berbagai dunia terkumpul dan hidup dengan baik (bbc.com, 05/06/2025).

Semenjak penambangan nikel itu berlangsung banyak kerusakan terlebih pada sedimentasi, limpasan lumpur yang merusak terumbu karang, mengurangi kesuburan tanah, menghambat pertumbuhan tanaman serta pohon-pohon.

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) juga menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tersebut. Antara lain, PT Gag Nikel yang beroperasi di pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare. Hal ini bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (tirto.id, 07/06/2025).

Kemudian pelanggaran lainnya terdapat pada PT Mulia Raymond Perkasa yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Ditambah PT Kawei Sejahtera Mining yang terbukti membuka tambang mencapai 5 hektare di Pulau Kawe, hal tersebut dinilai di luar izin dan di luar kawasan PPKH.

Belum lagi PT Anugerah Surya Pratama melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.

Keputusan Pemerintah
 
Penambangan nikel Raja Ampat mendapatkan sorotan luar biasa dari publik yang berdiri komponen masyarakat, mulai dari masyarakat adat, aktivis lingkungan, masyarakat umum, hingga para artis. 

Bahkan menjadi sorotan dunia Internasional karena kerusakan keanekaragaman hayati yang di timbulkan, untuk itu pemerintah melalui 
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel tersebut.

Hal tersebut mendapatkan sorotan dari Iqbal Damanik selaku perwakilan dari Greenpeace Indonesia yang mengatakan bahwa pemerintah mengeluarkan keputusan tersebut semata-mata hanya untuk meredam kemarahan publik.

Hal tersebut tidak bisa dipungkiri sebab bagaimana bisa selama ini membiarkan banyaknya pelanggaran pada perusahaan yang tidak memperdulikan AMDAL, padahal kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

Pada pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar. Bagi pelanggarnya dikenai sangsi pidana penjara 10 tahun
(metrotvnews.com, 07/06/2025).
 
Akar Masalah

Hal ini bisa terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang memberikan bukti nyata kerusakan di negeri ini. Paradigma kepemimpinan kapitalis lahir dari paham sekularisme yang mengatasnamakan kebebasan. Pada akhirnya tidak mengenal prinsip halal-haram yang ada adalah untung-rugi.

Tidak heran jika para penguasa tidak segan untuk membuat aturan dan melanggar sendiri aturan demi menjadi regulator atas ambisi para pengusaha. Hal ini menunjukan rezim dikuasai oleh kekuatan modal dan kental dengan berbagai kepentingan sehingga nasib rakyat tidak dipedulikan.

Penambangan yang membahayakan lingkungan dapat dilakukan meski melanggar UU yang sudah ditetapkan negara. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha lebih berkuasa.

Meski ada aturan yang dibuat agar mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, namun pada kenyataannya seringkali aturan yang dibuat dapat dilanggar demi kepentingan oligarki mengatasnamakan investasi.

Alih-alih para penguasa mengurusi rakyat. Justru yang adalah adalah menjadi pelayan bagi pada pemodal yang menjadi sponsor kekuasaan. Tanpa melihat yang dikorbankan adalah rakyat dan lingkungan. Tapi yang terpenting bagi mereka adalah mengeruk cuan demi kekuasaan.

Islam Solusinya

Islam adalah akidah yang di dalamnya terdapat aturan yang dapat menjadi solusi bagi kehidupan manusia. Islam memiliki konsep untuk menetapkan SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang akan berpengaruh terhadap hidupan manusia.

Pemimpin Islam yang memiliki tolok ukur berpikir berlandaskan aqidah Islam tidak akan membuat kerusakan di muka bumi demi investasi karena Islam telah jelas mengharamkannya, terlebih setiap manusia akan dimintai pertanggung jawabannya atas apa yang dilakukannya selama hidup di dunia.

Maha Benar Allah Taala dengan firman-Nya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum: 41). 

Islam juga memiliki konsep "hima“, yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat adanya eksplorasi. Rasulullah SAW bersabda, "Tempat tinggal yang paling menyenangkan adalah hima, andai saja di sana tak terdapat banyak ular" (HR. Nasa’i).

Sejatinya, hima merupakan wilayah konservasi untuk menjaga keseimbangan alam. Hima merupakan zona yang tak boleh disentuh atau digunakan untuk apa pun bagi kepentingan manusia. Tempat tersebut digunakan sebagai konservasi alam, baik untuk kehidupan binatang liar maupun tumbuh-tumbuhan.

Sebagaimana Rasulullah SAW, para khalifah menetapkan pula beberapa hima. Khalifah Umar Ibn Khattab, misalnya, menetapkan Hima al-Syaraf dan Hima al-Rabdah yang cukup luas di dekat Dariyah, sedangkan Khalifah Usman bin Affan memperluas Hima al-Rabdah tersebut yang diriwayatkan mampu menampung 1000 ekor binatang setiap tahunnya.

Hanya Pemimpin dalam Islamlah yang mampu menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat, dan berperan sebagai raain yang akan mengelola SDA dengan aman dan menjaga kelestarian lingkungan. []


Oleh: Pani Wulansary, S.Pd.
(Pendidik dan Ibu Generasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar