Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan Vasektomi dan Kesejahteraan Rakyat

Topswara.com -- Sungguh disayangkan. Terdapat seorang pejabat negara, yaitu Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengusulkan agar program keluarga berencana (KB), khususnya vasectomi, dijadikan syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos). 

Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah rapat koordinasi tentang kesejahteraan publik bertajuk "Gawe Rancange Pak Kades jeng Pak Lurah" di Pusdai Jawa Barat pada Senin, 28 April 2025. (Kompas com, 4/5/2025)

Dalam rencana bantuan yang akan diberikan, semua akan terhubung dengan program KB. Ia menjelaskan bahwa tujuannya adalah untuk memperbaiki distribusi bantuan sosial dan ingin agar pria dapat menjadi peserta KB (Vasectomi).

Namun, usulan ini mendapatkan kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Cak Imin, menegaskan bahwa tidak ada aturan yang mengharuskan vasectomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial. Pemerintah sudah memiliki regulasi tersendiri mengenai kriteria penerima bantuan sosial. (3/5/2025)

Jika ditelisik vasectomi dijadikan syarat untuk menerima bantuan sosial, hanya untuk maka hal ini berpotensi melanggar hak privasi masyarakat dan warga negara. Peraturan semacam ini seharusnya tidak diterapkan karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini, di mana banyak orang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

Usulan tersebut sangat diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia individu. Diskriminasi ini terutama ditujukan kepada keluarga kurang mampu yang memiliki banyak anak, padahal mereka berhak mendapatkan bantuan sosial.

Selain itu, usulan ini juga melanggar hak asasi manusia individu. Setiap orang memiliki hak untuk mengatur tubuh dan hak reproduksi mereka. Ini berarti bahwa jika usulan Dedi Mulyadi diterima, maka pendekatan negara ini jelas salah. 

Dengan menggunakan kekuasaannya, negara berusaha mengatur kehidupan individu dan reproduksi warganya. Padahal, masalah kemiskinan tidak ada hubungannya dengan jumlah kelahiran.

Masalah kemiskinan lebih erat kaitannya dengan pengaturan ekonomi negara. Pengaturan ekonomi berkaitan dengan tiga faktor utama, yaitu faktor kepemilikan, faktor pengembangan properti, dan faktor distribusi ekonomi dalam masyarakat.

Pada kenyataannya, pengaturan ekonomi saat ini didominasi oleh ideologi kapitalisme. Dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan hanya menguntungkan individu. Akibatnya, individu yang memiliki modal besar dapat mengakses seluruh sumber daya ekonomi, bahkan yang mengontrol mata pencaharian banyak orang. 

Sementara itu, sumber daya alam seperti tanah dan air sebenarnya dikuasai oleh negara dan seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat yang lebih besar. Namun dalam sistem kapitalisme, sumber daya tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang yang disebut oligarki.

Oligarki ini bebas memanfaatkan sumber daya tersebut untuk mengembangkan kekayaan mereka. Akibatnya, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Pada tahun 2023, kekayaan 100 orang setara dengan kekayaan 100 juta orang. Ini jelas sangat tidak adil. Distribusi kekayaan tidak merata, hanya berputar di antara kalangan orang kaya.

Pada tahun 2000, rata-rata kekayaan 1 persen orang terkaya mencapai IDR 494 juta, sedangkan rata-rata kekayaan nasional hanya IDR 35,07 juta. Di tahun 2020, rata-rata kekayaan 1 persen terkaya meningkat menjadi IDR 2,07 miliar, sementara rata-rata kekayaan nasional meningkat menjadi IDR 142,2 juta.

Hingga Februari 2025, 68 persen tanah dan kekayaan Indonesia dikuasai oleh 1 persen populasi. Akibatnya, kemiskinan terjadi akibat distribusi kekayaan yang terkonsentrasi pada segelintir oligarki.

Oleh karena itu, solusi utama untuk mengatasi kemiskinan di negara ini adalah dengan menghilangkan sistem ekonomi kapitalis. Sebagai gantinya, perlu diterapkan sistem ekonomi Islam.

Sistem ekonomi Islam menetapkan faktor kepemilikan dengan tepat. Sumber daya alam merupakan milik publik. Negara mengelolanya dan mengembalikannya demi kesejahteraan rakyat yang lebih besar. Individu boleh memiliki komoditas yang tidak menguasai mata pencaharian banyak orang. 

Sementara itu, kepemilikan negara berhubungan dengan komoditas yang berkaitan erat dengan pengaturan kehidupan publik, seperti fasilitas negara seperti kantor dan lembaga pelayanan publik.

Dalam konteks pengembangan kekayaan, Islam menetapkan berbagai aktivitas yang diperbolehkan untuk memperolehnya. Oleh karena itu, tidak dibenarkan mengembangkan kekayaan melalui usaha yang dilarang, seperti produksi alkohol, perdagangan manusia, dan lain-lain.

Dari segi distribusi kekayaan, Islam menegaskan dua mekanisme yaitu mekanisme ekonomi dan non-ekonomi. Dalam mekanisme ekonomi, negara tidak menetapkan harga untuk komoditas di pasar. 

Sebaliknya, negara hanya akan mengendalikan harga komoditas yang mengalami inflasi dengan cara menambah pasokan barang tersebut, guna menjaga stabilitas harga di pasar.

Sementara itu, untuk mekanisme non-ekonomi, negara memberikan bantuan sosial kepada warga yang kurang mampu atau miskin. Salah satu contohnya adalah distribusi bantuan tunai langsung. Bagi warga yang ingin mengolah lahan namun tidak memiliki modal, negara menyediakan tanah untuk mereka garap.

Dengan demikian, distribusi kekayaan dapat berlangsung secara adil. Setiap individu berhak atas kesejahteraan. Bahkan, dalam komunitas Muslim, orang-orang yang lebih kaya akan bersaing untuk membantu melunasi utang saudara-saudara mereka yang membutuhkan. Allah Ta'ala telah memperingatkan agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya.

Membatasi kelahiran melalui vasektomi adalah hal yang dilarang. Dalam Islam, yang diperbolehkan adalah pengaturan kelahiran. Melakukan pengendalian kelahiran bukanlah solusi untuk mengatasi kemiskinan. 

Allah Ta'ala mengingatkan: "Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami yang memberikan rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. Sesungguhnya, membunuh anak-anak adalah kesalahan yang besar" (QS al-Isra: 31).

Vasektomi dilakukan untuk mencegah penambahan keturunan. Namun, jika tidak menjalani vasektomi, potensi untuk memiliki keturunan tetap ada. Ini menunjukkan bahwa, karena takut akan kemiskinan, solusi yang diambil adalah sterilisasi, yang pada dasarnya dapat dianggap sebagai suatu penghilangan anak secara tersembunyi. 

Padahal, yang memberikan kehidupan adalah Allah. Oleh karena itu, menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial dan dianggap sebagai solusi untuk kemiskinan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan akidah Islam.

Allah adalah pemberi rezeki. Allah Ta'ala telah menurunkan hukum Islam yang sempurna. Pengelolaan ekonomi dalam Islam mampu menyediakan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat jika diterapkan dengan baik. Negara sebagai pengatur kebijakan publik harus segera menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh dan sempurna.

Vasektomi hanya diperbolehkan jika ada alasan medis yang berhubungan dengan reproduksi. Jika tidak dilakukan, hal tersebut bisa membahayakan seorang ibu. Selain itu, vasektomi tidak boleh bersifat permanen dan tidak boleh dipaksa oleh siapa pun atau di mana pun. Hal ini harus dilakukan dengan kehendak dan inisiatif sendiri.

Dengan demikian, solusi untuk kemiskinan adalah penerapan Islam secara menyeluruh dalam kerangka khilafah Islamiah. Khilafah adalah negara yang berdiri di atas landasan akidah Islam. Oleh karena itu, kehidupan masyarakat dan individu juga harus berdasarkan pada akidah Islam. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk takut akan kemiskinan. 

Selain itu, penerapan pengelolaan ekonomi dalam Islam pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan fisik dan spiritual.

Wallahu'alam.


Oleh: Asma Sulistiawati
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar