Topswara.com -- Tahun ini tepat Indonesia merayakan hari kemerdekaan ke 80. Tetapi benarkah sudah merdeka?
Fakta dilapangan Indonesia sepertinya belum merdeka, lihat saja masyarakat banyak yang nganggur baik karena PHK maupun baru lulus kuliah. Sulitnya rakyat mencari kerja sampai akhirnya ada trent kabur dulu saja.
Kemudian dilanda kemiskinan struktur, kemiskinan yang diakibatkan kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh sistem sosial dan ekonomi yang tidak adil. Kemiskinan inilah menyebabkan banyak anak putus sekolah, banyak kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.
Kemudian, dari segi pengelolaan SDA, malah diserahkan ke asing, seperti Freeport menguasai emas di Papua, Petronas dari Malaysia, Cnooc dari Cina, serta masih banyak yang lainnya. Bahkan berita terbaru Amerika diberikan karpet merah untuk menguasai tambang.
Dilansir ekonomi.bisnis.com (5/8/2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bakal menindaklanjuti minat Amerika Serikat (AS) terhadap mineral kritis Indonesia.
Adapun, kebijakan ini tidak lepas dari kesepakatan tarif resiprokal yang dikenakan AS kepada RI turun menjadi 19 persen. AS pun menyebut Indonesia sepakat mencabut pembatasan ekspor mineral kritis.
Selain itu, kenaikan pajak yang sangat tidak masuk logi, ditengah himpitan ekonomi pejabat masih bisa menaikkan. Seperti yang terjadi di Pati, kenaikan PBB mencapai 250 persen, kemudian fenomena kenaikan PBB tidak hanya terjadi di Pati.
Di Kota Cirebon, puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menolak kenaikan PBB yang mencapai 1.000 persen.
Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, protes terhadap kenaikan PBB-P2 hingga 300 persen berakhir ricuh. Puluhan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terlibat bentrok dengan aparat di depan kantor DPRD Bone. (Kompas.com 14/8/2025).
Lantas masihkah disebut sebagai negara merdeka? Belum lagi hukum tajam kebawah dan tumpul keatas. Baru-baru ini presiden memberikan amnesti kepada Tom Lembong yang dianggap publik tidak layak dihukum atas kasusnya tetapi di sisi lain publik mempertanyakan abolisi yang sama yang diberikan kepada Hasto Kristianto sangat kental dengan nuansa politik.
Kebijakan yang menguntungkan oligarki seperti adanya undang-undang cipta kerja yang jelas menguntungkan oligarki, undang-undang ITE yang banyak disalahgunakan, rakyat yang speak up bisa dipenjarakan.
Inilah realita hidup di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme sekularisme. Dengan asas manfaat pejabat atau penguasa bebas membuat kebijakan apapun, demi cuan.
Lalu masihkah masyarakat percaya dengan kata merdeka tetapi realita masih terjajah. Masihkah masyarakat belum sadar atas berbagai kerusakan yang terjadi saat ini? Masihkah masyarakat diam saja dan tidak melakukan apa-apa.
Sudah saatnya masyarakat sadar, bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem bathil yang membawa bencana, sistem yang menciptakan kesenjangan, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Tidak akan ada sejahtera dan keadilan jika menerapkan sistem ini.
Sudah saatnya ada sistem alternatif yang menggantikan kapitalisme, yakni sistem Islam. Islam bukan hanya agama ritual namun adalah sistem hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan.
Dalam Islam masyarakat akan dijamin kesejahteraannya, dalam Islam terdapat pembagian kepemilikan, individu, rakyat dan negara. Dalam masalah tambang, negara akan mengambil alih untuk mengelolanya kemudian akan diserahkan hasilnya ke rakyat untuk kesejahteraan rakyat, bukan diserahkan ke swasta atau individu.
Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya terutama bagi kepala keluarga, sehingga tidak ada trend kabur dulu saja.
Dalam sisi pendidikan, negara akan memberikan pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam dan memberikan fasilitas pendidikan yang mumpuni, karena pendidikan adalah tiang peradaban, bagaimana membangun peradaban jika manusianya tidak disiapkan untuk menjadi pemimpin.
Dalam hal ini generasi harus berilmu, jika menuntut ilmu susah karena terganjal masalah biaya maka bagaimana akan membangun peradaban?
Selain itu, Islam memiliki pengaturan politik, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sebagaimana diketahui AS dan sekutunya telah menumpahkan darah kaum muslim tentu negara Islam tidak akan kerja sama dengan mereka.
Semua itu hanya bisa dilakukan jika negara mengadopsi sistem Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Dalam Islam kemerdekaan sejati hanya menghamba kepada Allah bukan kepada hawa nafsu ataupun penguasa.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar