Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jadi Pengangguran di Negeri Kaya Raya, kok Bisa?

Topswara.com -- "Indonesia, negeri kaya-raya"

Sebuah penggalan lagu anak-anak yang seringkali saya dengar saat kecil ini kembali terngiang. Indonesia kaya, memang benar adanya. Bagaimana tidak? Dilansir dari treasury.id (03/08/2022), Indonesia memiliki cadangan emas mencapai 14,96 miliar ton yang bernilai triliunan rupiah! Ini baru dari emas saja, belum dari mineral lainnya yang meningkatkan nilai kekayaan Indonesia. 

Sayangnya, kekayaan ini rasanya hanya bisa diucap di lagu saja, tanpa dirasakan oleh rakyatnya. Pada tahun 2024, International Monetary Fund (IMF) melaporkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia menjadi yang tertinggi se-Asia Tenggara.

Tingkat pengangguran di Indonesia telah mencapai 5,2 persen per 280 juta penduduk, jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Vietnam yang tingkat penganggurannya bahkan kurang dari 4 persen (Tempo.co.id/19042024).

Dari tingginya angka pengangguran ini, hampir 10 juta penganggur merupakan Gen-Z berusia 15-24 tahun. Proporsi ini mencapai 22,25 persen dari total 44,47 juta anak muda usia 15-24 tahun yang belum bekerja. 

Hal ini menurut Dosen Kajian Budaya dan Media UM Surabaya, Radius Setiyawan, diakibatkan oleh kesenjangan kesempatan yang dimiliki oleh Gen-Z tak ber-privilege untuk mendapatkan akses khusus atau fasilitas. 

Pemerintah abai terhadap kondisi ini dan sehingga mereka yang ber-privilege (dibaca- punya uang dan koneksi) lah yang mampu berkarya dan mengucilkan yang tak ber-privilege (dibaca-miskin dan tanpa koneksi) dari dunia kerja.  

Bila kita telisik kembali, kondisi ini adalah dampak alamiah adanya kapitalisme. Dalam kapitalisme, kesenjangan merupakan hal yang mutlak sebagai imbasnya kepemillikan terhadap SDA yang sejatinya milik umum. Kebebasan ini membuat si kaya makin kaya, sedangkan si miskin makin miskin. 

Selain itu, pembiaran negara terhadap rakyat membuat hukum rimba di dunia kerja terus langgeng dan ada. Mereka yang tidak punya backing-an dan uang harus menunduk dan ditindas oleh yang ber-uang dan koneksi panjang. Bagi sebagian besar, rekrutmen pekerjaan bahkan tidak bisa diakses rakyat karena telah diisi oleh kenalan dan kerabat dekat. 

Indonesia dilimpahi dengan SDA yang sejatinya mampu menjadi ladang pekerjaan dan mencari nafkah bagi rakyat. Sayangnya, sistem kapitalisme menghilangkan hal tersebut dan malah memberi akses bagi pekerja asing untuk mengelola. 

Jaminan kepastian kerja dalam sistem ini jelas tidak ada karena kebebasan yang sejatinya bermakna pembiaran terus dipelihara. Mereka hanya melayani pengusaha, bukan rakyat yang harusnya dibela. Kapitalisme yang rusak ini lah yang sejak awal merusak kehidupan manusia dengan asas kebebasannya yang ambigu.

Berbeda dengan Islam yang akan memberi ruang seluas-luasnya bagi rakyatnya yang dewasa untuk bekerja dan berkarya. Hal ini karena Islam memahami betul perintah Allah kepada para ayah untuk memberi nafkah kepada para ibu dengan cara yang makruf (lihat Q.S. Al-Baqarah: 233 ). 

Bahkan, bekerja mencari nafkah untuk keluarga disamakan dengan jihad yang merupakan pahala utama seorang muslim (lihat H.R. Ath-Thabrani dari Ka’ab bin Ujroh) .

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (Q.S. Al-Baqarah: 233). 

“Seorang sahabat pernah berpapasan dengan Nabi sallallahu alaihi wasallam, lalu para sahabat juga turut menyaksikan sahabat tadi yang warna kulitnya legam dan sangat rajin, mereka pun berkata, ‘Wahai Rasululullah, seandainya (pria semacam ini) ikut berjihad. Lalu Rasulullah saw. menimpali, ‘Jika dia keluar rumah untuk menafkahi anaknya yang kecil dia (jihad) di jalan Allah, jika dia keluar untuk menafkah dua orang tuanya yang sudah renta, dia di jalan Allah.’” (H.R. Ath-Thabrani dari Ka’ab bin Ujroh).

Negara yang memahami hal tersebut tentu tidak akan diam dan berpangku tangan. Melihat perintah Allah ini, khalifah tentu akan mengambil kebijakan yang mengupayakan keberadaan lapangan kerja kepada rakyat seluas-luasnya. 

Pengembalian SDA ke tangan negara sesuai dengan syariat Islam akan menjadi langkah awal yang diambil oleh khalifah guna memastikan lapangan kerja dan pembiayaan kepada rakyat. 

Selain itu, kesempatan kerja dan akses terhadap fasilitas yang setara akan diberikan kepada semua kalangan tanpa melihat status dan nasab dari mereka. Hal ini karena Islam memandang bahwa mereka sama dan setara di mata syariat sehingga tidak akan ada kesenjangan sosial kepada rakyat. 

Lebih dari itu, keberadaan khalifah yang menjadi pelindung rakyat akan memastikan hal tersebut bukan hanya teori dan angan-angan, tetapi benar-benar dipraktekkan dalam kehidupan. Khallifah hanya akan mengambil kebijakan demi kebaikan seluruh rakyat, bukan bagi kapitalis pemillik usaha saja.

Khalifah akan memastikan syariat Islam yang membawa kebaikan ini diterapkan secara kaffah dalam negara sehingga para ayah mampu mencari nafkah dengan layak. Hal ini karena khallifah memahami betull posisinya sebagai ra'in atau kepala negara yang juga penggembala bagi semua urusan rakyatnya.

“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [HR. Bukhari dan Muslim]


Oleh: Asih Senja 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar