Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tiga Makna Zuhud dan Hakikatnya

Topswara.com -- Sobat. Zuhud dalam pandangan Islam merujuk pada sikap kesederhanaan, penolakan terhadap keduniawian yang berlebihan, dan pengutamaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual dan keagamaan. Istilah zuhud berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti menolak atau meninggalkan sesuatu. Dalam konteks spiritual Islam, zuhud mengajarkan umat Muslim untuk tidak terlalu terikat pada dunia materi, harta benda, dan keinginan duniawi yang sifatnya sementara.

Praktik zuhud mencakup beberapa aspek, antara lain:

1. Kesederhanaan dalam Kehidupan: Seorang Muslim yang berzuhud akan menjalani kehidupan dengan sederhana, tidak mencari kekayaan atau kenikmatan duniawi yang berlebihan. Mereka berusaha untuk hidup dalam keseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual.

2. Penolakan Terhadap Kebendaan: Zuhud mengajarkan untuk tidak terlalu terikat pada harta benda dan kemewahan dunia. Ini tidak berarti menolak sepenuhnya harta benda, tetapi menghindari ketergantungan yang berlebihan dan menjadikan harta benda sebagai tujuan utama kehidupan.

3. Fokus pada Akhirat: Orang yang berzuhud memprioritaskan persiapan untuk akhirat daripada mengejar kesenangan duniawi yang sementara. Mereka mengingat bahwa kehidupan di dunia hanyalah ujian sementara, sementara kehidupan sesungguhnya ada di akhirat.

4. Kontemplasi dan Ibadah: Zuhud mendorong untuk menghabiskan waktu dalam kontemplasi, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini meliputi melakukan shalat, membaca Al-Qur'an, berzikir, dan berbuat amal shalih.

Dalam Islam, zuhud dianggap sebagai salah satu prinsip penting untuk mencapai ketenangan batin, ketakwaan, dan kebahagiaan sejati. Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya adalah contoh terbaik praktik zuhud dalam kehidupan mereka. Mereka hidup sederhana, tidak terikat pada harta benda, dan selalu fokus pada ketaatan kepada Allah SWT serta kebaikan untuk sesama.

Sobat. Ibnu Abbas Ra menjelaskan Kata Zuhud itu terdiri dari tiga huruf : Zaí , ha' dan dal:

Penjelasan dari Ibnu Abbas Ra tentang kata "Zuhud" yang terdiri dari tiga huruf "Za", "Ha", dan "Dal" adalah sebagai berikut:

1. Za (ز): Huruf pertama dalam kata "Zuhud". Dalam bahasa Arab, "Za" dapat memiliki makna menolak atau meninggalkan. Dalam konteks zuhud, huruf ini mengingatkan kita untuk menolak atau meninggalkan segala bentuk keduniaan yang berlebihan atau berlebihan dalam keinginan akan kekayaan dan kemewahan dunia.

2. Ha (Ù‡): Huruf kedua dalam kata "Zuhud". "Ha" sering kali digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang di dalam atau dekat. Dalam konteks zuhud, huruf ini menyoroti pentingnya fokus pada hal-hal yang lebih mendalam, seperti hubungan dengan Allah SWT dan persiapan untuk akhirat.

3. Dal (د): Huruf terakhir dalam kata "Zuhud". "Dal" bisa diartikan sebagai langkah atau tujuan. Dalam konteks zuhud, huruf ini mengajarkan kita untuk memiliki tujuan yang jelas dalam hidup, yaitu mencari ridha Allah SWT dan mendapatkan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat dengan mengutamakan amal kebajikan dan ibadah kepada-Nya.

Dengan menggabungkan makna dari ketiga huruf tersebut, konsep zuhud dalam Islam mengajarkan umatnya untuk menolak keduniaan yang berlebihan, fokus pada hubungan spiritual dengan Allah SWT, dan memiliki tujuan yang jelas dalam mencapai kebahagiaan sejati.

Sobat. Beliau menjeskan (Ibnu Abbas ra): Pertama Huruf Za'i itu bermakna Zad lil ma'ad (bekal untuk akherat, yakni ketaqwaan). Kedua. Huruf Ha' bermakna Hudan li-din (Petunjuk untuk mengikuti agama Islam). Ketiga. Huruf Dal bermakna dawam 'ala ath-thaáh (Konsisten dalam ketaatan).

Penjelasan dari Ibnu Abbas RA tentang kata "Zuhud" yang terdiri dari tiga huruf, "Za", "Ha", dan "Dal", adalah sebagai berikut:

1. Huruf Za (ز): Menurut penjelasan Ibnu Abbas RA, huruf Za dalam kata "Zuhud" memiliki makna "Zad lil ma'ad", yang berarti "bekal untuk akhirat", yakni ketaqwaan. Ini menunjukkan bahwa bagian pertama dari zuhud adalah persiapan untuk kehidupan setelah kematian. Ketaqwaan, atau ketakwaan kepada Allah, adalah bekal yang penting untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan di akhirat.

2. Huruf Ha' (Ù‡): Ibnu Abbas RA menyatakan bahwa huruf Ha dalam kata "Zuhud" memiliki makna "Hudan li-din", yang berarti "petunjuk untuk mengikuti agama Islam". Hal ini menunjukkan bahwa bagian kedua dari zuhud adalah mengikuti petunjuk yang diberikan oleh agama Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mengikuti ajaran Islam dengan sungguh-sungguh adalah penting dalam mencapai kehidupan yang penuh berkah dan makna.

3. Huruf Dal (د): Menurut Ibnu Abbas RA, huruf Dal dalam kata "Zuhud" memiliki makna "dawam 'ala ath-tha'ah", yang berarti "konsisten dalam ketaatan". Ini menyoroti pentingnya konsistensi dalam beribadah dan berbuat baik. Konsistensi dalam menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya adalah kunci untuk meraih ridha-Nya dan keselamatan akhirat.

Dengan demikian, menurut penjelasan Ibnu Abbas RA, konsep zuhud dalam Islam terdiri dari tiga aspek penting: persiapan untuk akhirat melalui ketaqwaan, mengikuti petunjuk agama Islam, dan konsistensi dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Sobat. Dalam kesempatan yang lain Ibnu Abbas ra pernah juga mengatakan bahwa hurf zaí berarti tarkuz Zinah (Meninggalkan kemewahan dan gemerlap dunia). Huruf Ha' berarti tarkul hawa' (meninggalkan hawa nafsu). HUruf Dal berarti tarkud dunya' (meninggalkan keduniawian).

Dalam penjelasan lain dari Ibnu Abbas RA, tentang kata "Zuhud" yang terdiri dari tiga huruf, "Za", "Ha", dan "Dal", memiliki makna sebagai berikut:

1. Huruf Za (ز): Ibnu Abbas RA menyatakan bahwa huruf Za dalam kata "Zuhud" berarti "tarkuz Zinah", yang berarti "meninggalkan kemewahan dan gemerlap dunia". Ini menunjukkan bahwa bagian pertama dari zuhud adalah meninggalkan kecenderungan untuk terpaku pada kemewahan dunia dan segala gemerlapnya. Mengutamakan kehidupan yang sederhana dan menolak godaan dunia adalah langkah pertama dalam mencapai kesucian hati.

2. Huruf Ha' (Ù‡): Menurut Ibnu Abbas RA, huruf Ha dalam kata "Zuhud" berarti "tarkul hawa'", yang berarti "meninggalkan hawa nafsu". Hal ini menunjukkan bahwa bagian kedua dari zuhud adalah menolak kecenderungan untuk mengikuti hawa nafsu dan hawa-hawa duniawi yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Meninggalkan keinginan duniawi yang berlebihan dan mengendalikan hawa nafsu adalah langkah penting dalam mencapai kesucian batin.

3. Huruf Dal (د): Ibnu Abbas RA menyatakan bahwa huruf Dal dalam kata "Zuhud" berarti "tarkud dunya'", yang berarti "meninggalkan keduniawian". Ini menunjukkan bahwa bagian ketiga dari zuhud adalah meninggalkan keterikatan pada dunia dan segala urusannya yang sementara. Menghindari terlalu terikat pada harta, status, dan kenikmatan dunia adalah kunci untuk mencapai kebebasan spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan demikian, menurut penjelasan Ibnu Abbas RA, konsep zuhud dalam Islam melibatkan tiga langkah penting: meninggalkan kemewahan dunia, menolak hawa nafsu duniawi, dan meninggalkan keduniawian secara keseluruhan. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai kedamaian batin, kesucian hati, dan kedekatan dengan Allah SWT.

Sobat. Adapun tiga asas Zuhud itu: Pertama. Tidak berbicara, kecuali yang diperlukan. Kedua. Meninggalkan dunia, kecuali sebatas yang dierlukan. Ketiga. Tidak bergaul dengan manusia kecuali sebatas yang dibutuhkan.

Tiga asas zuhud yang Anda sebutkan adalah prinsip-prinsip penting dalam praktik zuhud dalam Islam. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing asas:

1. Tidak Berbicara Kecuali yang Diperlukan: Prinsip ini mengajarkan untuk menjaga lidah agar tidak mengeluarkan perkataan yang tidak diperlukan. Berbicara hanya ketika diperlukan untuk hal-hal yang bermanfaat atau yang baik, seperti urusan agama, kebaikan, atau keperluan praktis lainnya. Dengan demikian, ini membantu menghindari pemborosan energi pada percakapan yang tidak berguna atau bahkan berpotensi membawa kepada pembicaraan yang tidak baik.

2. Meninggalkan Dunia Kecuali Sebatas yang Diperlukan: Asas ini mengajarkan untuk tidak terlalu terikat pada dunia dan segala kesenangan materi yang dihadirkannya. Namun, ini tidak berarti meninggalkan dunia sepenuhnya. Sebaliknya, ini menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan dasar secara wajar tanpa terlalu terikat pada kemewahan dan kesenangan duniawi. Ini memungkinkan seseorang untuk menjalani kehidupan yang sederhana dan fokus pada aspek-aspek spiritual dan keagamaan.

3. Tidak Bergaul dengan Manusia Kecuali Sebatas yang Dibutuhkan: Prinsip ini menekankan pentingnya memilih teman dan lingkungan sosial dengan bijaksana. Ini mengajarkan untuk tidak terlalu banyak bergaul dengan orang-orang yang mungkin mengalihkan perhatian dari kebaikan dan ketaqwaan. Namun, ini tidak berarti menarik diri sepenuhnya dari interaksi sosial. Sebaliknya, ini menekankan pentingnya menjaga hubungan yang bermanfaat dan mendukung kebaikan, sambil menghindari pergaulan yang tidak sehat atau merugikan.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip zuhud ini, seseorang dapat mencapai kedamaian batin, kesederhanaan, dan fokus pada aspek-aspek spiritual kehidupan, sambil tetap memenuhi tanggung jawabnya dalam dunia ini.

Menurut Syeikh Abdul Qadir al-Jailani manusia itu terbagi menjadi empat golongan: 1. Orang yang tidak memiliki lisan dan sekaligus tidak memiliki hati. Ini adalah orang yang durhaka. 2. Orang yang memiliki lisan, tetapi tidak memiliki hati. Ucapanny memiliki hikmah, namun dia sendiri tidak mengamalkannya. 3. Orang yang memiliki hati tapi tidak memiliki lisan. Ini adalah orang mukmin yang disembunyikan Allah SWT dari pandangan makhluk-Nya. 4. Orang yang mau belajar, mengajarkan, dan mengamalkan ilmunya.

Pembagian manusia menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah sebagai berikut:

1. Orang yang Tidak Memiliki Lis an dan Hati: Golongan pertama ini adalah orang-orang yang durhaka, yang tidak hanya tidak mengungkapkan kebenaran dengan lisan mereka, tetapi juga tidak memiliki kebaikan atau kejujuran dalam hati mereka. Mereka berada dalam keadaan tercela karena tidak hanya melanggar perintah Allah, tetapi juga tidak memiliki kesadaran atau penyesalan atas perbuatan mereka.

2. Orang yang Memiliki Lis an Tetapi Tidak Memiliki Hati: Golongan kedua ini adalah mereka yang mungkin berbicara dengan bijaksana dan memiliki pengetahuan, tetapi sikap dan tindakan mereka tidak mencerminkan kebijaksanaan atau nilai-nilai yang mereka ucapkan. Mereka bisa jadi memiliki pengetahuan yang baik, tetapi tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Orang yang Memiliki Hati Tetapi Tidak Memiliki Lisan: Golongan ketiga adalah orang-orang yang memiliki kebaikan, keimanan, dan kebajikan dalam hati mereka, tetapi mungkin tidak mampu atau tidak diperbolehkan untuk mengungkapkannya dengan lisan mereka. Mereka mungkin menghadapi hambatan atau penghalang dalam mengungkapkan keimanan dan kebaikan mereka di hadapan orang lain.

4. Orang yang Mau Belajar, Mengajarkan, dan Mengamalkan Ilmunya: Golongan keempat adalah mereka yang aktif dalam mencari ilmu, menyebarkannya kepada orang lain, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka adalah orang-orang yang tekun dalam meningkatkan pengetahuan dan spiritualitas mereka, serta berbagi kebaikan dan pengetahuan tersebut dengan orang lain.

Pembagian ini mencerminkan variasi dalam keadaan spiritual dan moral manusia, serta menggarisbawahi pentingnya kejujuran, kebaikan hati, dan amal yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Sobat. Selanjutnya bahwa fondasi zuhud itu adalah menjauhi segala larangan atau dosa, baik yang kecil maupun yang besar. Kemudian melaksanakan semua yang diwajibkan baik yang mudah maupun yang sulit. Jadi mengandung sikap wara' (kehati-hatian ) dan membentuk sifat taubat dan kembali ke jalan Allah. Setelah itu menyerahkan urusan dunia baik yang kecil maupun yang besar kepada pemiliknya yakni tertanam sifat qana'ah dan tawakal.

Pernyataan tersebut menjelaskan fondasi atau dasar dari konsep zuhud dalam Islam. Berikut adalah poin-poin utama yang diungkapkan:

1. Menjauhi Segala Larangan atau Dosa: Fondasi zuhud dimulai dengan menjauhi segala larangan atau dosa, baik yang dianggap kecil maupun yang besar dalam agama Islam. Ini berarti menghindari segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran terhadap perintah Allah SWT.

2. Melaksanakan yang Wajib: Selain menjauhi larangan, zuhud juga mencakup melaksanakan semua kewajiban dalam agama, baik yang mudah maupun yang sulit. Ini termasuk ketaatan terhadap ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, serta memenuhi kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan dalam Islam.

3. Sikap Wara (Kehati-hatian): Zuhud juga mengandung sikap wara, yaitu kehati-hatian dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan menghindari hal-hal yang meragukan atau mencurigakan, bahkan jika hal tersebut belum tentu dianggap dosa secara langsung. Sikap wara ini membantu seseorang untuk menjaga kesucian hati dan menjauhi segala bentuk kemungkinan dosa.

4. Tobat dan Kembali ke Jalan Allah: Fondasi zuhud juga mencakup sikap taubat dan kembali ke jalan Allah SWT bagi yang melakukan kesalahan atau dosa. Taubat adalah proses penting dalam perbaikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

5. Menyerahkan Urusan Dunia kepada Pemiliknya: Seorang yang berzuhud juga menyerahkan segala urusan dunia, baik yang kecil maupun yang besar, kepada pemiliknya, yaitu Allah SWT. Ini menunjukkan sifat qana'ah (ridha) dan tawakal (kepercayaan) kepada Allah SWT dalam menyikapi kehidupan dunia.

Dengan memahami dan mengamalkan fondasi-fondasi ini, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dalam praktik zuhud dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan kecintaan.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar