Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

The Power of Ramadan (Bagian 27)


Topswara.com -- Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah : 183). 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran : 110).

Alhamdulillah, kembali kita berjumpa melalui tulisan seri The Power of Ramadhan hari ke duapuluh tujuh bulan suci Ramadhan 1445 H. Ramadhan adalah bulan dimana orang-orang beriman diuji untuk menjalankan puasa sebulan penuh dan mampu istiqomah sampai garis finish. Tanpa terasa kita telah hamper finish. Tidak terasa 27 hari sudah kita menjalankan puasa Ramadhan.

Tentu patut kita renungkan di akhir Ramadhan ini, sudahkan kita mencapai tujuan akhir dari Ramadhan ini, yakni derajat hamba bertakwa ?

Ramadhan 1445 H ini semoga memberikan kekuatan kepada kita untuk merenungkan diri kita ini, sejauh mana telah mendapatkan berkah dan kebaikan bulan suci ini. Sejauh mana pula kita telah menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.

Di akhir Ramadhan ini, kita harus mengakui, saat ini kita menyaksikan masih banyak perintah Allah subhanahu wa ta'ala yang belum diamalkan dan berbagai larangan Allah yang masih dilanggar, terutama syariah Islam yang berkaitan dengan pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, hukum pidana, pendidikan, politik luar negeri dan sebagainya.

Belum diamalkannya syariah Islam secara kaffah dalam kehidupan kita inilah yang menyebabkan kehidupan kaum muslimin saat ini terpuruk, terjajah, hancur dan tertindas. Saudara-saudara kita di Gaza dibantai oleh Zionis Yahudi, Muslim Rohingya diusir dari tempat tinggal mereka, Muslim Uighur ditekan habis-habisan oleh rezim Komunis Cina, Muslim India dizalimi tanpa henti dan sebagainya.

Sementara di negeri ini, kekayaan alam yang luar biasa serasa tiada karena hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Utang bertumpuk-tumpuk yang membebani kita dan anak cucu kita. Kaum miskin terus bertambah. Kriminalitas meningkat. Penyakit sosial: seks bebas hingga LGBT terus menunjukkan perkembangannya. Sesama anak bangsa berseteru dan bertikai seperti di hutan rimba. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Pangkal keterpurukan ini adalah karena umat Islam telah banyak menyimpang dari aturan Allah subhanahu wa ta’ala atau berpaling dari Al-Qur’an. Keadaan itu telah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam TQS. Thaha [20] 124] : “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan buta."

Karena itu, tidak ada jalan lain bagi kita semua, kecuali kembali menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Mari kita layakkan diri menjadi umat yang bertakwa di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala. Yakni, umat yang siap melakukan perjuangan besar, mengubah kondisi jahiliyah modern saat ini menjadi kondisi yang diridhai oleh Allah dengan penerapan syariah Islam secara kaffah, sebagaimana yang diinginkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. (TQS. Al-Baqarah [2]: 208) []

Muhasabah berikutnya adalah bahwa kita harus tahu diri yang merujuk kepada kesadaran akan kehambaan manusia, bahkan manusia adalah diciptakan oleh Allah untuk hanya menjadi sang pengabdi kepada Allah. Manusia adalah dipenuhi potensi manusiawi sekaligus dipenuhi kelemahan dan keterbatasan. Potensi akal, naluri, fisik dan ruh mesti dijadikan wasilan untuk beribadah kepada Allah.

Allah dengan tegas berfirman dalam surat adz Dzariyaat ayat 56 yang artinya dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Ayat ini ditergaskan dalam surat al An’am ayat 162 yang artinya katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Karena itu tahta bagi seorang punguasa adalah amanah untuk mewakili Allah dalam mengelola alam semesta [bumi] kehidupan dan manusia atau rakyat sebagai cara dia untuk menjadikan kekuasaan sebagai wasilah ibadah. Ibadah sendiri memiliki arti melakukan segala aktivitas semata-mata untuk meraih ridho Allah dan tata caranya mengikuti sunnah Rasulullah. Ini harga mati.

Rasulullah adalah teladan dalam mengelola bumi, kehidupan dan rakyat dengan mendasarkan kepasa wahyu Allah. seluruh perilaku Rasulullah adalah bersumber dari wahyu, bukan nafsu. Keteladanan dan tolok ukur perbuatan penguasa ditegaskan oleh Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21 yang artinya sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Penguasa yang taat kepada Allah dan mengikuti jejak Rasulullah adalah penguasa yang selalu berharap kebaikan dunia akherat. Karena itu penguasa [ulil amri] yang ingin ditaati oleh rakyat harus menjadi penguasa yang taat kepada Allah dan Rasulullah, yakni menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber kebijakan politik, hukum, budaya, pendidikan, ekonomi dan lainnya. 

Ditegaskan oleh Ali Bin Abi Thalib, ulil amri adalah pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasulullah, jika tidak, maka tidak layak disebut sebagai ulil amri dan tidak wajib ditaati.

Ditegaskan oleh Allah dalam surat An Nisaa ayat 59 yang artinya hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Karena itu penguasa yang tahu diri akan menyusun visi kekuasaannya dengan visi kehambaannya yakni mengantarkan rakyat selamat dan bahagia dunia akherat dengan menjadikan Al-Qur’an dan Assunnah sebagai pedoman kehidupan bernegara, berbangsa dan berkehidupan seluruh rakyat. Misi, program dan strateginya adalah berekonomi lillah, berpendidikan lillah, berpolitik lillah, berbudaya lillah untuk mewujudkan rahmatan lil’alamin.

Penguasa dan rakyat yang tahu diri akan hakekat kehambaan akan menjadikan harmonisasi antara penguasa dan rakyat. Akan lahir pemimpin yang dicintai rakyat dan rakyat yang dicintai pemimpin karena Allah. antara penguasa dan rakyat saling memberikan tausiyah dan muhasabah karena Allah agar perjalanan berbangsa dan bernegara tidak keluar dari jalan yang ditetapkan Allah. 

sebab bumi dan langit adalah miliki Allah, manusia hanya numpang dan menjalankan amanah kekhalifahan [manajerial] dan kehambaan [pengabdian].

berikutnya adalah muhasabah tentang rendah hati yang merujuk kepada sikap dan kesadaran bahwa manusia tidak memiliki kekuatan apapun tanpa kekuatan yang diberikan Allah. Tidak ada sedikitpun kemampuan manusia yang bisa disombongkan, sebab hanya Allah yang berhak menyandang pakaian kesombongan. 

Bagaimana manusia bisa sombong, sementara nyawa, hati, jantung, otak, darah, nafas, mata, tangan, harta, keluarga, tahta dan semuanya adalah pemberian Allah. Manusia tidak memiliki apapun, tidak ada yang layak disombongkan.

Penguasa adalah orang yang diberikan kekuasaan oleh Allah yang setiap saat dengan mudah akan dicabut kembali oleh Allah. Tidak kekuasaan manusia yang bisa dipegang selama-lamanya. Karena itu saat Allah menghadirkan kesombongan kekuasaan Fir’aun adalah sebagai cermin dan pelajaran bagi penguasa di kemudian hari. 

Kesombongan dan pengakuan Fir’aun bahwa dirinya tuhan adalah puncak kesombongan manusia yang akah segera dibinasakan oleh Allah sang pemilik kekuasaan tanpa batas.

Rendah hati juga merujuk kepada kesadaran kelemahan manusia atas kemampaun untuk mengatur kehidupan, alam semesta dan rakyat. Hukum dan aturan manusia sehebat apapun tidak akan mampu mengatur segalanya. 

Sebab segalanya adalah ciptaan Allah dan Allahpun telah menyediakan aturan dan hukum yang terbaik. Kerendahan hati penguasa dengan demikian juga ditunjukkan dengan menjadikan aturan dan syariat Allah sebagai sumber hukum dan perundang-undangan dalam menjalankan visi kekuasaannya.

Rakyat yang rendah hatipun demikian adanya, mereka hanya tunduk dan patuh secara totalitas kepada hukum dan aturan Allah semata, dengan meninggalkan hukum dan aturan yang bukan berasal dari Allah. 

Kapitalisme sekuler yang mengabaikan hukum Allah dalam pengaturan kehidupan adalah sampah yang harus dibuang jauh-jauh. Komunisme atheis yang meniadakan eksistensi Allah lebih rendah dari sampat yang harus dibuang jauh-jauh.

Sebab pengabaian dan melupakan hukum dan peringatan Allah hanya akan melahirkan kehidupan yang sempit karena akan dilupakan oleh Allah Sang Maha Pengatur. Allah berfiman dalam surat Thahaa ayat 124 sampai 126 yang artinya dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat ?. Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".

Muhasabah terakhir adalah kita harus selalu ingat mati yang merujuk kepada kesadaran bahwa setiap manusia ujungnya adalah ajal dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akherat atas seluruh perilakunya di dunia. Dunia hanyalah kebun tempat menanam yang akan dipanen di akherat. 

Kebaikan yang ditanam akan panen kebaikan, begitupun sebaliknya. Kesombonga Fir’aun yang merasa sok berkuasa dan sok memiliki kekuatanpun akan berhenti dengan datangnya ajal kematian.

Ingat mati akan menjadikan penguasa dan rakyat selalu bersikap hati-hati dan senantiasa berjalan di atas jalan Allah, sebab dengan bekal taqwa dan amal sholehlah kematian seseorang akan berakhir dengan khusnul khatimah. Kesadaran ingat mati akan menjadikan penguasa dan rakyat akan menjadikan waktu kehidupannya sebagai sarana ibadah dan bekal mati.

Kekuasaan tidak dibawa mati, yang dibawa ketika selama berkuasa dijadikan sebagai sarana pengabdian dan amal sholeh, tidak melanggar ajaran Islam serta hanya menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Negara yang lillah, penguasa yang lillah dan rakyat yang lillah akan melahirkan keberkahan dari langit dan bumi sebagai tanda kemurahan dan pertolongan Allah.

Jika di Indonesia semua ini belum terwujud, maka mungkin penguasa dan rakyatnya masih jauh dari Allah, atau bahkan menjadi pembangkang hukum dan aturanNya. Karena itu penting meluruskan dan menguatkan aqidah tauhid, ilmu da akhlaknya. Renungkanlah wahai penguasa dan rakyat semuanya.

(Kota Hujan, 06/04/24 M : 27 Ramadhan 1445 H : 13. 40 WIB) 


Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Dosen Filsafat 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar