Topswara.com -- Bulan suci Ramadhan yang seharusnya menjadi momen meningkatkan keimanan dan ketakwaan ternyata telah ternoda oleh aksi kejahatan yang makin marak terjadi. Sejumlah orang melakukan tindak kriminal di saat kaum muslim tengah menjalani ibadah puasa setahun sekali ini.
Meningkatnya angka kriminal dan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat pada bulan Ramadan diungkapkan oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Edi Adrimulan Chaniago.
Tercatat hingga 18 Maret 2024, terjadi kenaikan kasus kejahatan sebanyak 1.145 atau 112,14 persen. Angka ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 1.046 kasus kejahatan. Terdapat 5 jenis kejahatan yang menjadi catatan tertinggi kepolisian, yakni pencurian dengan pemberatan, narkotika, curanmor, judi, dan pencurian dengan kekerasan. (jawapos.com, 22/3/2024)
Mengapa kejahatan meningkat di bulan Ramadhan? Bagaimana riayah negara hingga rakyatnya sampai melakukan tindak kejahatan di bulan suci? Bagaimana Islam melihat fenomena peningkatan kejahatan di bulan Ramadhan?
Kemiskinan Mendorong Kejahatan
Meningkatnya kejahatan di bulan Ramadhan tidak terlepas dari latar belakang ekonomi masyarakat. Kondisi ekonomi yang sulit membuat orang melakukan tindak kriminal. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang nekat mencuri atau melakukan pelanggaran hukum lainnya.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto. Ia menilai bahwa meningkatnya tren kejahatan pada bulan Ramadan hingga menjelang lebaran disebabkan oleh peningkatan kebutuhan di masyarakat.
Peningkatan kebutuhan tersebut rupanya tidak diiringi dengan penghasilan sehingga masyarakat mengambil jalan pintas melalui aksi kriminal. Menurutnya, peningkatan kasus kejahatan ini merupakan siklus tahunan yang artinya setiap tahun terjadi. Ia menyayangkan antisipasi dari kepolisian seperti Operasi Kamtibmas yang hanya sebatas seremonial dan rutinitas tanpa ada evaluasi secara substantif. Kepolisian seharusnya punya langkah antisipatif yang lebih tepat. (mediaindonesia.com, 27/3/2024)
Meskipun pengamanan telah dilakukan, ternyata tindak kriminal masih terus marak. Ini karena yang dilihat hanya dari sisi hukum dan keamanan. Pendorong kejahatan dari sisi ekonomi tidak diselesaikan secara tuntas.
Ibaratnya, keamanan ditingkatkan, tetapi masyarakat seakan dibiarkan menghadapi tekanan ekonomi yang makin berat. Masyarakat akan terus kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keamanan terpelihara, tetapi kemiskinan dibiarkan tetap merajalela di tengah masyarakat. Rakyat tidak hanya butuh rasa aman dan tenang, tetapi juga butuh makan, sandang, dan papan yang layak untuk hidup.
Kehidupan Sekuler dan Iman yang Rapuh
Kejahatan bukan hanya karena didorong oleh faktor ekonomi. Kehidupan yang baik secara ekonomi tidak menjamin seseorang tidak melakukan tindak kejahatan.
Coba lihat para koruptor yang mencuri uang rakyat, padahal ia sudah memiliki kekayaan yang berlimpah. Lihatlah mereka yang disebut ‘sultan’ atau ‘crazy rich’ tetapi menumpuk kekayaan dengan cara yang tidak halal. Mereka sudah kaya, tetapi masih ingin lebih lagi. Mereka punya kekuasaan, tetapi menyalahgunakannya untuk kepentingan sendiri.
Hal itu muncul karena mereka tidak adanya rasa takut akan konsekuensi di akhirat nanti. Boro-boro takut hukuman penjara, dosa dan azab dari Sang Pencipta saja mereka tidak takut. Mereka lebih takut miskin atau kehilangan harta. Jadilah para pelaku kejahatan tersebut dengan entengnya melanggar aturan yang ada. Bukan hanya aturan manusia, tetapi terlebih lagi aturan Allah taala yang dilanggarnya.
Lemahnya keimanan menjadi salah satu pendorong manusia melakukan pelanggaran dan kejahatan. Tidak ada kontrol dalam perbuatannya. Orang merasa bebas berbuat apa saja. Ketika mengumpulkan harta misalnya, ia lakukan dengan segala cara tanpa melihat halal dan haramnya. Jangankan takut melanggar hak orang lain, perintah dan larangan Allah saja tidak ditakutinya.
Inilah kehidupan sekuler yang dijalani masyarakat sekarang. Kehidupan yang jauh dari agama membuat iman dan ketakwaan begitu rapuh. Akibatnya, manusia tersesat dalam godaan duniawi dan hawa nafsu yang menyesatkan. Tidak heran bila kejahatan dalam segala rupanya begitu marak terjadi.
Permasalahan kejahatan yang meningkat di bulan Ramadhan hingga menjelang lebaran tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang diterapkan. Penerapan sistem sekularisme kapitalisme oleh negara telah menjerumuskan masyarakat dalam kehidupan yang penuh dengan permasalahan dan penderitaan. Pelanggaran terjadi di mana-mana. Kemaksiatan merajalela. Kerusakan meluas ke seluruh bidang kehidupan.
Riayah Negara dengan Islam
Hal ini berbeda bila Islam diterapkan. Islam mewajibkan negara sebagai pelayan rakyat. Menjadi pelayan rakyat berarti tugas negara adalah mengurusi segala urusan rakyat. Semua yang menjadi keperluan rakyat, maka negara harus mengadakannya.
Islam memerintahkan negara tidak hanya mengatur soal kebutuhan fisik, sandang, pangan, papan, tetapi juga masalah pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan baik sebagaimana menjaga keamanan secara totalitas.
Negara harus memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan dan mendapatkan keamanan yang paripurna. Sistem ekonomi diterapkan sehingga kepemilikan harta bisa terlaksana dengan baik dan memberi maslahat bagi seluruh rakyat. Sistem sanksi ditegakkan sehingga pelanggaran bisa dihukum sesuai dengan ketentuan dan memberi efek jera bagi yang lainnya.
Penerapan sistem Islam akan benar-benar memfungsikan kekuatan tiga pilar, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara. Suasana ketakwaan sangat melekat dalam kehidupan. Setiap aktivitas dijalankan dalam rangka ketakwaan, baik oleh individu, masyarakat, ataupun negara. Setiap perbuatan dilakukan dalam kerangka takwa kepada Sang Pencipta.
Dengan begitu, pelanggaran bisa dihilangkan dan kehidupan masyarakat berada dalam kesejahteraan yang hakiki.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar