Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hilangnya Jaminan Keamanan Mudik di Sistem Kapitalisme

Topswara.com -- Jakarta yang telah santer dijuluki sebagai daerah perantau kini harus sepi karena ditinggal mudik. Namun, bagaimanakah mudik yang ada di kota metropolitan tersebut?

Kepolisian melaporkan adanya 195 kecelakaan yang terjadi selama dua hari dilakukannya Operasi Ketupat 2024 (Dilansir, news.solopos.com, 06/04/24)

Dari jumlah kecelakaan tersebut terdapat 25 orang korban yang meninggal dunia saat hendak melakukan mudik. Bahkan menurut Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol., Yusri Yunus melaporkan bahwa rata- rata perhari yang meninggal 12 orang pemudik. 

Operasi kemanusiaan atau Operasi Ketupat 2024 mulai 4 April 2024 atau kurang dari 7 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1445 H. 

Diprediksikan masyarakat yang melaksanakan mudik pada tahun ini mencapai 193, 6 juta orang. Hal ini lebih meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 123, 8 juta yang melakukan mudik. 

Di wilayah lain pun terjadi hal demikian meski tidak sepadat yang di kota metropolitan. Hal ini menjadi ancaman yang sangat berarti bagi masyarakat khususnya pemudik. Ancaman maut disetiap mudik lebaran. 

Alih-alih untuk bersilaturahim dengan kerabat akan tetapi justru mendapat duka. Apabila dilihat kondisi tersebut tidak hanya terjadi secara kebetulan saja. Namun, bagian dari kacaunya pengaturan pengelolaan pelayanan publik, yakni transportasi. 

Apatah lagi mobilisasi aktivitas masyarakat saat menggunakan fasilitas umum sedang dikomersialisasikan. Sehingga pengelolaan fasilitas umum termasuk jalan dikelola dengan prinsip untung dan rugi. Bisnis. 

Padahal, tentu rakyat berhak atas fasilitas tersebut jika saja pemerintah tidak memberikan ruang untuk menjadikan fasilitas umum sebagai lahan bisnis. Namun, apalah daya itulah kenyataan yang dihadapi masyarakat kini di sistem pemerintahan yang kapitalistik. 

Pemerintahan yang kapitalistik ini bukan berarti hanya sekadar sarkasme namun inilah fakta pahit rakyat kini. Masyarakat harus rela bersusah payah hingga meregang nyawa sebab negara hadir sebagai regulator saja. 

Ibaratnya pemerintah seperti sedang menjadi wasit antara pengusaha dan rakyat. Agar pengusaha langgeng menjadi produsen dan rakyat tak punya pilihan selain untuk menjadi konsumen tetap. Apatah lagi ini tentang fasilitas transportasi yang sangat vital. 

Hal ini amat terindera ketika terbukanya keran investasi besar-besaran yang telah lalai dari prinsip keselamatan pengguna trasportasi. Bahkan, masalah di lalu lintas seringkali dianggap biasa diantaranya yaitu, kemacetan, keamanan dan keselamatan yang tidak terjamin, serta infrastruktur yang tidak memadai, kalaupun memadai maka tarif tol mahal. 

Adapun masyarakat yang masih memiliki prioritas pengeluaran dana, memilih untuk menempuh jalur jalan lain yang dirasa lebih meringankan biaya. Namun, resiko besar lakalantas harus siap saja dihadapi. 

Kondisi tersebut sangat disayangkan sebab pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan keselamatan masyarakat apatah lagi saat mudik yang menjadi tradisi hanya mengandalkan operasi kemanusiaan dari pihak-pihak tertentu tanpa skema yang lebih ekstraordinary. Seperti langkah untuk bebas kemacetan saat mudik. Kini, hanya dengan konsep mengurai kemacetan. 

Inilah kondisi ironis pemerintahan yang kapitalistik. Di sisi lain, berbeda prinsip dalam Islam dalam mengelola layanan publik. Ada tiga hal, yaitu: 

Pertama, pembangunan infrastruktur merupakan tanggung jawab penuh negara. Sebab menjadi bagian vital aktivitas masyarakat. Apatah lagi, biaya infrastruktur transportasi cenderung lebih mahal maka skema untuk membuka keran investasi tidak bisa dilakukan karena harga atas modal pembiayaannya akan membebani rakyat. 

Kedua, pola perencanaan wilayah yang baik akan memudahkan pengurangan kebutuhan transportasi. Sebagaimana dalam kota Baghdad, setiap kota direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu. Fasilitas umum lainnya seperti masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri dll sehingga masyarakat diberi kemudahan tetap berdomisili diwilayahnya. 

Fasilitas umum tersebut dengan kualitas yang standar juga didesain agar mampu dijangkau dengan perjalanan kaki yang wajar. 

Ketiga, membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir. Hal ini tercermin dari berbagai moda transportasi.  Transportasi udara dengan penemuan ilmuwan muslim Abbas Ibn Firnas yang melakukan serangkaian percobaan untuk terbang. Hal ini 10 abad lebih awal dari wright bersaudara. 

Transportasi darat menggunakan kuda atau unta. Transportasi laut dengan kapal yang berkapasitas dagang diatas 1000 ton dan kapal perang untuk 1500 orang. 
Selain itu, penemuan kereta api di Jerman pada abad ke-19. Kekhilafahan utsmani segera membuat jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji.

Inilah kondisi pelayanan pemerintah di masa itu. Sehingga urgensi paling utama pemerintahan saat ini yaitu membuat skema teknologinyang lebih efisien serta menata ulang basis pengelolaan transportasi. 

Hal utama lainnya seperti dengan menutup regulasi skema bisnis, meninggalkan muamalah yang melanggar syariat, menjamin mudahnya rakyat mengakses fasilitas dengan murah bahkan gratis serta mampu melindungi rakyat dari bahaya yang disebabkan kesalahan teknis infrastruktur. 

Sebab nyawa manusia amat berarti. Dalam Islam satu korban jiwa saja diibaratkan telah merusak bumi dan seisinya. 

Rasulullah SAW bersabda: 
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasa’i dan Tirmidzi)

Kondisi masyarakat yang dilayani oleh pemerintahnya hanya bisa dirasakan ketika ajaran Islam diterapkan dalam naungan khilafah islamiah. 


Oleh: Kiki Zaskia, S.Pd.
Pemerhati Media
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar