Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bulan Ramadhan, Mampukah Umat Islam Bebas dari Riba?

Topswara.com -- Bulan suci Ramadhan bukan saja menjadi momen peningkatan semangat beribadah bagi umat Islam. Di bulan ini peningkatan konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa juga meningkat. 

Menjadi relevan ketika diprediksi bahwa dunia industri khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pun membutuhkan tambahan modal untuk meningkatkan produksi guna memenuhi peningkatan permintaan yang terjadi. 

Sebagaimana prediksi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengenai penyaluran pinjaman online (pinjol) yang kemungkinkan melonjak saat Ramadhan 2024. (finansial.bisnis.com/03/03/24)

Mengapa Pinjol?

Pinjol lebih disukai oleh pelaku UMKM karena dianggap lebih mudah serta cepat dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan. Tingginya pertumbuhan pembiayaan pinjol ditunjukkan oleh data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana pada Mei 2023 pembiayaan pinjol terhadap UMKM baik perseorangan maupun badan usaha masing-masing sebesar Rp 15,63 triliun dan Rp 4,13 triliun. (www.cnbcindonesia.com/10/07/23).

Pelaku usaha pembiayaan serta OJK sebagai lembaga berwenang dalam hal ini, melihat kebutuhan UMKM terhadap pinjol sebagai peluang usaha yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan. 

Keberhasilan menyediakan modal usaha bagi UMKM berarti keuntungan bagi mereka. Namun bagaimana jika aktivitas pembiayaan pinjol ini dipandang dari sudut pandang Islam?

Sudah selayaknya kita sebagai muslim memandang segala sesuatu dari sudut pandang Islam. Sebab Islam diturunkan oleh Allah swt melalui utusannya Muhammad Rasulullah SAW ialah sebagai aturan hidup atau way of life

Buktinya kita disuruh masuk ke dalam Islam secara total. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat al Baqarah ayat 208:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” 

Ahli tafsir Ibnu Katsir memaknai ayat tersebut bahwa Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya, hendaklah mereka berpegang kepada tali Islam dan semua syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangannya dengan segala kemampuan yang ada pada mereka.

Maka terhadap syariah Islam dalam aspek ekonomi pun harus kita imani dan kita patuhi. Dalam ekonomi Islam, riba merupakan unsur yang terlarang. Keharaman riba telah jelas di kalangan ulama, salah satunya disampaikan dalam Kitab Nizhamul Iqtishady karya Syekh Taqiyuddin an Nabhani. Riba merupakan keuntungan dari aktivitas utang piutang. 

Celakanya, aktivitas ekonomi non riil yang dilestarikan di sistem kapitalis sekuler sekarang ini seperti halnya pinjol basisnya adalah riba. Tanpa riba mustahil para pelaku usaha pembiayaan mendapatkan keuntungan. 

Cara pandang kapitalisme sekularisme yang menjadikan riba sebagai aspek penting dalam perekonomian menjadi bencana bagi masyarakat muslim. Karena pada akhirnya kaum muslimin digiring untuk mengambil riba sebagai konsekuensi logis kebutuhan mereka terhadap modal usaha. 

Negara dalam sistem kapitalisme sekularisme juga berperan sebagai regulator. Pemerintah tidak merasa memiliki tanggungjawab menyediakan modal usaha non riba bagi rakyatnya yang membutuhkan. 

Justru bagi pemerintah, kebutuhan UMKM terhadap tambahan modal usaha terutama di bulan Ramadhan sebagai peluang keuntungan berupa riba. 

Alhasil, secara berjamaah umat muslim melanggar larangan Allah swt dalam hal riba. Padahal ancaman Allah SWT terhadap para pemakan riba mengerikan. Rasulullah SAW bersabda: “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Tentu miris sekali, di saat kita berada di bulan penuh berkah, kita berharap Allah swt melipatgandakan pahala ibadah kita, justru negeri ini melakukan aktivitas riba yang dibenci Allah SWT. 

Sistem kapitalisme sekularisme yang dijadikan sebagai panduan hidup bermasyarakat dan bernegara hari ini telah menjadikan kaum muslimin tidak menjalankan Islam secara total. 

Kita bisa menghindari riba jika kita mengganti sistem kapitalisme sekularisme dengan sistem pemerintahan Islam yakni khilafah. Dalam khilafah jelas riba dilarang keberadaannya sama sekali. Politik ekonomi Islam yang bebas riba lebih mampu menciptakan roda perekonomian yang lancar. 

Sebab hanya ada aktivitas ekonomi riil saja, sehingga tidak ada penumpukan peredaran uang di pasar non riil seperti hari ini. Ekonomi Islam sekaligus menjamin pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat. 

Peran penguasa dalam pemerintahan Islam adalah sebagai ra’in atau pengurus. Dengan pengelolaan kas negara ala Islam, negara mampu menyediakan dana untuk UMKM tanpa memungut riba. Kita pun bisa menjalankan ibadah Ramadhan dengan khusyuk karena kehidupan kita bebas riba. Masya allah, indahnya membayangkan hidup dalam naungan khilafah.


Oleh: Eva Arlini 
Pengurus Rumah Qur'an al Aqsho 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar