Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inilah Pandangan Ulama soal Jilbab dan Khimar


Topswara.com -- Peneliti Raudhah Tsaqofiyyah, Ajengan Yuana Ryan Tresna, M.Ag. soal jilbab (baju gamis) dan Khimar (kerudung).

Ada beberapa poin utama yang harus dipahami: Pertama, busana yang harus dikenakan wanita muslimah ketika keluar dari rumah adalah khimar dan jilbab.

Kedua, khimar adalah kain kerudung (penutup kepala) yang diulurkan hingga menutupi dada atas wanita.

Ketiga, jilbab adalah pakaian luas yang dikenakan di atas pakaian biasa (pakaian sehari-hari), dan ia wajib diulurkan hingga ke bawah kaki. Hanya saja, jilbab wajib dikenakan ketika wanita hendak keluar dari rumah. Adapun jika ia berada di dalam rumah, ia tidak diwajibkan mengenakan jilbab, dan cukup mengenakan pakaian sehari-hari.

Keempat, adapun jika di dalam rumah ada non mahram, maka wanita muslimah wajib menutup aurat dengan sempurna. Adapun memakai jilbab adalah lebih utama dan lebih hati-hati. 

Kelima, sedangkan pada saat di luar rumah, meski tidak terlihat ada laki-laki non marham, maka tetap wajib mengenakan jilbab dan khimar. 

Keenam, ketentuan penggunaan jilbab tersebut dikecualikan bagi wanita muslimah yang sudah monopouse dan sudah tua serta tidak punya gairah seksual. 

Apa itu rumah dan makna keluar rumah? Gambarannya adalah sebagai berikut:

Pertama, sudah merupakan perkara yang makruf bahwa rumah yang dimaksud dalam ungkapan "keluar rumah" adalah keluar dari rumah yang merupakan kehidupan khususnya. 

Kedua, kalau menginap di hotel bersama suaminya, maka kamar hotel tersebut itu kehidupan khusus bagi mereka. Kalau lobby hotel adalah kehidupan umum. 

Ketiga, ketika mahasiswi ngekost atau kontrak rumah, maka itu adalah kehidupan khusus bagi mereka. Luar kontrakan adalah kehidupan umum. 

Keempat, pada area yang di luar kehidupan khusus, maka wajib kenakan jilbab. Misal di sebuah kampung yang rumahnya jauh dari tetangga, maka ketika menjemur baju ke luar, tetap harus pakai jilbab meski diduga tidak laki-laki asing yang lewat.

Kelima, adapun rumah orang lain seperti rumah kerabatnya bukanlah kehidupan khusus baginya, sehingga seorang muslimah tetap wajib menggunakan jilbab dan khimar. 

Argumentasi bahwa jilbab adalah pakaian khusus saat di luar rumah adalah sebagai berikut:

Pertama, harus dibedakan antara kewajiban menutup aurat dan kewajiban mengenakan pakaian tertentu. Selain memerintahkan wanita untuk menutup auratnya, syariat Islam juga mewajibkan wanita untuk mengenakan busana khusus ketika hendak keluar rumah. Dengan kata lain, kewajiban menutup aurat adalah satu sisi, sedangkan kewajiban mengenakan busana Islami (jilbab dan khimar) adalah kewajiban di sisi yang lain. Dua kewajiban ini tidak boleh dicampuradukkan, sehingga muncul persepsi yang salah terhadap keduanya. 

Kedua, bukti bahwa jilbab itu pakaian khusus adalah hadis HR. Abu Daud sebagai berikut:

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ تُرْخِينَهُ شِبْرًا قَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفَ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ تُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا تَزِدْنَ عَلَيْهِ

Hadis ini menjelaskan bahwa pakaian luar (jilbab) yang dikenakan wanita, yakni mula'ah atau milhafah, mesti diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Oleh karena itu, jika seorang wanita menutupi kedua kakinya dengan kaus kaki atau sepatu, maka ia belum disebut irkha' (mengulurkan) jilbab. Sebab, yang dituntut oleh syariat adalah irkha` (mengulurkan jilbab) hingga ke bawah kedua kaki, bukan sekedar menutup kedua mata kaki. 

Ketiga, bukti bahwa jilbab itu adalah baju yang dikenakan di atas baju sehari-hari ketika keluar rumah adalah hadits berikut ini (HR. Muslim):

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا

Hadis ini menerangkan bahwa jilbab bukanlah pakaian utama yang dikenakan oleh wanita untuk menutup auratnya, akan tetapi, ia adalah pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian utama (pakaian sehari-hari), ketika wanita itu hendak keluar dari rumahnya. Dengan kata lain, jilbab adalah busana lain (busana kedua) yang dikenakan untuk menutup busana utama, dan ia dikenakan khusus ketika hendak keluar dari rumah.

Kesimpulan Syaikh Atha bin Khalil Abu al-Rasytah terkait keharusan pakai jilbab ketika keluar dari kehidupan khusus:
Pertama, dalil bahwa jilbab adalah pakaian yang dikenakan di luar rumah (kehidupan umum) adalah hadis riwayat imam Bukhari dan Muslim dari Ummi Athiyyah Ra.,

روي عن أم عطية أنها قالت: «أَمَرَنا رسولُ اللهِ r أن نُخْرِجَهُنَّ في الفِطْرِ والأضحى، العواتقَ والحُيَّضَ وذواتِ الخدورِ، فأما الحيّضُ فيَعْتَزلْنَ الصلاةَ وَيَشْهَدْنَ الخَير، ودعوةَ المسلمين. قلت يا رسولَ اللهِ إحدانا لا يكونُ لها جلبابٌ، قال: لِتُلْبِسْها أختُها من جِلبابِها» أخرجه مسلم،

Lalu Syaikh Atha bin Khalil mengatakan: 

 فهذه الأدلة صريحة في الدلالة على لباس المرأة في الحياة العامة. فالله تعالى قد وصف في هاتين الآيتين هذا اللباس الذي أوجب على المرأة أن تلبسه في الحياة العامة وصفاً دقيقاً كاملاً شاملاً.

Dalil-dalil ini jelas menunjukkan pakaian wanita dalam kehidupan publik. Allah SWT telah menguraikan dalam dua ayat ini (QS. an-Nur: 31 dan Al-Ahzab: 59) pakaian yang diwajibkan bagi seorang wanita untuk dikenakannya dalam kehidupan umum, dengan penjelasan yang detil, sempurna dan menyeluruh.

Juga argumentasi lain,

حيث قالت للرسول : «إحدانا لا يكونُ لها جلبابٌ» فقال لها الرسول r: «لِتُلبسْها أختُها من جِلبابِها» أي حين قالت للرسول: إذا كان ليس لها ثوب تلبسه فوق ثيابها لتخرج فيها، فإنه أمر أن تعيرها أختها من ثيابها التي تلبس فوق الثياب، ومعناه أنه إذا لم تعرها فإنه لا يصح لها أن تخرج، وهذا قرينة على أن الأمر في هذا الحديث للوجوب،

Sampai pada penegasan,

 أي يجب أن تلبس المرأة جلباباً فوق ثيابها إذا أرادت الخروج، وإن لم تلبس ذلك لا تخرج.

Yakni wajib bagi wanita mengenakan jilbab di atas baju sehari-harinya ketika ia hendak keluar rumah (keluar dari kehidupan khusus), jika tidak, maka ia tidak boleh keluar rumahnya. 

Kedua, beliau membuat rincian penjelasan terkait jilbab sebagai berikut:

- فإن الشارع أوجب على المرأة أن يكون لها ثوب تلبسه فوق ثيابها...
- فأوجب عليها أن تكون لها ملاءة أو ملحفة تلبسها فوق ثيابها...
- وإذا خرجت من غير ثوب تلبسه فوق ثيابها أثمت...
- فبين بصـراحـة وجوب أن يكون لها ثوب تلبسه فوق ثيابها حين الخروج...
- ومن هذا يتبين أنه يجب أن يكون للمرأة ثوب واسع تلبسه فوق ثيابها لتخرج فيه...

Pertama, Allah mewajibkan seorang wanita untuk memakai pakaian (jilbab) untuk dikenakan di atas pakaian sehari-harinya saat di rumah (tsaubul mihnah).

Kedua, Allah mewajibkan padanya untuk mengenakan baju kurung dan terusan yang longgar dikenakan di atas pakaian sehari-harinya saat di rumah.

Ketiga, dan jika dia keluar tanpa mengenakan pakaian yang dikenakan di atas pakaian sehari-harinya saat di rumah, maka dia berdosa.

Keempat, Allah dengan jelas menyatakan bahwa saat keluar rumah dia harus memakai pakaian yang dikenakan di atas pakaian sehari-harinya saat di rumah.

Kelima, dari sini menjadi jelas bahwa untuk pergi keluar rumah, seorang wanita harus mengenakan pakaian lebar yang dikenakan di atas pakaian sehari-harinya saat di rumah.

Wallahu a'lam. 



Ajengan Yuana Ryan Tresna
Peneliti Raudhah Tsaqafiyyah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar