Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nasib Buruk Pekerja Migran, Dampak Buruk Ekonomi Kapitalisme


Topswara.com -- Manusia secara fitrahnya memiliki kebutuhan jasmani yang harus di penuhi seperti kebutuhan pokok atau basic human needs yang dapat di jelaskan sebagai kebutuhan penting untuk dipenuhi demi keberlangsungan hidup manusia. 

Saat ini manusia harus bekerja agar memiliki pemasukan ekonomi guna terpenuhi kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Namun saat ini, lapangan pekerjaan semakin sulit untuk di dapatkan yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran.

Di Indonesia sendiri, setiap tahunnya ratusan hingga ribuan lulusan universitas yang saling berlomba untuk mencari pekerjaan. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara SDM yang ada dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. 

Situasi akibat keterbatasan kesempatan bekerja di Indonesia ini membuat masyarakat berfikir untuk keluar dari keterbatasan lapangan dan kesempatan kerja di lingkungannya, dengan mengambil keputusan untuk pergi ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia atau sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik di lakukan oleh laki-laki maupun perempuan.

Mereka yang memutuskan untuk bekerja di luar negeri kebanyakan karena ingin mendapatkan gaji yang besar dan syarat untuk bekerja yang mudah. Hal ini juga menggambarkan bahwa kondisi kemiskinan masih banyak terjadi di dalam negeri. 

Tidak jarang, mereka berangkat hanya dengan modal nekat untuk merubah nasib guna dapat menafkahi anak istri atau membantu perekonomian keluarga.
Keamanan untuk migrasi nyatanya hanya isapan jempol belaka. Bahkan, selama sistem ekonomi kapitalisme yang digunakan, maka keamanan pekerja akan mustahil terwujud. 

Apalagi di dalam kapitalisme perempuan di dorong untuk ikut bekerja guna menopang perekonomian keluarga, bahkan negara. Sedangkan yang lebih diuntungkan adalah para kapital.
Pemerintah  juga selalu memperingati setiap tanggal 1 Mei sebagai peringatan hari buruh International. 

Namun, setiap tahun buruh tetap menuntut kesejahteraan. Faktanya tuntutan mereka tidak pernah terealisasi, justru nasib mereka masih saja memprihatinkan.

Buruh perempuan juga mengalami nasib yang lebih memprihatinkan. Sebagai mana yang di alami oleh Meriace, seorang mantan pekerja migran Indonesia berasal dari Nusa Tenggara Timur. Dia mengaku mendapatkan penyiksaan yang kejam oleh majikannya selama bekerja di negeri Jiran sekitar delapan tahun ,delapan bulan lalu. 

Ribuan kasus yang sama juga menimpa pekerja rumah tangga Indonesia di Malaysia, ratusan di antaranya mengalami kasus penganiayaan termasuk penyiksaan fisik (bbcindonesia.com, 3/3/2023).

Kasus yang terjadi di Malaysia, hanyalah salah satu dari fakta yang ada saat ini. Banyak kasus serupa yang terjadi di belahan bumi lain, bahkan berujung dengan hilangnya nyawa pekerja migran. Berbagai gerakan serta organisasi dibentuk untuk melindungi para pekerja migran. Upaya dan berbagai cara terus dilakukan. 

Namun, selama gerakan tersebut berdasarkan asas kapitalisme maka wajar jika realitas yang ada sulit di hentikan. Sebab dalam tolak ukur gerakan ini adalah nilai-nilai kapitalisme, di antaranya adalah kebebasan. Kapitalisme akan mengesampingkan keadilan dan lebih mengutamakan asas kepentingan.

Selain itu, sistem kapitalisme juga telah merebut kekayaan sumber daya alam di negeri ini. Kapitalisme mengizinkan sumber daya alam untuk di kuasai oleh segelintir orang. 

Akibatnya, rakyat menderita di negeri yang kaya raya. Pengangguran dimana-mana,kemiskinan pun merajalela. Nyatanya, sistem ini telah melahirkan nasib buruk bagi masyarakat, termasuk pekerja migran.

Tentu, hal ini sangat berbeda dengan Islam. Islam menjamin keamanan bagi pekerja, baik laki-laki ataupun perempuan.  Allah menetapkan penganiayaan juga pembunuhan sebagai dosa besar. Al-Qur'an telah menetapkan bahwa pembunuhan tanpa alasan yang telah dibenarkan oleh syarak, berarti telah membunuh seluruh manusia. 

Islam memberi hukuman yang tegas dan keras berupa qishosh bagi pembunuh, tau membayar diyat 100 ekor unta jika pihak keluarga terbunuh mau memaafkan. Dengan sanksi hukum Islam, akan memberikan efek jera bagi pelaku, dan orang lain akan takut melakukan kejahatan yang sama.

Islam juga menjamin nafkah seorang perempuan juga anak-anak yang tidak memiliki wali yang bisa menanggung nafkahnya. Perempuan tidak perlu banting tulang, menjadi tulang punggung keluarga. Terlebih, harus migrasi meninggalkan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga untuk sesuap nasi.

Sistem Islam juga akan mengelola sumber daya alam berdasarkan syariat Islam. Dengan pengelolaan sumber daya alam berdasar syariat Islam ini, negara mampu membuka lapangan pekerjaan yang banyak. 

Negara akan membantu para kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan, tanpa perlu bersusah payah memenuhi menjadi butuh ke negeri asing demi sesuap nasi. Selain itu, negara juga menjamin kebutuhan pokok publik, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan secara berkualitas dan gratis.

Dengan mekanisme yang dijalankan negara yang menerapkan sistem Islam, perempuan bisa memainkan perannya yang begitu mulia, sebagai istri dan juga ibu generasi, yang siap membangun peradaban Islam yang mulia. Hanya dengan penerapan Islam sebagai kafah akan terwujud sistem kehidupan yang saling terkait. Keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan dapat diraih.
Wallahu a'lam bisshawab


Oleh: Adzkia Tharra
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar