Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miras Beredar di Negeri Mayoritas Muslim?


Topswara.com -- Beberapa hari ke depan, umat Islam di seluruh penjuru dunia akan memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan, senantiasa dinanti umat Islam dunia. 

Di Indonesia sendiri, terdapat ritual rutin menjelang Ramadhan, seperti yang dilakukan oleh aparat keamanan. Berdasarkan aduan dari masyarakat yang merasa resah karena warung-warung dan rumah warga yang ditengarai menjual minuman keras, maka Satuan Samapta Kepolisian Resor Situbondo Jawa Timur gencar merazia minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) dalam Operasi Penyakit Masyarakat. 

Dari hasil razia, AKP Supendi menuturkan bahwa polisi berhasil mengamankan puluhan botol kecil dan besar minuman keras dari berbagai jenis yang siap jual di Kecamatan Panarukan. Pihak kepolisian tidak hanya mengamankan barang bukti minuman keras dari warung dan rumah, tetapi juga telah menindak pemilik atau penjual dengan pidana ringan. (antaranews.com, 26/02/2023). 

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ritual tahunan ini menjadi hal yang lumrah demi menciptakan Kemananan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang kondusif menjelang bulan Ramadan. 

Tentu saja, langkah ini patut diapresiasi. Tetapi sayangnya, penertiban miras oleh aparat keamanan gencar dilakukan hanya untuk menyambut Ramadhan. Padahal, apabila dilihat dari dampaknya terhadap kesehatan dan kewarasan akal manusia, miras ini sangat berbahaya. Akankah hanya di Ramadhan saja minuman berbahaya ini dilarang? 

Secara umum, efek awal seseorang mengonsumsi miras adalah menurunnya tingkat kesadaran. Jika dikonsumsi secara berlebihan dan jangka waktu yang panjang, maka akan menimbulkan banyak masalah kesehatan. 

WHO menyatakan, miras telah membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Angka kematian ini jauh di atas angka kematian gabungan akibat AIDS, TBC dan kekerasan. WHO menambahkan, alkohol mengakibatkan satu dari 20 kematian di dunia setiap tahun setara dengan satu kematian manusia setiap 10 detik. (kompas.com, 12/05/2014). 

Ironinya, konsumsi miras di Indonesia terbilang cukup tinggi. Menurut catatan Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) pada tahun 2016, orang Indonesia mengonsumsi seratus juta liter bir pertahun, sama artinya dengan setiap orang Indonesia minum sebanyak 0,5 liter per hari selama setahun. 

Prihatin Peredaran Miras 

Bicara soal peredaran dan konsumsi miras yang haram hukumnya dalam Islam, adalah sangat memprihatinkan. Karena di Indonesia dengan penduduk muslim terbanyak, pemimpinnya beragama Islam, banyak ormas Islam di dalamnya, termasuk telah lama berdiri Majelis Ulama Indonesia, miras justru sangat mudah didapat. Walaupun ada embel-embel dibatasi dan diawasi, miras tetap saja bebas diperjualbelikan. 

Indonesia juga tercatat sebagai salah satu negara pengekspor minuman keras. Pada tahun 2019, ekspor miras melonjak hingga 52,70 persen dari tahun lalu, berbarengan dengan upaya perusahaan lokal mengenalkan produk wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. 

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor minuman beralkohol meroket menjadi US$18.25 juta pada 2018 dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya senilai US$11,95 juta. 

Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo prihatin dengan keadaan Indonesia yang mayoritas muslim, tetapi tidak memiliki  undang-undang yang secara tegas melarang miras. Sedangkan,  hampir semua negara liberal sudah memiliki aturan khusus tentang miras terkait produksi, distribusi, dan konsumsi miras yang tegas dan jelas. 

Contohnya di hampir semua negara bagian Australia, jika ada warga yang berusia 18 tahun dan ketahuan mengonsumsi miras, maka akan mendapatkan hukuman berupa denda hingga diproses pengadilan. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah Ormas Islam yang tergabung di dalamnya sangat mendukung disahkannya RUU larangan miras, mereka sepakat miras lebih banyak menimbulkan kerusakan atau kemudharatan, karena itu perlu regulasi yang mengaturnya. 

Berat Hati Pengesahan RUU Miras 

Namun sangat patut diragukan untuk mengesahkan RUU ini. Karena klaim negara bahwa miras memberikan manfaat secara ekonomi yakni berupa pendapatan negara. Pada tahun 2020, penerimaan cukai dari etil alkohol sebagai bahan dasar pembuatan miras, sebesar Rp 240 Miliar, dan minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) Rp 5,76 triliun. 

Apalagi industri minol sudah terbukti menyerap lapangan pekerjaan dan berhasil menyumbang devisa untuk negara. Industrinya sendiri adalah sponsor bagi pemasukan negara berupa cukai, yang penerimaannya per 31 januari 2021 secara total mencapai Rp9,09 triliun atau 5,05 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp180 triliun, angka yang sangat fantastis. 

Di tambah lagi demi mendukung industri pariwisata sebagai penarik wisatawan asing agar berkunjung ke Indonesia, miras mempunyai tempat tersendiri dalam bilik pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Secara hitungan untung dan rugi, jelas sangat berat bagi pemerintah untuk mengegolkan RUU ini. Karena, pasti akan ada penjegalan oleh para kapitalis dan liberalis, sebagai pengusaha berpengaruh di Indonesia. Pun bagi pemerintah pasti akan menghilangkan pundi-pundi pemasukan bagi devisa negara. 

Begitulah pandangan sistem kapitalisme. Tujuan hidup hanya demi mengumpulkan materi yang banyak. Asas sekularismenya telah mencampakkan aturan agama bagi kehidupan. Apapun itu sah-sah saja tidak peduli halal dan haram, surga dan neraka. 

Selama bisa menghasilkan manfaat terlebih keuntungan materi, mereka tidak akan menghiraukan dampak berbahaya yang ditimbulkan akibat mengonsumsi miras. Tidak hanya merugikan kesehatan dan akal, miras juga adalah penyebab pintu-pintu kejahatan lain akan terbuka. 

Miras Haram, Islam Memberikan Solusi 

Dalam Islam, salah satu minuman yang diharamkan Allah SWT. adalah khamr atau dengan kata lain adalah minuman keras (miras), dan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang keharamannya. 

Allah Azza Wa Jalla berfirman, 
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan"(TQS. Al-Maidah [5]: 90) 

Hadis lain juga menyebutkan bahwa Rasulullah SAW. melaknat sepuluh golongan orang yang terlibat dengan miras, pemeras buahnya, yang minta dibuatkan, yang mengantarkan minumannya, yang minta diantarkan, yang menuangkannya, yang memesannya, orang yang membelinya, yang minta dibelikan, yang meminumnya hingga yang memakan harganya (HR. Tarmizi dan Ibnu Majah). 

Sangat tegas dalil keharaman miras ini. Maka tidak ada alasan apapun bagi manusia untuk tetap mengukuhkan hubungannya dengan miras, apalagi dengan dalih materi (ekonomi). 

Suatu kepastian bahwa miras dengan segala dampak buruknya tidak akan hilang dalam kehidupan jika yang direngkuh negara masih sistem kapitalisme sekularisme. 

Hanya dengan Islam, seluruh umat manusia akan merasakan hidup aman di bawah naungan Khilafah. Karena Islam adalah agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta, baik muslim dan non muslim. Wallahu 'alam bis shawab



Oleh: Mia Kusmiati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar