Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miras Induk dari Segala Kejahatan


Topswara.com -- Miras ! Masalah klasik yang sensitif bagi umat Islam yang tidak pernah tuntas diberantas. Kalaupun ada hanya penertiban jelang Ramadhan diberbagai daerah. Operasi inipun berdasarkan pengaduan masyarakat yang resah dengan adanya warung-warung yang menjual miras tersebut.

Razia miras jelang Ramadhan jelas membuktikan bahwa sekularisme masih menjadi platform sistem kehidupan negeri ini. Miras bukan saja haram dibulan puasa, tetapi setiap bulannya kaum muslim berdosa jika menjual dan mengkonsumsi miras.

Terlebih yang digrebek adalah warung-warung yang dianggap sebagai tempat yang tidak mendapatkan izin untuk menjual miras. Lalu mengapa tidak ada razia untuk pemilik usaha besar seperti bar dan diskotik padahal ditempat tersebut berpeluang besar adanya bisnis ilegal semisal miras yang sepaket dengan perjudian, narkoba dan prostitusi. 

Kalaupun benar-benar serius memberantas, mengapa bukan pabrik mirasnya yang digrebek atau kran impor miras. Keberadaan pabrik miras dan penjualannya yang sudah memegang izin mendapat previlige (hak istimewa) bahkan terkesan dilindungi oleh oknum aparat.

Menjelang masuknya bulan suci mulia Polresta Kendari provinsi Sulawesi Tenggara berhasil menyita sebanyak 95 liter miras tradisional saat patroli gabungan diwilayah hukum Polresta Satgas (Minggu,19 Pebruari 2023). 

Hal yang sama juga dilakukan oleh Satuan Samapta Kepolisian Resor Situbondo Jatim akan terus menggencarkan razia miras dalam operasi penyakit masyarakat pada Sabtu ( 25 Pebruari 2023). 

Petugas merazia warung-warung didesa Kilensari kecamatan Panarukan yang di tengarai menjual bebas miras dengan berbagai jenis. Hasilnya menurut AKP Sudpendi, polisi berhasil mengamankan puluhan botol miras berbagai jenis baik di warung-warung dan dirumah warga di kecamatan Panarukan.

Dalam sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, miras akan tetap dan terus diizinkan beredar meski dengan tanda kutip "dibatasi dan diawasi." Pasalnya dalam sistem sekularisme aturan agama atau syariat dicampakkan, pembuatan aturan diserahkan kepada manusia melalui mekanisme demokrasi, sementara demokrasi adalah sistem politik ideologi kapitalisme.

Tolak ukur kapitalisme dalam segala hal termasuk dalam pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat adalah keuntungan atau manfaat terutama manfaat ekonomi.

Selama sistem kapitalisme sekuler tetap diadopsi dan diterapkan sementara syariat Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala mudharatnya.

Maka upaya pemberantasan miras yang dilakukan setengah hati oleh pemerintah melalui  kebijakan, memberikan peluang investasi miras masih memiliki payung hukum. 

Diterbitkannya Perpres Miras sebagai salah satu turunan dari UU Ciptaker menjadi peringatan tersendiri bagi umat Islam, meski pada akhirnya ditarik kembali, kasus ini memberikan masalah besar bagi tatanan kehidupan masyarakat. 

Revisi kebijakan ini terkesan hanya untuk meredam polemik saja, hingga pemerintah hanya merasa cukup mencabut lampirannya, sementara Perpresnya sendiri tetap lenggang kangkung, padahal muatannya tidak kalah membahayakan dan pastinya kemudharatan miras sangat jelas dipaparkan banyak peneliti dan pakar baik dari sisi kesehatan maupun masalah sosial yang ditimbulkan. 

Telah banyak kejahatan dan kriminalitas karena berawal dari barang haram ini. Akibat miras, pelaku kehilangan akal, mabuk-mabukkan, tidak sadar diri, ricuh hingga sering terjadi pemerkosaan, penganiayaan hingga pembunuhan yang marak terjadi, dan semuanya diawali dari miras.

Pemerintah masih saja memberikan peluang peredaran miras ditempat-tempat tertentu seperti kelab malam atau tempat pariwisata dengan alasan adanya manfaat ekonomi. Bahkan penguasa membuka investasi industri miras yang tertuang dalam Perpres nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, dan mirisnya miras pernah menyumbang Rp. 250 miliar pada kas negara.

Kebijakan yang kontraproduktif terhadap pelarangan miras, disatu sisi pemerintah menginginkan kehidupan masyarakat yang aman dengan diberlakukan pelarangan miras. Namun disisi lain, pemerintah juga ingin mendapatkan cuan dari penjualan miras yang senyatanya bisa menjadi penyumbang pendapatan negara. 

Maka kebijakan yang kontradiktif inilah yang terjadi ketika sistem ekonomi kapitalisme menjadi asas dalam pengelolaan negara.

Sedang kehidupan sekuler banyak melahirkan masyarakat liberal dimana mereka mempunyai paham kebebasan bertingkah laku. Masuknya budaya barat tanpa filter menjadikan mabuk sebagai gaya hidup yang kebablasan.

Miras akan tetap ada selama permintaan dan penawaran tetap tinggi, menjadi alasan gaya hidup yang liberal serta hedon dan dari penawaran tinggi inilah yang mendapat dukungan pemerintah dalam memberikan sumbangsih berupa pajak pendapatan bagi negara. 

Itulah wajah kapitalisme dalam memberantas miras bahwa segala sesuatu yang mendatangkan manfaat akan terus diproduksi meski itu haram, membahayakan kesehatan ataupun mengacaukan masalah sosial lainnya.

Islam Memberantas Miras

Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemudharatan. Allah SWT menyebut khamr (dan judi) bisa memunculkan permusuhan dan kebencian diantara orang beriman, memalingkan mukmin dari mengingat Allah, melalaikan shalat serta mensifati khamr dan judi dengan "Rij'sun" (kotor), perbuatan setan dan sebagainya. Semua ini mengisyaratkan dampak buruk dari miras.

Islam telah melarang total, semua hal terkait dengan miras dimulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen atau peminumnya.

Rasulullah SAW bersabda :  Dari Anas ia berkata, Rasulullah SAW telah melaknat terkait khamr ada 10 golongan yakni pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pengantarnya, yang minta diantarkan khamr, penuangnya, penjual, yang menikmati harganya, pembelinya dan yang minta dibelikan. ( HR At-Tirmidzi).

Hadis lain yang mengisahkan mudharatnya khamr. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, Nabi saw bersabda : " Minuman keras itu induk dari hal-hal yang buruk, siapa saja yang meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, jika ia meninggal sedangkan minuman keras berada dalam perutnya, maka ia akan meninggal dunia dalam keadaan jahiliyah " ( HR.Tabrani )

Untuk menciptakan kondisi masyarakat yang bebas miras, bukan hanya diberlakukan larangan secara mutlak, tetapi juga harus dibangun pemahaman pada tiap individu muslim bahwa miras adalah benda haram karena zatnya.
Begitupun sistem sanksi dalam Islam, akan sangat memberikan efek jera bagi si pelaku. Ali ra. berkata: 

"Rasulullah SAW mencambuk peminum khamr sebanyak 40 kali. Abu Bakar  juga 40 kali, sedangkan Ustman 80 kali. Kesemuanya adalah Sunnah, namun yang ini ( 80 kali) lebih aku suka ( HR.Muslim)

Untuk pihak selain yang meminum khamr maka sanksinya berupa sanksi ta'zir, bentuk dan kadar sanksi diserahkan pada Khalifah atau Qadhi sesuai ketentuan syariat.Tentunya sanksi itu harus memberikan efek jera (zawajir) dan wujud penebus dosa (jawabir) bagi pelakunya.

Produsen dan pengedar khamr pun tak luput dikenakan sanksi yang lebih keras dari peminum khamr pasalnya dari merekalah, berbagai permasalahan yang ditimbulkan yakni bahaya yang lebih besar dan luas bagi masyarakat. 

Karena itu miras haram dan harus dilarang secara total. Hal itu hanya bisa diwujudkan jika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi khilafah.

Wallahu alam bi-shawab .


Oleh: Kikin Fitriani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar