Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Media dalam Kapitalisme: Pejabat Hedonis, Rakyat Menangis


Topswara.com -- Pajak adalah hal yang terus mengintai kehidupan masyarakat. Masyarakat yang memilih menggunakan alat transportasi pribadi seperti motor atau mobil atau bahkan transportasi lainnya dikenakan pajak kendaraan. 

Bahkan saat ingin menikmati semangkuk bakso dengan kuah hangat pun tidak terlepas dari pajak bangunan tempat usaha kuliner tersebut berdiri. Slogan ‘Orang Bijak Taat Pajak' pun di serukan di dunia perpajakan agar masyarakat disiplin membayarkan pajaknya. Dilansir dari cnbcindonesia.com, pegawai pajak justru menunggak pajak (23/2/2023). 

Sebuah kenyataan yang ironi, slogan-slogan yang ada terasa begitu tajam ke rakyat dan amat longgar ke pegawai perpajakan itu sendiri. 

Dewasa ini jagat maya dihebohkan dengan kasus penganiayaan oleh MD, anak seorang pejabat Dirjen Pajak. Hal tersebut akhirnya menguak kehidupan keluarga pejabat perpajakan yang bergelimang kemewahan. 

Postingan foto kepemilikan kendaraan mewah hingga barang-barang brandednya tersebar luas. Disusul terkuaknya komunitas moge Belasting Rider Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berisikan para PNS DJP (nasional.kpntan.co.id 27/2/2023). 

Masyarakat terus dikejar pajak sedangkan para pejabatnya justru hidup dengan megah dan mewah. Tidak heran ramai warganet menyuarakan kekecewaannya walau hanya melalui konten sindiran. 

Menanggapi unggahan potret kehidupan mewah pejabat yang beredar dimasyarakat, Menkeu Sri Mulyani mengecam perilaku hedonis tersebut dan memerintahkan agar klub moge DJP dibubarkan. Ia menilai hal itu dapat mengikis kepercayaan masyarakat dan integritas Kemenkeu dan mengundang reputasi buruk akan jajaran Kemenkeu secara keseluruhan (tribunnews.com 28/2/2023).

Meskipun unggahan yang tersebar akhirnya di hapus, namun fenomena yang ada telah kembali menyadarkan kita betapa kekuasaan dan uang dalam paradigma kapitalisme hanya berpihak pada kepentingan pemilik modal. 

Mendapatkan kekuasaan walaupun dengan membelinya adalah suatu yang dianggap niscaya dalam sistem demokrasi. Seorang politisi yang ingin menjadi kontestan pemilu haruslah merogoh kocek sangat dalam. 

Dalam webinar yang digelar CSIS di jakarta 2020 lalu Mahfud MD membongkar sebanyak 82 persen dari data KPK bahwa pemilihan kepala daerah disponsori para cukong (tribunnews.com). 

Para kontestan pesta demokrasi jelas butuh peran pemodal untuk mendanai kampanyenya, yang mana dana digunakan untuk mendapat kekuasaan menjadi jalan agar kepentingan pemodal dapat terakomodasi melalui kebijakan penguasa.

Saat berhasil mendapat kursi jabatan, uang yang dimiliki ditambah dengan kekuasaan yang diemban memungkinkannya untuk membeli media dan membungkam siapa saja yang dianggap menghalangi kepentingannya. 

Iya dapat dengan mudah menggunakan harta dan kuasa untuk menghilangkan jejak digital atau barang bukti lainnya demi penjagaan nama baiknya. Asal ada bayaran memadai semua hal bisa diatur dan dipesan sesuai keinginan dan sebagaimana kepentingan. 

Dalam tatanan yang memang memisahkan antara agama dan kehidupan saat ini kepemilikan akan materi yang bebas berlandaskan sebatas akal manusia memberikan banyak celah bagi para penguasa dapat berlaku zalim. 

Peran tanggung jawab kepengurusan pemerintah untuk melayani urusan rakyat justru tergadai dengan standar kebahagiaan yang hanya disandarkan pada aspek materi yang dirasakan pribadinya. Padahal gaji yang mereka terima ialah dari harta rakyat.

Dalam tatanan yang berlandaskan pengaturan Islam kaffah, negara akan menjalankan perannya untuk menjaga masyarakat dari kesia-siaan bersifat duniawi pun menjauhkan dari referensi yang menyusupkan paham liberalisme atas nama kebahagiaan individu. 

Negara akan memanfaatkan media yang ada untuk menyiarkan konten yang dapat menambah ketakwaan di tengah masyarakat dan menjadikan ridha Allah sebagai cita. Pengkondisian oleh negara dalam menciptakan suasana ketakwaan akan mendorong masyarakat saling berlomba dalam melakukan kebaikan. 

Saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, melakukan amar makruf nahi mungkar termasuk dalam mengoreksi kebijakan penguasa saat ada kezaliman. Negara juga akan secara saksama memberi pengawasan pada para pemangku jabatan karna memandang bahwa amanah yang tengah diemban sejatinya harus dipertanggung jawabkan diakhirat kelak. 

Disamping itu mekanisme yang diberlakukan untuk menjaga qanaah para pejabat ialah mulai dari perhitungan kekayaan sebelum menjabat dan setelah menjabat hingga diberlakukannya sanksi tegas jika ada pelanggaran oleh pejabat. Semua yang dilakukan semata-mata demi mejadikan kehidupan dalam bernegara mendapatlan limpahan berkah dari Allah Ta’ala.

Salah satu potret nyata kehidupan seorang pemimpin dalam sistem Islam ialah Khalifah Umar bin Khaththab ra. Beliau ra. memilih kualitas konsumsi makanannya sesuai tingkat kesejahteraan rakyatnya. 

Jika rakyatnya hanya bisa makan roti dan minyak zaitun, beliau pun akan mengonsumsinya agar dapat merasakan kesusahan rakyat. Beliau ra. Juga sangat jauh dari kemewahan. 

Meski beliau pemimpin dan kepala negara, pakaiannya penuh kain tambalan dan tempat tidurnya pun beralaskan tikar semata. Bahkan, ia pernah memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan pada rakyatnya yang kelaparan.

Betapa sistem Islam telah nyata melahirkan karakter pemangku amanah kepemimpinan dengan sikap sederhana dan qanaah, dan kekuasaan yang didapat tidak melenakan beliau sebab pandangannya ialah keridhaan Allah dalam alam akhirat. 

Kesadaran akan adanya pengawasan oleh Allah SWT menjadi perisai diri dan menjauhkannya dari langkah berbuat curang ataupun berkhianat. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah karakter pemangku kebijakan layaknya Umar bin Al Khatab bisa kita temukan secara masal. 

Oleh karena itu, sudah saatnya kita tinggalkan penerapan sistem sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan yang saat ini mencengkram dan kembali menerapkan Islam dalam tiap lini kehidupan kita. InsyaAllah dengannya keberkahan kehidupan  di dunia kita dapatkan dan dapat menghantarkan kita pada keselamatan di akhirat. 

Wallahua’lam bissawab.


Oleh: Agustin Pratiwi
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar