Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Depo Plumpang Diamuk si Jago Merah, di Mana Peran Negara?


Topswara.com -- Jumat (3/3) malam langit Jakarta memerah, jerit tangis dan teriakan meminta tolong memecah keheningan, kebakaran hebat terjadi di Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara. 

Dikabarkan api telah melalap permukiman warga yang ada di sekitar depo dan memaksa 1.085 warga harus mengungsi. Kejadian ini juga telah menewaskan sebanyak 17 orang dan dua di antaranya adalah anak-anak, 49 orang luka berat, dan dua orang luka sedang. 

Para korban dilarikan ke beberapa rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis, di antaranya RSUD Koja, RS Tugu, RS Mulyasari, RS Pelabuhan, dan RS Firdaus.

Aparat menduga penyebab kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Koja, Jakarta Utara, pada Jumat (03/03) berhubungan dengan gangguan teknis saat pengisian ulang bahan bakar pada Jumat malam sehingga mengakibatkan ledakan yang hebat dan menyambar permukiman warga disekitar depo.

Mirisnya, peristiwa ini bukan kali pertama terjadi di kawasan padat penduduk itu. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla (JK)  tahun 2009 lalu, kebakaran serupa pernah melanda Depo Pertamina Plumpang pada Minggu (18/1/2009) di malam hari pula, pukul 21.00 WIB. 

Kebakaran itu melanda depo 24 yang menampung 5.000 kiloliter BBM jenis premium. Kobaran api baru bisa dipadamkan setelah sembilan jam tim pemadam berjibaku dengan si jago merah.

Saat itu, Bapak JK pernah memperingatkan tentang bahayanya permukiman warga yang terlalu dekat dengan salah satu terminal BBM paling penting di Indonesia tersebut. 

Beliau menyampaikan bahwa harus ada jarak aman antara depo dan permukiman warga, sehingga harus segera dilakukan pembebasan lahan di sekitar kawasan depo di seluruh Indonesia (kumparan.com,19/1/2009). 

Pengamat tata kota Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna mempertanyakan perihal siapa yang memberikan rekomendasi permukiman penduduk di kawasan depo BBM. Menurut Yayat, depo itu pertama dibangun pada tahun 1974. 

Pada saat itu, kawasan Jakarta belum sepadat dan seramai sekarang. Bisa dikatakan depo Plumpang bersih dari permukiman. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, kepadatan penduduk semakin meningkat. 

Pembangunan permukiman meluas, bahkan jarak dengan tembok pembatas depo hanya 20 meter. Padahal, ukuran tangki BBM yang semakin besar seharusnya diikuti dengan jarak yang semakin jauh dari rumah warga (KOMPAS.TV.com, 4/3/2023).

Sekarang pertanyaannya siapa yang paling bertanggung jawab atas peristiwa ini? Siapa yang mengizinkan dan memberikan rekomendasi pada warga untuk membuat hunian di daerah yang terlarang dan berbahaya? 

Wilayah yang seharusnya tidak menjadi tempat hunian warga, kenyataannya saat ini dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan diberi KTP, dibentuk pengurus RT RW, diberi fasilitas air, listrik, dan prasarana jalan yang memadai.

Dalam pertemuannya dengan pimpinan Pertamina, Senin (06/03), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan pihaknya telah memutuskan untuk merelokasi Depo Pertamina Plumpang ke lahan milik PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. 

Wacananya lahan tersebut akan siap dibangun pada akhir tahun 2024. Pembangunan depo baru di lahan Pelindo itu diperkirakan membutuhkan waktu antara 2 hingga 2,5 tahun. Dengan kata lain keberadaan depo baru tersebut baru akan terealisasi sekitar 3,5 tahun ke depan (www.antaranews.com, 06/03/2023). 

Bila kita telaah lebih dalam musibah ini,  jelas sekali terlihat adanya kesalahan dari tata kelola kependudukan di negeri ini. Bagaimana mungkin permukiman penduduk bisa diizinkan berdiri di lahan yang sudah jelas berbahaya bagi warga.

Peristiwa ini juga menunjukkan abainya negara terhadap keselamatan rakyat.  Apalagi sebelumnya pernah terjadi kebakaran yang serupa. Peristiwa kelam yang lalu tidak menjadi pelajaran, kritik dan masukan yang membangun tidak menjadi acuan. Keselamatan rakyat bukan prioritas utama. Bahaya nyata mengancam keselamatan rakyat yang telah nyata pula diabaikan oleh negara. 

Di sisi lain kejadian ini semakin membuka mata kita tentang kurangnya perhatian negara pada rakyatnya terutama dalam hal pemenuhan kewajiban akan kebutuhan tempat tinggal bagi rakyatnya. Kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang seharusnya dipenuhi pemerintah tanpa pandang bulu. 

Campur tangan pemerintah sangatlah penting dalam hal penyediaan tempat tinggal ini, dibutuh perencanaan dan studi kelayakan yang matang untuk menetapkan sebuah lingkungan apakah layak atau tidak menjadi sebuah hunian yang aman dan nyaman. Apakah sesuai dengan grand  desain rencana umum tata ruang kota dan seabreg persyaratan lainnya yang dibutuhkan.

Bila kita melihat sejarah bagaimana Islam telah menjadi role model sebuah peradaban adidaya yang telah mampu mensejahterakan hampir ⅔ belahan dunia selama 14 abad lamanya. 

Bagaimana Islam dengan aturannya yang sangat sempurna mampu mengatur baik urusan pribadi ataupun urusan pemerintahan sekalipun. Keselamatan rakyat adalah hal yang paling utama dan penguasa adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat. 

Maka pemerintah sebagai penguasa akan secara tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah sesuai dengan standar keselamatan dan tata ruang yang berlaku. 

Demikian pula dalam hal kepemilikan harta secara umum Islam mengatur bahwa  “Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari harta tersebut. Pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan syari”. 

Sebagaimana firman Allah SWT:
“Kepuyaan Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia maha kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al Maidah : 120)

Ayat di atas merupakan landasan dasar tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas menunjukan bahwa Allah adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan dibumi dan tidak ada sekutu bagi Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya.

Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33)

Lalu bagaimana suatu harta bisa menjadi milik seseorang. Ada tiga macam jenis kepemilikan diantaranya

Pertama. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah) 

Adalah harta yang diperoleh seseorang melalui cara seperti bekerja (al-’amal), warisan (al-irts), keperluan harta untuk mempertahankan hidup, pemberian negara (i’thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal, harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah, wasiat dan lain-lain.

Kedua. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah

Adalah harta yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupa sehari-hari seperti air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dan sebagainya), hasil hutan, barang tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid.

Ketiga. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah

Adalah harta yang pengurusannya ada ditangan pemerintah. Dalam hal pertanahan Islam juga mengatur bagaimana tanah milik pribadi yang tidak dikelola sebagaimana mestinya atau Tanah terlantar (tanah mati) sebagaimana sabda Nabi SAW ”Barangsiapa mempunyai tanah (pertanian), hendaklah ia mengolahnya, atau memberikan kepada saudaranya.” (HR Bukhari). 

Jika pemilik tanah pertanian menelantarkan tanahnya selama tiga tahun, maka hak kepemilikannya akan hilang. Ini berarti bahwa tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan akan menjadi kepemilikan umum yang dipergunakan untuk kepentingan umum. 

Wallahua'lam Bisawab.


Oleh: Vini Setiyawati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar