Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kekerasan Jadi Budaya, Potret Buram Generasi Bangsa


Topswara.com -- Belakangan, serangkaian kasus kekerasan yang dilakukan pemuda semakin viral di media sosial. Bahkan tidak ada habisnya kasus kekerasan ini terus terjadi. Hingga menambah daftar panjang tindak kriminalitas yang dilakukan pemuda. Lantas, mau dibawa kemana pemuda hari ini jika kekerasan sudah menjadi budaya?

Salah satu kekerasan yang menyita perhatian publik adalah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang anak pejabat pajak Mario Dandy Satriyo, terhadap putra petinggi GP Ansor Jonathan Latumahina, David. Pasalnya, Mario ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh polisi atas aksinya itu. 

Selain itu, Mario juga dikeluarkan dari kampusnya, Universitas Prasetiya Mulya, imbas kasus tersebut. Aksi Mario juga berimbas pada karier ayahnya, Rafael Alun Trisambodo, yang dicopot dari jabatannya (CNN Indonesia, 25/2/2023)

Kasus lain, seorang siswi SMP di kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang tewas akibat diperkosa oleh temannya secara beramai-ramai. Kasat Reskrim Polres Bone, AKP Bobby Rachman mengaku, pihaknya saat masih bekerja secara intensif terkait dengan dugaan tewasnya korban (Kompas.com, 23/2/2023)

Sederet kasus kekerasan yang terjadi hari ini hanya sebagian kecil yang diliput media. Namun, sejatinya kasus kekerasan yang dilakukan pemuda saat ini jauh lebih banyak. Tidak hanya fenomena tawuran dan klitih yang juga kerap meresahkan warga, bahkan sampai kasus narkoba hingga berujung pada kematian. Seolah kekerasan ini merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun sehingga sulit untuk memutus rantainya.

Rusaknya pemuda saat ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekulelarisme yang menjauhkan kehidupan mereka dari agama. 

Potensi pemuda yang sedemikian besar hari ini hanya diarahkan untuk menjadi sosok yang menjadi budak dunia dan minim visi akhirat. 

Potensi besar pemuda sebagai calon pemimpin masa depan justru terbajak untuk hal yang merugikan masyarakat. Pemuda tampil sebagai trouble maker, bukan problem solver. Padahal, mereka punya potensi yang luar biasa untuk menjadi harapan umat pada masa depan.

Terlebih, pemuda hari ini tidak mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarga untuk tumbuh menjadi sosok yang matang pada usia balig. Tidak ada masa krisis identitas karena identitas dirinya telah terbentuk melalui proses pendidikan oleh keluarga selama bertahun-tahun.

Oleh karenanya, pendidikan keluarga merupakan pertahanan terbaik yang mencegah pemuda berbuat kekerasan. Sayangnya, hari ini, pertahanan ini terkikis seiring dengan rapuhnya institusi keluarga. 

Eksistensi ibu sebagai pihak yang utama melakukan pendidikan terhadap anak dalam keluarga telah hilang. Hal ini adanya dorongan pada kaum ibu untuk berbondong-bondong keluar rumah untuk bekerja demi nafkah keluarga. 

Sedangkan para ayah telah terlebih dahulu dimandulkan perannya dengan persepsi bahwa tugas ayah hanya mencari nafkah dan berlepas tangan terhadap pendidikan. Sehingga, lahirlah pemuda yang penuh kegalauan, kebingungan, dan mendorong mereka untuk memperoleh pengakuan terhadap eksistensi dirinya dengan berbuat kriminal.

Negara juga telah gagal mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi generasi. Kejahatan dan kerusakan moral mengintai mereka, atmosfer lingkungan yang rusak membuat mereka terpengaruh.

Negara justru membuat kebijakan yang menyeret para pemuda menjadi objek industrialisasi para kapitalis. Tidak hanya itu, negara juga semakin menjauhkan pemuda dari Islam dengan program moderasi beragama. Bahkan mencurigai dan mengklaim radikal para pemuda yang taat pada syariat Islam.

Islam memberikan perhatian besar terhadap pemuda. Islam memerintahkan hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang pemuda muslim sekaligus menjelaskan keutamaan besar bagi seorang pemuda. Pemuda muslim akan disibukkan dengan mengkaji ilmu dan menjadi sosok terdepan dalam menyampaikan syiar-syiar Islam. 

Negara akan menjalankan perannya untuk menjaga pemuda. Negara juga akan menjalankan sistem pendidikan Islam yang berbasis aqidah sehingga lahir output yang berkepribadian Islam. 

Sistem pergaulan Islam akan menjaga interaksi pemuda-pemudi. Semaksimal mungkin negara akan menjamin kesejahteraan keluar, agar para ibu dapat mendidik anak-anaknya dengan baik.

Selain itu, negara juga menjamin kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang murah, bahkan gratis. Generasi jadi benar-benar terdidik dalam lingkungan yang terjaga dan generasi berkepribadian Islam pun bisa terwujud.

Tidak hanya negara, masyarakat juga memiliki peran yang kuat untuk menjaga pemuda. Dengan selalu amar ma'ruf nahi mungkar, mengingatkan setiap individu untuk melakukan kebenaran dan menjauhkan mereka dari kemungkaran.  Oleh karenanya, hanya dalam sistem Islam, yakni khilafah, para pemuda akan terjaga potensi besar mereka sehingga memberi sumbangan besar bagi peradaban Islam. 

Wallahualam


Oleh: Novriyani, M.Pd.
Praktisi Pendidikan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar