Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fluktuasi Bahan Pangan Menjelang Ramadhan


Topswara.com -- Tamu spesial akan segera tiba, bulan penuh berkah raih takwa. Menjelang Ramadhan, seolah tradisi yang tidak kunjung henti adalah naiknya berbagai kebutuhan pokok.

Bahan pangan komoditi utama yang mau tidak mau harus dibeli oleh rakyat, jika tidak akan berimbas pada tidak terpenuhinya nutrisi buat keluarga dan tidak berjalannya retail yang tergantung pada bahan pokok mulai dari beras, minyak, gula, tepung dan bahan baku pelengkap lainnya seperti bawang, cabai, telur, daging ayam maupun daging sapi dan lainnya.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada jum’at (3/2). 

Sedangkan bulan lalu mencapai Rp 36.250 per kg. Rata-rata harga minyak goreng bermerek Rp 21.750 per kilogram dari Rp 20.100 per kg. Daging Ras segar tertinggi secara nasional mencapai Rp 33.800 per kilogram dari Rp 34.100 per kg. (katadata.co.id, Senin, 27/2/23).

Dilansir dari setneg.go.id, Rabu 1/3/23, Wapres K.H Ma’ruf Amin menghimbau agar harga bahan pokok tidak membebankan rakyat, pemerintah telah menyiapak antisipasi dengan mendatangkan bahan pokok dari daerah lain yang stoknya berlebih dan biaya transportasi ditanggung PEMDA, kenaikan bersifat sementara dan pemerintah terkait diminta berperan aktif untuk melakukan pemantauan harga dan masyarakat diimbau untuk tidak panik.

Apa kabar Indonesia, negeri katulistiwa kaya sumber daya alam hayati dan non hayati? Setiap wilayah berpotensi SDA yang saling mendukung. Namun faktanya, dalam kondisi yang bersamaan, kebijakan impor pangan malah dibuka lebar. 

Sudah tidak mampukah memasok kebutuhan untuk 273,52 Juta jiwa rakyat Indonesia? Wajar gairah petani untuk menanampun kian memudar, biaya produksi semakin mahal dan output tidak sebanding dengan tenaga dan dikurangi biaya opersasional ditambah mekanisme harga pasar dikuasai para cukong retail kapitalis dan bersaing dengan produk impor yang murah. Belum lagi, mafia pasar yang berbuat curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu.

Sebagaimana praktik perdagangan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. yang di mana beliau melarang penimbunan. Beliau bersabda : “siapa yang melakukan menimbun makanan terhadap kaum muslim, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta (HR. Ahmad).

Negara seharusnya melakukan antisipasi agar tidak ada gejolak harga ditengah kebutuhan pokok rakyat, baik itu solusi secara internal maupun eksternal untuk mewujudkan kedaulatan swasembada pangan. 

Namun semua hanya angan-angan jika distribusi pangan diserahkan pada mekanisme pasar sehingga uang menjadi pengendali tunggal dalam distribusi, wajarlah pangan mengalir hanya pada orang yang mampu membeli saja.

Fenomena yang terus saja terjadi seyogyanya makin membuktikan kegagalan negara dalam menjaga stabilitasi harga dan pendistribusian pasokan pangan yang tidak merata ditambah alur distribusi dari produsen ke distributor lalu pedagang eceran/swalayan sampai ke konsumen. 

Distribusi perdagangan sejumlah pangan pokok pada tahun 2021 semakin efisien. Penurunan margin perdagangan dan pengangkutan atau MPP menjadi indikatornya. Kendati begitu, MPP tetap perlu dijaga untuk mengantisipasi imbas kenaikan harga pupuk dan bahan bakar minyak.

Komoditas pangan pokok yang distribusi perdagangannya semakin efisien adalah beras dan cabai merah. Hal itu terungkap dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk ”Distribusi Perdagangan Komoditas Beras Indonesia 2022” dan ”Distribusi Perdagangan Komoditas Cabai Merah Indonesia 2022” yang dipublikasikan di Jakarta, Senin (24/10/2022). Kompas.id.

Bagaimana Islam mengatur terkait komoditi bahan pokok ini? Dalam Islam, adanya kebijakan suatu negara tanpa intervensi manapun akan memperkuat kedaulatan pangan. Adapun solusi solutif yang menjadi acuan dalam menstabilkan harga bahan pokok ini adalah perkara sistemik, antara lain dengan cara :

Pertama, melalui intesifikasi melalui produksi pertanian, dimana subsidi bukan jadi beban bahkan akan lebih produktif menjaga ketersedian pasokan pangan. Kedua, Ekstensifikasi pertanian dimana penguasa menjaga alih fungsi lahan bukan untuk korporasi. Dan ketiga, negara menjamin kepemilikan lahan pertanian dengan menghidupkan lahan mati dan pemagaran jika belum digarap langsung oleh petani. 

Sehingga masalah harga bukan satu-satunya mekanisme dalam pendistribusian harta, namun negara memprioritaskan pemenuhan kebutuhan rakyat termasuk pangan.

Sebagaimana firman Allah SWT bahwa suatu negeri akan sejahtera jika Islam diterapkan secara kaffah.
 
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
 
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96). 
 
Allahu a’lam


Oleh: Diani Ambarwati
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar