Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perang Menghadapi Problem Perdagangan Orang, Sampai Kapan?


Topswara.com -- Isu tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali menjadi sorotan. Pada Jumat 10-2-2023, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri meringkus lima tersangka sindikat kasus TPPO jaringan internasional Indonesia-Kamboja. 

Praktik TPPO oleh jaringan ini dimulai pada 2019 dengan taksiran keuntungan mencapai puluhan miliar rupiah. Bukannya berkurang, isu TPPO semakin kompleks dengan meningkatnya jumlah irregular migrant. 

Para pelaku juga semakin canggih, menggunakan teknologi untuk melakukan aksi mereka sehingga semakin sulit untuk diidentifikasi. Para korban, khususnya perempuan, semakin rentan mengalami kekerasan.

Modus kejahatan yang dilakukan para pelaku adalah iming-iming pekerjaan di luar negeri seperti Kamboja, melalui media sosial ataupun secara langsung. 

Pekerjaan yang dijanjikan sebagai buruh pabrik, costumer service, telemarketing ataupun operator komputer di Kamboja dengan gaji yang tinggi. Namun, pada faktanya para korban  tidak mendapatkan pekerjaan seperti yang dijanjikan.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO, ancaman maksimal 15 tahun minimal tiga tahu, denda Rp120 juta maksimal Rp600 juta dan atau Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman maksimal 10 tahun dengan denda paling banyak Rp15 miliar.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan perlunya upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hal itu ia sampaikan ketika memimpin pertemuan Bali Process di Adelaide, Australia, pada Jumat (10/2). 

Bali Process dibentuk pada 2002 oleh Indonesia dan Australia. Ini merupakan forum konsultasi regional yang membahas isu TPPO, penyelundupan manusia, dan kejahatan terkait lainnya di kawasan. Terdapat 45 negara dan entitas serta empat organisasi internasional, yaitu UNHCR, ILO, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) yang termasuk ke dalam keanggotaan Bali Process. 

Pada pertemuan tersebut, para menlu negara-negara anggota menegaskan dukungan terhadap pembahasan kejahatan online dan solusi yang dapat diambil serta adopsi Adelaide Strategy of Cooperation 2023, yang merupakan strategi untuk menangani masalah tersebut.

Namun, sejak dua dekade usia forum tersebut, kasus TPPO nyatanya tetap eksis dengan kenaikan jumlah yang fantastis. Sejak 2019 hingga 2023, kasusnya telah menembus angka seribu. Korbannya berjumlah lebih dari seribu orang. Wajar jika publik enggan optimis kejahatan ini dapat ditumpas habis. Lantas adakah jalan keluar bagi persoalan serius ini? 

Sudah waktunya kita menyadari bahwa ada yang salah dalam tata nilai yang mengatur kehidupan kita hari ini. Krisis ekonomi dan sosial telah berdampak pada peningkatan TPPO dan eksploitasi pekerja. 

Krisis ini adalah konsekuensi diterapkannya sistem ekonomi pemangsa, yakni kapitalisme neoliberal dalam mengatur SDA dan distribusi harta rakyat oleh negara secara semena-mena. 

Negara-negara kapitalis akan memangsa kekayaaan SDA negara lain yang lemah atas nama investasi, perdagangan bebas, dll. Inilah model penjajahan gaya baru yang tengah berlangsung. 

Akibatnya, jurang kemiskinan menganga lebar di negara-negara dunia ketiga, termasuk di negeri ini. Perdagangan orang tak akan berhenti selama kemiskinan ini masih terjadi. Inilah kata kunci yang harus dipegang oleh seluruh pemimpin negeri. 

Kemiskinan struktural yang hari ini menyelimuti sebagian besar negara di dunia tercipta dari kerakusan para kapitalis global dan lokal. Ditambah minimnya iman dan takwa, semakin menjadikan manusia berpikir instan demi memenuhi kebutuhan dan keingingan. Tidak lagi peduli standar halal dan haram.

Tidak hanya sistem ekonominya, di tengah-tengah masyarakat, diterapkan sistem sosial berasaskan sekularisme liberal yang jauh dari moral dan agama. Tak heran, problem sosial pun mewabah di seluruh penjuru dunia. 

Manusia menjadi makhluk ‘pemangsa’ sesamanya. Para pelaku kejahatan seolah ‘lupa’ tentang dosa dan azab Tuhan. Kekerasan terhadap kaum rentan seperti perempuan dan anak adalah berita harian yang tak tahu kapan dan bagaimana ending-nya.

Kendati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berkomitmen memperkuat upaya pencegahan kejahatan kemanusiaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), nyatanya kasus ini tak pernah hilang. 

Bahkan, seiring perkembangan teknologi,  modusnya pun makin beragam. Selain faktor kemiskinan, tingkat pendidikan rendah dan lapangan pekerjaan yang terbatas turut memicu terjadinya TPPO. 

Inilah yang disebut lingkaran setan. Persoalan TPPO sudah sedemikian sistemis dan kompleks. Karenanya, membutuhkan langkah penyelesaian yang juga sistemis. Pemerintah selayaknya meninjau kembali kebijakan dan mengambil solusi yang lebih mengakar. 

Bukan sekadar pemberian bantuan hukum kepada korban, penegakan hukum kepada pelaku, pemulihan, dan reintegrasi kepada korban, dan pemberian bantuan dan pelatihan untuk korban. 

Sudah waktunya kita membenahi tata nilai kehidupan kita yang rusak akibat jauh meninggalkan agama sebagai pedoman berkehidupan. Selama tidak mengubah asas dan sistem kehidupan, selamanya problem ini akan terus kita saksikan, sebesar apapun komitmen yang menjadi kesepakatan.

Dalam sejarah kehidupan manusia dan peradaban dunia, Islam telah memberikan banyak teladan. Masyarakat islam di era Madinah dan era kekhalifahan adalah masyarakat yang sehat jiwanya dan luhur akhlaknya di atas seluruh bangsa. Banyak penulis yang membahas mengenai akhlak umat Islam tidak terkecuali kaum orientalis dan pemikir dari Barat. 

Mengutip literasiislam[dot]com/22-6-2022, sebuah pidato yang diberikan oleh pengusaha wanita dan sejarawan Carly Fiorina, CEO Hewlett-Packard Corporation dua minggu pascaserangan 9/11 WTC pada saat itu. 

Pada pertemuan seluruh manajer perusahaan tersebut di seluruh dunia, pada 26 September 2001, Carly Fiorina menyampaikan:
“Pernah ada suatu peradaban yang merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban itu mampu menciptakan negara super-benua yang membentang dari laut ke laut dan dari iklim utara ke daerah tropis dan gurun. Di dalam dominasinya hidup ratusan juta orang, dari berbagai kepercayaan dan etnis. Salah satu bahasanya menjadi bahasa universal sebagian besar dunia, jembatan antara rakyat di ratusan negeri. Pasukannya terdiri dari orang-orang dari banyak negara, dan perlindungan militernya memungkinkan tingkat kedamaian dan kemakmuran yang belum pernah diketahui sebelumnya. Jangkauan perdagangan peradaban ini meluas dari Amerika Latin ke Cina, dan dimanapun di antara keduanya.” 

Saatnya kita berhijrah menuju cahaya petunjuk yang Allah turunkan kepada manusia, yaitu Kitabullah dan meneladani Rasulullah dalam menjalani kehidupan. Dengan petunjuk dari keduanya, kehidupan manusia akan berjalan on the track. 

Bukankah Allah telah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 1-2 yang artinya, “Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”. 

Senjata kita bukanlah senapan dan meriam, melainkan berpegang teguh pada keduanya (kitabullah dan sunah Rasulullah). Keduanya menjadi landasan kehidupan yang diimplementasikan oleh seorang penguasa untuk mengatur masyarakat di manapun mereka berada. Dengan senjata inilah kita akan menang menghadapi peperangan melawan TPPO dan kejahatan lainnya. Insyaallah.


Oleh: Pipit Agustin
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar