Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nikah Islami itu Simpel Namun Kaya Barakah


Topswara.com -- Di twitterland, viral status pasangan muda yang mengupload foto mereka saat menikah di KUA. Beneran di KUA. Bukan di gedung, tetapi akad nikah yang berlangsung di Kantor Urusan Agama dengan dress yang juga sederhana. Seperti biasa, ratusan komentar berdatangan; pro dan kontra. Tetapi sejauh saya lihat, alhamdulillah, rata-rata mengapresiasi mereka yang upload status tersebut.

Status tersebut seperti mewakili keresahan sebagian besar anak-anak muda musylim Indonesia yang ingin menikah tapi terganjal biaya besar. Menyiapkan mahar, seserahan, pakaian seragam untuk pengantin dan keluarga besar, resepsi pernikahan mulai dari sewa gedung sampai katering dan cindera mata untuk tamu undangan. Jumlah undangan pun bisa ratusan yang disertakan. Butuh biaya besar, pastinya.

Mereka yang menikah, tentunya ingin bisa adakan walimatul urs atau resepsi nikah seperti itu. Tetapi apa daya, tidak semua anak muda mampu. Dengan usia dua puluhan, rata-rata baru bekerja 2-5 tahun, bisa ditebak berapa penghasilan mereka. Kalaupun sedang merintis usaha, mereka belum menjadi crazy rich. Apalagi kalau orang tua pun tidak sanggup menyediakan dana bantuan sebesar kebutuhan itu semua.

Karenanya, anak-anak muda yang mau menikah secara simpel dan minimalis, apalagi di Kantor Urusan Agama, ini melawan mainstream. Bukan saja arus besar anak-anak muda, tetapi juga keinginan keluarga. Bagaimanapun tidak sedikit orang tua atau keluarga yang ingin melepas anak mereka ke jenjang pernikahan secara seremonial.

Tetapi mari kita kembalikan pada agama ini. Allah SWT menekankan kalau Islam menghendaki kemudahan bagi umat Muslim.

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (TQS. Al-Baqarah [2]: 185)

Juga firmanNya:

Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur. (TQS. Al-Maidah [5]: 6)

Rasulullah Saw. juga selalu memilih perkara yang paling mudah dalam melaksanakan agama ini selama itu bukan perkara dosa.

مَا خُيِّرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ قَطُّ إِلاَّ أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدُ النَّاسِ مِنْهُ

Rasulullah tidaklah dihadapkan pada pilihan terhadap dua perkara, melainkan ia pilih yang paling mudah diantara keduanya. Selama itu bukan sebuah dosa. Namun jika itu adalah sebuah dosa, Rasulullah SAW. adalah orang yang paling jauh dari hal tersebut. (HR. Bukhari & Muslim)

Dua Hal Utama

Bicara soal pernikahan, untuk anak muda, ada dua hal yang perlu diperhatikan; Pertama, soal mahar, maka ini merupakan hak calon istri untuk menentukan mas kawin untuk dirinya. Mahar itu benar-benar hak seorang perempuan, bukan keluarganya, atau calon suaminya. Bahkan negara saja tidak boleh membatasi jumlah mahar.

Meski begitu, Rasulullah mengingatkan kaum perempuan bahwa keberkahan suatu pernikahan justru datang dari mahar yang mudah. Pesan Baginda Nabi SAW:

ﺇِﻥَّ ﺃَﻋْﻈَﻢَ ﺍﻟﻨَّﻜَـﺎﺡِ ﺑَﺮَﻛَﺔً ﺃَﻳْﺴَﺮُﻩُ ﻣُﺆْﻧَﺔً

Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya. (HR. Ahmad)

Kedua, soal walimatul urs, atau resepsi pernikahan, memang sesuatu yang sebaiknya diadakan sesederhana apapun karena itu anjuran Nabi. Ketika melihat Abdurrahman bin Auf ra telah menikah, Rasulullah memerintahkannya untuk mengadakan walimah walaupun hanya dengan jamuan hidangan seekor kambing. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya al-Fath: “(Adakanlah) walimah walaupun hanya dengan seekor kambing, yakni bagi yang mendapat kemudahan.”

Sebenarnya, dua hal ini yang harus dipersiapkan seorang lelaki menghadapi pernikahan. Agama pun tidak memberikan batas tertentu, bahkan diberi kemudahan dan keringanan.

Ayah Bunda, Mudahkanlah

Tinggal berikutnya adalah sikap orang tua menghadapi pernikahan anak-anak mereka. Ya, memang sebagai orang tua berharap walimah anak mereka, apalagi bagi anak perempuan, diadakan secara seremonial. Sebagai bentuk kasih sayang dan perpisahan mereka dengan anak kesayangan. Juga sebagai tanda syukur bahwa anak mereka telah bertemu pasangan hidupnya, mengajak karib kerabat dan kolega untuk sama-sama bersyukur.

Tetapi, apakah ayah bunda sadari bahwa yang paling berkepentingan untuk pernikahan ini adalah putra-putri kita? Dan kewajiban ayah terutama ayah dari anak perempuan untuk menikahkan anak mereka dengan orang yang shalih/shalihah? Insha Allah segala amal ayah juga bunda merawat, mendidik dan mengantarkan putri kesayangan ke pelaminan akan berbuah kedekatan dengan penghulu umat ini; Rasulullah SAW.

مَنْ عَالَ ابْنَتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَ بَنَاتٍ، أَوْ أُخْتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَ أَخَوَاتٍ، حَتَّى يَبِنَّ أَوْ يَمُوتَ عَنْهُنَّ، كُنْتُ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ ” وَأَشَارَ بِأُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

Siapa yang menafkahi dua atau tiga anak perempuan atau saudara perempuan, hingga mereka menikah atau sampai dia mati, maka aku dan dia seperti dua jari ini.” Beliau berisyarat dengan dua jari: telunjuk dan jari tengah. (HR. Ahmad).

Kedudukan sebagai ayah di hadapan Allah sama sekali tidak akan berkurang hanya karena merelakan anak-anaknya menikah secara sederhana. Sesuai kemampuan mereka. Andaipun ayah ingin membantu resepsi pernikahan mereka, in sha Allah akan menjadi pahala sedekah yang bernilai di timbangan Allah kelak. Namun, janganlah memaksa apalagi membuat anak-anak kita kesusahan bersyukur di hari berbahagia itu.

Ayah bunda, tidak mudah bagi seorang anak lelaki menggelar walimah urs atau resepsi pernikahan yang besar. Lagipula, bukankah orang tua juga sebaiknya berpikir bahwa dana yang besar lebih bermanfaat untuk kehidupan rumah tangga mereka kelak? Membeli atau mengontrak rumah, misalnya, atau membeli mesin cuci, kompor gas, dan perabotan rumah tangga lainnya.

Kondisi hari ini, saat umat Muslim, tidak punya pemimpin yang menjalankan syariat Islam, rakyat menjadi tidak terlindungi dan terlayani. Dulu, di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, negara Khilafah membantu biaya pernikahan para pemuda dari pos zakat. Pemimpin Islam begitu memikirkan kepentingan rakyatnya, khususnya para pemuda dan keinginan menikah.

Sekarang, saat kenyataan itu hanya tinggal sejarah, maka orang tua mudahkanlah pernikahan anak-anak kita. In sha Allah kelak akan menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di hari akhir. []


Oleh : Ustaz Iwan Januar 
Pakar Parenting Islam
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar