Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Kematian Satu Keluarga, Bukti Buruknya Kehidupan Sekuler


Topswara.com -- Tetangga adalah orang-orang terdekat kedua setelah keluarga kita. Jika ada sesuatu yang terjadi pada diri kita, mereka lah yang kita harapkan pertolongannya. 

Apa yang terjadi jika kita tidak atau jarang bersosialisasi dan tertutup dengan tetangga kita? Sebaliknya, sesama tetangga juga diharapkan tidak bersikap cuek atau individualis, hanya berpikir egois, tidak memikirkan urusan orang lain, termasuk urusan tetangganya. 

Apabila terjadi seperti demikian, yang dikhawatirkan persis menimpa satu keluarga di Kalideres, Jakarta Selatan. Mereka yang terdiri empat orang  ditemukan tewas membusuk di perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat, pada 10 November 2022.

Tetangga mengenal korban tertutup. Saking tertutupnya, kematian satu keluarga tersebut baru terungkap setelah tiga minggu, usai warga mencium aroma busuk dari dalam rumah yang berpagar tinggi itu.

Terlepas dari spekulasi publik, khususnya tetangga terkait pribadi korban yang dikenal tertutup dari tetangga, bahkan dari kerabatnya sendiri, Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel tidak sepakat untuk  mengkambing hitamkan sikap anti sosial dari keluarga yang dikenal tertutup itu. Reza mengingatkan agar publik jangan langsung berasumsi bahwa sikap anti-sosial ini menjadi penyebab kematian mereka.
(republika.co.id, 12/10/2022)

Polisi sendiri masih mendalami penyebab kematian satu keluarga yang diduga kelaparan tersebut. Mereka diduga kelaparan karena ditemukan dengan perut kosong. Pihak keluarga korban sendiri masih meragukan mereka kelaparan, karena ekonomi keluarga tersebut tergolong cukup. Mereka tidak pernah mengontrak rumah dan sempat mempunyai kendaraan bermotor. 

Ada apa di balik kematian satu keluarga secara misterius di Kalideres, Jakarta Selatan tersebut? 

Hubungan Tetangga dalam Sistem Sekular, Individualis

Di luar spekulasi publik dan analisa pakar Psikolog Forensik terkait kematian misterius satu keluarga tersebut, tak kita pungkiri bahwa kehidupan di lingkungan sekitar, yakni tetangga, memang sudah bersifat individualis dan egois, tidak ada kepedulian dan hubungan sosial kemanusiaan yang erat di tengah mereka. 

Adakah tetangga kita yang kelaparan? Adakah yang terlilit himpitan ekonomi yang sulit dan utang hingga sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya? Atau adakah yang sakit hingga harus dirawat inap di rumah sakit hingga mereka menemui ajalnya? Banyak di antara kita yang bahkan tidak mengetahuinya. 

Demikianlah realita hidup kita di era sistem (aturan) kapitalis sekuler. Mainset berpikir kita adalah: "Hidup seseorang dan satu keluarga itu jadi urusan sendiri, bukan urusan orang lain. Yang terpenting kita tidak merugikan orang lain."

Padahal sejatinya sikap Individualis kita menunjukkan bahwa kita, sadar atau tidak, telah berlaku zalim terhadap tetangga kita. Sikap egois kita telah merugikan hidup  mereka. Ada hak mereka yang kita langgar, yakni hak kebutuhan akan perhatian tetangganya. Ini terkait hubungan Individualis yang terjadi di tengah masyarakat. 

Hal ini menjadi wajar, karena masyarakat di dalam sistem kapitalis sekuler sendiri dimaknai sebatas sekumpulan individu. Mereka diatur sistem (aturan) kapitalis yang bersandarkan paham sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Satu hal yang sangat dijamin oleh sistem ini adalah ide kebebasan (liberalisme/freedom) yang didewakan akal manusia. 

Pola interaksi yang dibangun di tengah masyarakat kapitalis adalah interaksi yang bersifat liberal (bebas), individualis, anti sosial, dan egois. Wajar jika banyak dampak buruk yang ditimbulkannya. Seperti banyak masalah seputar hubungan sosial yang kita temukan akhir-akhir ini. 

Parahnya, interaksi sosial liberal ini dijamin dalam aturan kapitalis sekuler yang diterapkan negara. Negara sekuler sendiri biasa tidak memerhatikan urusan rakyatnya. Kebijakannya pun kerap menzalimi rakyat. Penguasa hanya memerhatikan urusan kekuasaan dan kepentingan kroni-kroni mereka. 

Lantas, bagaimana Islam memandang hubungan individu dengan tetangga hingga negara? 

Hubungan Harmonis antar Tetangga Hanya dengan Islam

Kebebasan yang menjadikan masyarakat berperilaku individualis takkan kita temukan dalam kehidupan masyarakat Islami. 

Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, masyarakat dalam Islam adalah sekumpulan manusia yang terdiri dari 
individu-individu, pemikiran, perasaan, dan aturan. Di tengah masyarakat, juga harus terjadi interaksi terus-menerus.

Perhatian Islam terhadap hubungan individu dengan tetangga sangat kuat. 
Negara langsung mempraktikkannya dalam kepemimpinan mereka melayani urusan rakyat. Termasuk urusan hubungan antar tetangga. 

Ini dibuktikan langsung oleh perilaku hidup Rasulullah sebagai pemimpin (kepala negara) umatnya. 

Masih ingatkah kisah tetangga Yahudi Rasulullah yang selalu menebar kotoran unta di setiap jalan yang dilalui Rasulullah SAW dari rumahnya? Na'udzubillah min dzalik. 

Hingga ketika jalan yang biasanya dipenuhi kontoran tiba-tiba bersih, Rasulullah menduga tetangganya Yahudi-nya itu sedang sakit. Beliau berinisiatif untuk menjenguknya. Betapa kagetnya tetangga Yahudi melihat kedatangan orang yang biasa ia zalimi. 

Bagaimana beliau tahu bahwa dirinya sedang sakit, sedangkan orang lain tak tahu? Dia merasa malu hingga akhirnya mengucapkan syahadat dan masuk Islam, karena akhlak dan kelembutan diri Rasulullah. 

Jika seseorang meninggal dunia,  kemudian para tetangganya menilainya sebagai orang baik, Allah pun akan menurunkan ampunan-Nya. Sebaliknya, seorang Muslim tidak akan masuk surga jika tetangganya tidak merasa aman dari keburukan lisan atau tangannya.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba dikatakan beriman (dengan iman yang sempurna) hingga ia mencintai tetangganya atau saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)

Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, 
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya." (HR Bukhari-Muslim)

"Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya." (HR Bukhari)

Kehidupan harmonis dalam bertetangga, yang bahkan lintas keyakinan, seperti yang dikehendaki Allah dan kita semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang Islami. 

Wallahu a'lam bishawwab.


Oleh: Dian Puspita Sari
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar