Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hanya Peradilan Islam yang Mampu Memberantas Korupsi


Topswara.com -- Menteri koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah akan membentuk konsep besar sistem peradilan di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan reformasi hukum peradilan pasca insiden kasus korupsi hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Mahfud menjelaskan, konsep besar sistem lembaga peradilan ini akan disusun setelah rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan pada akhir 2022. (kompas, 04 Oktober 2022)

Sebagaimana lazimnya di negeri yang menganut sistem kapitalisme sekuler dimana undang-undang dibuat oleh manusia yang syarat dengan kepentingan sehingga undang-undang ini memiliki celah untuk bisa dilanggar. 

Apalagi dalam sistem kapitalisme dengan karakteristiknya memang menghalalkan segala cara dan berasaskan manfaat. Jika disitu terdapat manfaat maka akan dilakukan dan di kejar, tidak peduli apakah melanggar undang-undang yang dibuatnya sendiri. Karena hukum yang dibuat dalam sistem ini syarat dengan kepentingan. 

Bahkan dalam sistem kapitalisme hukum bisa dibeli sehingga korupsi sulit untuk diberantas tuntas apalagi adanya politik transkasional yang isinya sebuah keputusan akhir dapat berubah karena adanya transaksi-transaksi demi terjadinya perubahan sikap atau tindakan dari orang yang dipengaruhi. 

Mereka yang menginginkan adanya perubahan sikap dan tindakan akan menggunakan kekuatan atau kekuasaan yang digunakan untuk mempengaruhi penentu kebijakan dengan cara apapun bisa berupa bujukan, paksaan bahkan dengan materi. Maka jelaslah dengan ini menjadikan reformasi hukum tidak akan mampu menegakkan supremasi hukum.

Terlebih lagi dalam sistem kapitalisme pandangan kepada materi lebih dominan. Sudah bukan rahasia lagi, kalau banyak hakim yang diiming-imingi harta benda jadi tergiur dan merubah isi hukuman yang harusnya di berikan. Disinilah terjadinya korupsi tak terelakkan baik dilakukan oleh individu maupun jamaah, bahkan yang miris adalah dilakukan oleh penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan, maka bisa dikatakan keadilan sulit bisa ditegakkan.

Seseorang melakukan korupsi bisa beragam namun secara singkat dikenal teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari greesy (Keserkahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan) dan exposire (pengungkapan). 

Disinilah posisi hakim memiliki peluang untuk korupsi apalagi dalam meraih jabatan diliputi dengan politik uang Mahfud MD menyampaikan bahwa pejabat pimpinan daerah yang terpilih 92 persen karena cukong karena uang hal ini disampaikan dalam memberikan sambutan di malam puncak HUT KAHMI ke, 56 pada 17 September 2022 perhitungan 93 persen itu didapatkan dari hasil penelitian simulasi bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). (kompas.com, 19 September 2022)

Hal ini tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada penerimaan hakim sudah lazim perolehan jabatan didapat dengan menyuap. Maka bagaimana supaya kembali modal dilakukanlah korupsi atau menerima suap dalam menangani perkara. Dan bukan rahasia lagi hukum di negeri ini bisa dibeli, ketika mampu membayar mahal jadilah hukum tumpul seperti pisau tajam ke bawah tumpul ke atas.

Tergantung besarnya uang yang dikeluarkan oleh tersangka. Potensi korupsi yang besar di lembaga peradilan juga dilihat dari besarnya struksur organisasi Lembaga Peradilan dibawah Mahkamah Agung. Maka bukan hal yang mustahil, masih banyak oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup namun belum tersentuh oleh KPK atau penegak hukum lainnya. 

Selain itu potensi korupsi juga diperbesar dengan lemahnya pengawasan internal yang dilakukan oleh Badan Pengawas MA dan komisi yudisial. Sehingga peluang terjadinya korupsi di tubuh pengadilan semakin terbuka lebar. Adalah hal yang lumrah jika menilai hakim yang telah tertangkap oleh KPK bernasib buruk. Namun tidak memberikan efek pekerjaan bagi oknum nakal di pengadilan. (ICW, 13 Oktober 2017)

Berbeda dengan sistem Islam, undang undang dibuat oleh dzat yang menciptakan manusia yaitu Allah SWT. Karena Allah lah yang berhak membuat undang undang itu, mengingat dialah yang menciptakan kita maka pasti tau mana yang terbaik untuk hambanya. 

Hakim yang memutuskan perkara dalam Islam adalah orang-orang yang memiliki ketakwaan yang sangat tinggi. Sehingga dengan ketakwaan inilah menjadi modal besar bagi para hakim untuk membentengi dirinya dari penyimpangan terhadap hukum yang telah ditetapkan. 

Karena hakim memiliki keyakinan bahwa setiap apa yang diputuskan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah kelak di akhirat, oleh karena itu hakim dalam sistem Islam dalam memutuskan perkara selalu bersarakan Al-Qur'an dan as sunnah semata. 

Demikian juga, hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan adanya pembuktian dan saksi saksi yang bisa dipercaya dimajelis peradilan, karena saksipun memiliki ketakwaan yang sangat tinggi dan dia akan takut pertanggung jawaban di akhirat kelak. Dari sini jelas akan menutup celah bagi korupsi. 

Siapapun yang berdasarkan pembuktian melakukan pelanggaran terhadap hukum maka hukum akan ditegakkan. Siapapun orangnya tidak pandang bulu apakah orang kecil, rakyat biasa atau kalangan elit yang kaya yang punya kedudukan hukum. Dalam sistem Islam hukum tidak bisa dibeli.

Keadilan semacam inilah yang dibutuhkan oleh rakyat saat ini. Sistem peradilan seperti ini hanya diterapkan dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah atau secara totalitas. Oleh karena itu, jika negara ini mau serius dalam memberantas korupsi satu satunya jalan adalah dengan menerapkan sistem peradilan islam. Allahu a'lam bish shawab


Oleh: Dewi Asiya
Pemerhati Sosial
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar