Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pilihanku Berhenti pada Dakwah Islam Ideologi (Aktivis Dakwah 2012)


Topswara.com -- Meski sebenarnya, aku takut untuk berdakwah menyuarakan kebenaran kepada penguasa zalim dan orang-orang yang memusuhi Islam saat ini. Namun, hatiku dikuatkan dengan perkataan, “Hidup itu pilihan berjuang tidak berjuang, kita mati,” ujar Ustaz Zaky (panggilannya) sebagai mubaligh. Dalam forum sharing tanya jawab di kediamannya di Kertapati, (Sumsel), pada Ahad ke tiga di bulan Februari (2012). Dihadiri beberapa orang termasuk, aku bersama sepupuku, Erma (panggilan), (30 tahun).

Dalam forum, aku bertanya? Tujuannya untuk menghilangkan was-was yang selama ini mengganggu pikiran. Dengan lantang penuh percaya diri, aku berkata, “Untuk apa, kita berdakwah kepada penguasa. Juga, mereka tidak mengganggu aktivitas kita," Aku yang masih berpikir sekuler (agama dan kehidupan dipisahkan).

Dengan senyum simpul, Ustaz Zaky menjawab, “Siapa bilang pemerintah tidak mengganggu buktinya, kita rakyat disengsarakan misal, sembako naik, listrik naik, elpiji naik, bbm naik, termasuk mahalnya biaya pendidikan, dan lain-lain. Itu adalah wujud gangguan, mereka pada umat. Dengan itu, apakah, kita harus diam saja menyaksikan. Tentu tidak! bahkan ada dalil yang membolehkan, kita untuk mendakwahi penguasa yang berbuat zalim,” Jelas Ustadz Zaky dalam forum.

Mendengar jawaban, aku diam seribu bahasa. Hening, kurasa sejuknya angin, membawaku berpikir untuk mencermati jawaban. Memandang jernihnya air di bawah rumah terapung yang, aku duduki. 

Kini, aku mulai bisa memahami antara dakwah dengan fakta-fakta yang sering dialami, umat selama ini ternyata akar masalahnya adalah pada, penguasa zalim.

Aku pernah diamanahkan berdakwah mengajak, orang-orang disekitar untuk melakukan hal-hal spiritual saja tidak lebih. Aku baru tahu sebenarnya, Islam itu bukan hanya mengurus masalah spiritual melainkan, juga mengatur problematika yang ada dalam kehidupan keluarga, masyarakat, sampai negara.

Pernah Masuk Jamaah Lain

Sebelum mengenal dakwah Islam Ideologi, aku menjadi anggota sebut saja, partai (X) tahun (2007-2009). Indah (panggilannya), (24 tahun) anak fakultas syariah, jurusan perbankan, UIN RF (Sumsel) mengajakku mengaji tiga kali dalam seminggu. 

Bermula pada awal Maret Ahad pertama (2007) di Masjid pejeka'a (Sumsel).
Aku dibina hingga sampai mendapat tugas merekrut jamaah khusus, mahasiswi kampus lewat beberapa organisasi dakwah yang ada di kampus UIN RF (Sumsel). Karena, aku juga termasuk, mahasiswi yang sekolah di kampus itu.

Aku Senang dengan tugas yang diemban bersemangat dalam memilih, kader-kader pilihan untuk dijadikan wakil rakyat yang akan masuk dalam parlemen pemerintahan. Aku berpikir yang harus jadi pemimpin itu, adalah, orang-orang shalih. Juga jangan sampai, orang-orang kafir yang masuk parlemen memimpin, umat. Aku paham kurang tepat jika mendukung jamaah yang mencampur adukkan Islam dengan sistem kufur.

Padahal, sebenarnya, Islam itu, ajaran murni. Sistem yang dipakai hanya syariat, Allah SWT. satu-satunya. Bukan dengan jalan sistem demokrasi. Walaupun mungkin bisa menang masuk dalam pemerintahan namun, bagi para pembenci Islam, mereka akan tetap mencari cara untuk segera melengserkan.

Aku keluar dari partai (X) pada Desember (2009). Aku berpindah jadi jamaah sebut saja (Xx) (2010-2011). Yuyun (panggilannya), (26 tahun) dan Ratna (panggilannya), (25 tahun), keduanya, anak fakultas tarbiyah, jurusan pendidikan, UIN RF (Sumsel) mengajakku bertemu, Ummu Hamzah (panggilan akrabnya), (40 tahun). Beliau tokoh berpengaruh dalam jamaah (Xx). Dengan mengendarai bus kota Km-12.

Setelah mendapatkan fatwa, kuputuskan bergabung jamaah (Xx). Sejak Ahad pertama di bulan Maret (2010), Aku selalu hadir dalam kajian satu kali dalam seminggu. Aku dibina di Masjid Beka (bukan nama sebenarnya) dekat taman, Wisata Punti Kayu, Palembang.

Saat pukul 12.00 siang sehabis shalat zuhur selesai kajian Ahad keempat bulan November (2011). Aku diajak Tami (panggilannya), (18 tahun), Pelajar SMA Palembang yang lebih dulu masuk jamaah (Xx) dari padaku silaturahim ke kediaman Ummu Yani (panggilan akrabnya), (45 tahun), di Perumnas (Sumsel). Dengan mengendarai bus kota jurusan perum.

Sesampainya, di perumnas. Dihidangkan berbagai makanan lezat, nasi, lauk-pauk, juga buah-buahan. Tidak tinggal minuman segar juga disiapkan. Dalam rumah yang begitu luas berlantai keramik putih sejuk, kurasa karena ber AC. Kunikmati hidangan yang begitu lezat.

Aku senang merasa dijamu dan dihormati sebagai, tamu. menjelang ashar, aku dan Tami izin pamit pulang. Herbal, madu, dan sarikurma diberikan, kepadaku. Termasuk hadiah berupa satu buah buku. Sepintas, kulihat, mataku terfokus pada judul buku yang masih berlabel plastik.

Judulnya tertulis nama, ulama terkemuka sebut saja Syaikh (YQ) yang dituding, ulama sesat dan membuat hadis palsu.

Penasaran, aku buka buku itu, kubaca sepintas. Isinya menceritakan tentang, Syaikh tersebut dikatakan sebagai, murid durhaka terhadap gurunya sebut saja Syaikh (AB).

Juga dituding membuat hadis-hadis palsu. Beberapa hadis tertulis dalam buku untuk menguatkan bahwa itu, adalah, hadis palsu yang dibuat oleh, Syaikh (YQ).

Spontan, aku bertanya kepada Ummu Yani. “Benarkah apa yang dikatakan dalam buku ini? Bolehkah, aku mencari referensi lain untuk mencari kebenarannya?" ucapku penasaran.

“Betul buku itu, ditulis langsung oleh, Syaikh (AB) sebagai, guru yang menjelaskan perihal kedurhakaan, muridnya. Tidak boleh membaca buku lain selain buku jamaah kita apalagi menjadikan referensi. Karena buku lain belum tentu benar,” kata Ummu Yani menyakinkan.

“Jamaah apakah, kita ini?" sambungku bertanya lagi.

Dengan nada lembut, Ummu Yani menjawab, “Kita adalah jamaah yang selamat (Al-pirqotunnajiyah). Selain, kita yang tidak bergabung mungkin bisa dikatakan tidak selamat,” Ujar Ummu Yani.

Menjelang sore setelah shalat ashar berjamaah, aku dan Tami pamit pulang. Namun, aku masih penasaran tentang jawaban Ummu Yani. Kenapa tidak boleh baca buku lain? kenapa orang lain di luar jamaah dikatakan tidak selamat?.

Sebelum menemukan jawaban, aku tidak aktif ngaji selama beberapa pekan. Pada Desember Ahad kedua (2011) ada acara reuni, akhwat alumni 2010 di masjid kampus. Aku datang. Setelah selesai, Aku bertemu dengan temanku waktu SD, Asia (panggilannya), (21 tahun) anak jenius yang selalu memperoleh nilai unggulan di sekolah. Juara umum selalu diraihnya dari SD, SMP, SMA. Ternyata, dia juga melanjutkan pada sekolah yang sama, denganku hanya beda jurusan.

Kesempatanku untuk menanyakan terkait, Syaikh (YQ) yang dituding sesat pada, temanku itu. “Bagaimana pendapatmu terkait buku ini?” tanyaku sambil memperlihatkan bukunya yang selalu, kubawa.

Buku, dilihatnya, dibaca sepintas dengan senyuman, ia berkata. “Janganlah langsung mengklaim seseorang itu, sesat apalagi, Syaikh (YQ) adalah, ulama yang perkataannya masih bisa diambil sebagai rujukan. Hanya saja memang ada beberapa pendapat beliau yang berbeda dengan ulama lain. Seperti, beliau membolehkan riba hanya sebatas beberapa persen saja. Buku itu, terlalu berlebihan dalam menuding,” terang Asia kepadaku.

Asia tahu kalau aku adalah jamaah (Xx). Ia menasehati. “Carilah jamaah yang, kamu merasa nyaman. Berdakwalah meneruskan risalah, Rasulullah SAW. Jangan masuk pada jamaah yang menganggap jamaah mereka adalah lebih baik. Yang suka mengklaim, saudaranya melakukan bid’ah,” ujar Asia dengan memegang tanganku erat-erat.

Pada Desember ahad keempat (2011). Aku putuskan untuk keluar jamaah (Xx). Ratna dan Yuyun teman yang, mengajakku mengaji ketika tahu, aku sudah tidak mengaji memandang sinis seolah marah jika berjumpa, denganku. Seolah, aku dianggap, orang yang telah murtad dari jamaah, mereka. Aku tak peduli, mereka tetap kuanggap saudara.

Mengenal Dakwah Islam Ideologi

Setelah jadi Alumni, aku meneruskan belajar Bahasa Arab. Di Saad Abi Waqqash (Sumsel). Januari (2012) pada hari masuk kelas pukul 09.30 pagi. Siti (panggilannya), (24 tahun), mengajakku berbincang saat jam Istirahat di luar kelas (taman).

Menurut Siti negeri saat ini, sedang sakit. Kemiskinan dimana-mana, pengangguran bertambah, pendidikan mahal, dan lain-lain. “Mau tidak ikut berjuang mendalami Islam ideologi,” dengan penuh harap Siti mengajakku.

Spontan, walau pelan, aku menjawab, “Ma,,, uu” dengan berpikir apakah Islam yang aku jalani selama ini belum sempurna.

Ahad kedua, Januari (2012). Aku diundang untuk menghadiri pengajian umum di masjid daerah Km-5, aku hadir di pertemuan perdana.

Kerudung dan jilbab adalah bahasan pertama yang, kuterima. terkesima, kulihat penjelasannya yang begitu dalam. Selama ini, yang aku tahu jilbab adalah penutup kepala bukan baju kurung.

Pengajian umum sering, kuhadiri. Namun, belum, kuputuskan untuk bergabung berdakwah bersama Jamaah Islam ideologi. Karena, sedikit trauma seperti ada kekhawatiran takut salah pemikiran dalam memasuki jamaah seperti, kualami sebelumnya.

Sampai aku diundang untuk menghadiri forum sharing tanya jawab bersama, Ustaz Zaky di kediamannya. "Berjuang tidak berjuang kita mati" kata itu yang menguatkanku untuk memilih istiqomah dalam hijrah. 

Aku menyimpulkan, Hidup hanya sekali. Jika, umur dihabiskan untuk hal yang sia-sia tidak berjuang di jalan, Allah SWT. alangkah meruginya. Aku berharap bisa jadi, manusia luar biasa disisi, Allah SWT. seperti para, sahabat. Bukan, orang yang biasa tidak berjuang. Aku hanya ingin berusaha jadi penerus risalah, Rasulullah SAW.

Terkesan, kurasa setelah tahu, aku dikontak oleh, akhwat Islam ideologi pada Februari, Kamis, ahad kedua (2012). Ustaz Zaky yang statusnya masih, single datang menemui, kedua orang tuaku dengan tujuan khitbah di Perumahan, Talang Putri, (Sumsel). Tempat dimana kedua orang tuaku tinggal.

Jodohku datang, aku melangsungkan pernikahan pada Maret (2012). Setelah tahu suamiku aktivis dakwah, kedua orang tua, dan keluarga, melarangku untuk menjadi pendakwah Islam, aku dan suami memutuskan, untuk hijrah ke pulau Jawa.

Sesampainya di pulau Jawa pada Juli, ahad kedua (2012). barulah aku resmi jadi, pelajar untuk dibina dalam dakwah Islam ideologi. Berjuang dan berdakwah bersama meneruskan risalah Islam. InsyaAllah, Wallahualam. [] Mariyam Sundari


Kisah ini diambil dari pengalaman pribadi seorang muslimah (aktivis dakwah). Yang tercatat dalam buku harian (2007-2012).
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar