Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lawan Korupsi! Tegakkan Islam, Tegakkan Keadilan


Topswara.com -- Sedikit demi sedikit, terus terkuak kasus kemiskinan yang kian panjang nan di alami rakyat bumi cendrawasih. Siapa yang tak mengetahui kisah kemiskinan dan ketertinggalan rakyat Papua? Letak daerah nan jauh dari pusat negeri, dijadikan alasan dari keterpurukan hidup mereka. 

Layaknya pribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Nasib rakyat Papua kian hari kian memprihatinkan. Sudahlah kemiskinan akut, elit politik pun korup. Kepada siapa lagi mereka dapat mengadukan kondisi mereka, jikalau pejabat/pemimpin yang seharusnya mengurusi urusan mereka pun, tega mengambil hak-hak mereka?

Setega itu pemimpin yang mereka percayai untuk mengurus urusan mereka ternyata menghianati hati rakyatnya. Disaat rakyat Papua tertatih-tatih hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan perut, banyak pula pejabat yang tega hidup mewah di atas penderitaan mereka. 

Dilansir dari IDN Times (25/09/2022) Direktur Eksekutif Progressive Democracy Watch (Prodewa) Wilayah Papua, Leonardus O. Magai mendesak pemerintah memberantas kasus korupsi yang ada di bumi Cenderawasih.

Leonardus menyebut kasus dugaan korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe, hanya satu dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di Papua. Dia menyebut Lukas diduga memiliki rekening ‘gendut’ hingga melakukan budaya hidup mewah, seperti memakai jam tangan senilai ratusan juta rupiah.

Padahal, menurut Leonardo, rakyat Papua masih tertinggal dari daerah lainnya. Hal itu dibuktikan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua yang masih tertinggal dari daerah lain.

Pejabat korup memang merupakan sesuatu hal yang lumrah terjadi dalam sistem demokrasi. Telah diketahui bersama bahwa dalam sistem politik demokrasi manusia diberikan kedaulatan untuk membuat aturan sendiri. Saat manusia diberikan hak untuk membuat undang-undang sendiri, maka yang terjadi adalah, ia akan membuat undang-undang sesuai dengan kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri. Alhasil, terlahirlah undang-undang yang bukan untuk kemasalahatan rakyat.

Disamping itu, karena mahalnya biaya politik demokrasi, membuat individu yang haus kekuasaan dan kepentingan menghalalkan segala cara agar dapat menduduki tampuk kekuasaan. Pemilu yang memakan dana milyaran hingga triliunan membuat calon pejabat jikalau jadi pejabat kelak harus berupaya mengembalikan modal mereka kembali. Namun tak sedikit pula, calon pejabat yang jikalau kalah dalam pemilu akan menjadi gila, karena betapa banyaknya kerugian yang telah dideritanya.

Maka, untuk membiayai pemilu, banyak pejabat yang merogoh kantong sedalam-dalamnya bahkan banyak pula yang mencari pendanaan dengan bekerja sama dengan para kapitalis (pemilik modal besar). 

Tentu bukan tanpa kepentingan, hal inilah yang membuat pejabat harus memuluskan undang-undang yang sesuai dengan kepentingan kapitalis, bukan untuk kepentingan rakyat. Hal ini pulalah yang banyak membuat pejabat tidak lagi sesuai dengan keinginan rakyat melainkan sesuai dengan keinginan para kapitalis. 

Oleh karena itu, jangan heran, jikalau banyak undang-undang yang dibuat sangat menyengsarakan rakyat, namun UU tersebut di legalisasi oleh pejabat. Inikah yang katanya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat? Bukankah slogan demokrasi ini sudah dapat diganti menjadi, dari kapitalis untuk kapitalis dan oleh kapitalis?

Jikalau kepentingan rakyat saja sudah tidak lagi di dengar. Maka jangan heran pula, jikalau korupsi merupakan budaya yang tenar di kalangan pejabat. Korupsi merupakan jalan ninja untuk mengembalikan modal pemilu yang telah dirogoh dalam-dalam. Jikalau sudah seperti ini, mungkinkah sistem ini akan membumihanguskan para pejabat koruptor?

Demikianlah praktik kotor sistem politik demokrasi yang harus ditinggalkan, dan beralih kepada sistem politik Islam. Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan dalam Islam yang terbukti nyata melahirkan keadilan untuk seluruh manusia (muslim dan non muslim). 

Ini dapat dilihat dari sejarah penerapan khilafah, disaat Khalifah menjadi pemimpin negara. Misalnya Khalifah Abu bakar saat diberikan santunan dari Baitul mal. Ia menggunakan dana tersebut untuk mencukupi keluarga nya dengan sangat-sangat sederhana. 

Bahkan sebelum Abu bakar meninggal dunia beliau berpesan kepada keluarganya untuk mengembalikan uang kepada negara sebesar 6000 dirham. Semata-mata karena kehati-hatian beliau agar tidak memakan harta rakyat. Padahal itu sudah menjadi haknya dan keluarganya. 

Begitupula saat Khalifah Umar menjabat sebagai Khalifah, kekayaan Negara di Baitul mal meningkat tajam. Karena beliau telah berhasil menaklukkan Persia dan Romawi. Khalifah umar sangat berhati-hati dalam mengelola harta tersebut. Ia tidak mengambil bagian untuk sekedar balas jasa dari hasil upayanya tersebut. Masya Allah. Tidak rindukah kita dengan kepemimpinan seperti ini?

Dalam Khilafah Islam, berkaitan dengan harta calon pejabat negara, akan dihitung dan dicatat berapa jumlah harta sebelum menjabat dan setelah habis masa jabatannya. Jikalau, ada penambahan harta dari sesuatu yang tidak syar'i, maka akan diverifikasi. Jikalau telah terbukti korupsi, maka akan dilakukan penyitaan harta dan pejabat tersebut akan diberikan sanksi hukum.

Sanksi hukum dalam Islam pun, tidak sebercanda hukuman yang ditegakkan di sistem demokrasi. Yang bisa jalan-jalan padahal sedang dalam hukuman. Yang bisa tetap eksis namun masih dalam penjara. Tidak ada toleransi untuk memaksiatan. Para koruptor akan dihukum hingga membuat mereka jera dan membuat orang lain  tidak akan mau untuk melakukan korupsi. 

Dalam kasus korupsi hukuman ta'zir yang akan berlaku. Hukuman ini tergantung pada kebijakan Khalifah. Dalam kasus korupsi ta'zir dapat berupa penyitaan harta, penjara, pengasingan bahkan hukuman mati. Tergantung jumlah dana yang dikorupsi atau tergantung

Islam sangat tegas dan fokus dalam memberhangus korupsi. Dalam Islam tindakan gratifikasi dan suap menyuap diharamkan, karena pihak yang terlibat mendapatkan laknat Allah SWT. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda "Allah melaknat  penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum". 

Ketika diancam oleh laknat Allah, maka hidupnya akan jauh dari berkah dan Rahmat dari Allah. Di akhirat kelak, nasibnya pun akan merugi. Sesuai dengan sabda Nabi " yang menyuap dan yang disuap akan masuk neraka" (HR. Athabrani). 

Suap merupakan penyakit akut yang berbahaya. Karena dapat merusak akhlak individu dan sosial. Karena itu jelas tegaknya Khilafah Islam akan menghasilkan keadilan bagi peradaban serta akan menghapuskan korupsi. Wallahu A'lam Bishawab.



Oleh: Radayu Ummu Zaid
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar