Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fokus Cari Oksigen, Re Selamat dari Tragedi Kanjuruhan


Topswara.com -- Tiada seorang pun mengira Derby Arema vs Persebaya pada laga lanjutan Liga Indonesia, Sabtu (1/10/2022) malam itu berujung tragedi. Dalam waktu sekitar dua jam saja, laga seru menyisakan pilu. 

Begitu pula yang dialami Re dan teman-tamannya. Bagi Re, awalnya semua tampak normal. Sekalipun sempat terjebak macet dalam perjalanan, namun mereka bisa tiba di depan gate 12 stadion Kanjuruhan, Malang sekitar pukul 20.00 WIB. Pertandingan di kandang Arema malam itu hanya dihadiri suporter Arema.

Saat Re menuju daerah VIP untuk mendapatkan tiket, di luar stadion masih ramai dan masih banyak orang yang mencari tiket. Sementara, di dalam sudah penuh. Re dan rombongan yang berjumlah 9 orang itu masuk ke dalam stadion melalui pintu 11 karena pintu 12 sudah ditutup.

Karena penuh, mereka diarahkan ke tribun berdiri. Sembilan pemuda itu pun terpisah. Ada yang langsung naik ke tribun 10, sedangkan Re ke tribun berdiri. Seiring jalannya pertandingan, Re berhasil bergeser naik ke tribun 10. Saat itu pertandingan berjalan normal bagi partai big match derby Jatim. Re pun tak melihat ada flare yang dinyalakan Aremania dari tribun. 

Ketika pertandingan usai, Re melihat pemain Persebaya dan wasit meninggalkan lapangan, masuk ke dalam (ruang ganti). Saat itu, mulai ada beberapa Aremania turun, berlari menuju pemain dan staf yang masih berada di tengah lapangan.

"Dan saat inilah mulai ada beberapa aremania yang turun, dan AREMANIA hanya berlari ke pemain dan staff yg berada di tengah lapangan. bukan menyerang. Pemain persebaya dan wasit saya melihat sudah masuk ke dalam. Jadi di tengah murni hanya pemain arema dan official saja," tulis Re dalam akun Twitter-nya @Re_911.

Para pemain akhirnya masuk ke dalam. Sementara itu, suporter di tribun masih berada di tempatnya. Dari tribun 10 Re melihat tribun 12 dan tribun timur masih penuh.

Saat mulai banyak yang turun, aparat mulai memukul mundur Aremania. Ada yang dipukul. Aremania yang lainnya tidak terima dengan perlakuan aparat kepolisian. Mereka mencoba membantu temannya tersebut hingga semakin banyak yang turun. Adu serang antara polisi dan Aremania tak terelakkan. Sesekali Aremania memukul mundur polisi. Sesekali polisi memukul mundur Aremania. Ada polisi K-9 di bawah tribun 14 dan VIP yang cukup berhasil membubarkan Aremania. Namun, Aremania kembali menyerang. Re menyaksikan, terhitung 4 kali kedua pihak adu serang.

Akhirnya, gas air mata ditembakkan ke arah tribun 12. Semua panik. Tunggang-langgang menuju tribun 10, tempat Re berada. Tribun 10-lah wilayah yang saat itu belum terkena tembakan gas air mata. 

Suara yang diduga tembakan gas air mata terdengar kian banyak. Banyak yang berlarian dengan menangis dan merasa sesak. Ada yang digotong menuju pintu keluar. Melihat itu, teman-teman Re juga mengajaknya keluar. Re sempat menolak. "Ojok sek, sek kebek iku (Jangan dulu, masih penuh itu)," jawab Re. Tetapi, mereka sepakat memutuskan keluar.

Baru saja mencoba keluar, mereka panik. Tiba-tiba gas air mata ditembakkan tepat di depan mereka. Tribun 10 pun akhirnya tak luput dari tembakan gas air mata. Karena panik, sembilan sekawan itu pun langsung lari dan berpencar. Re berkesiap menuju tribun paling atas, tempatnya semula.

Namun, gas air mata jatuh tepat di sebelah temannya. Teman Re menendangnya. Sayang, gas air mata itu justru meledak hingga mengoyakkan sepatu dan melukai kakinya. Matanya merah. Ia tampak sulit menghirup udara, seperti orang yang terserang flu berat. 

Re menarik temannya itu. Mereka bertukar-tukar posisi. Mereka berpindah-pindah mencari tempat yang aman. Re terus berusaha mencari posisi lain agar masih bisa menghirup oksigen, bukan udara gas air mata. Re berusaha tetap melihat. Saat itu, di benaknya hanyalah berusaha menyelamatkan diri dengan tetap bertahan di dalam stadion. Ia fokus mencari oksigen sehingga tidak membantu korban lainnya.

Suasana makin karut-marut. Laki-laki, perempuan, dewasa, usia SMP, anak-anak, semua panik. Anak kecil digendong orang tuanya. Ada yang digendong. Ada yang digotong. Aremanita menangis, terisak karena sesak. Mereka berusaha menahan perih gas air mata. Re bersama empat rekannya bertahan di dalam stadion hingga kondisi membaik dan stabil. Sementara, rekannya yang lain telah berhasil keluar stadion. 

Waktu menunjukkan pukul 22.21 WIB. Polisi sudah tidak terlihat. Re mengambil gawai. Hanya sedikit video yang sanggup ia ambil tuk sebatas mengabarkan situasi terkini. Suasana di dalam stadion sangat kacau. Banyak suporter ingin keluar, namun masih terkendala karena pintu. Tak sedikit yang pingsan. Sementara polisi tidak ada. Tenaga medis tidak ada. Air minum juga tidak ada. Mereka yang berjatuhan hanya dibantu seadanya oleh sesama Aremania, tetapi tetap diusakahan untuk keluar. 

Re dan rekannya mendapat kabar ada korban meninggal dunia. Tetapi mereka tidak memastikannya. Re mencoba menenangkan diri. Mereka masih berada di dalam stadion, hingga sekitar pukul 22.44 WIB mereka beranjak untuk keluar melalui pintu 10. Ia berencana bergabung dengan teman-temannya yang telah berada di tempat parkir.

Sepanjang perjalanan ia melihat banyak korban yang mengalami sesak. Ada yang terbaring pingsan di depan toko. Re ingin bergegas ke tempat parkir. Namun, di tengah jalan ia bertemu seorang korban sesak yang meminta tolong untuk dicarikan rombongannya. Re dan temannya memutuskan menolongnya. 

Mereka kembali masuk stadion melalui ke pintu 11, berusaha mencari teman dari korban tersebut. Saat itu, di dalam stadion Re menemukan 3 orang tergeletak di depan pintu tribun 12. Re berhasil membantu satu orang keluar. Namun, ketika di luar, mata Re justru mendapati 2 orang tergeletak, tanpa rombongan. Satu terbaring di sisi kanan. Satu di sisi kiri dengan muka sudah membiru ternyata sudah tidak bernyawa. 

Namun, Re tidak mengangkatnya. Re memilih masuk kembali, membantu membuka jalan bagi orang-orang yang ingin keluar. Saat itu pembatas tangga sudah ambrol. Banyak sepatu di area tangga. Re juga melihat darah segar di sisi tangga.

Saat korban meninggal sudah dipindahkan di luar, Re mendapati 2 orang lagi yang tergelatak lemas. Mereka pucat. Re dan dua temannya mencoba memanggil polisi. Sedangkan seorang teman Re yang sebelumnya terena gas air mata tetap berada di tempat.

Sayang, berharap mendapat bantuan dengan menemui polisi, Re justru mendapati sakit hati. Memang, ia lihat polisi di daerah tribun 13 dan 14  tidak sebanding dengan Aremania yang datang. Namun, ia bermaksud meminta bantuan mengangkat korban. Re mengajak polisi untuk pergi ke pintu 12.

"Akeh seng ganok, Pak, ndek kono. Tolong a, Pak (Banyak yang tidak ada, Pak, di sana. Tolonglah, Pak)," pinta Re.
Alih-alih mendapat bantuan untuk mengangkat korban, Re justru disuruh membawanya sendiri. 

Karena tidak tega dan tidak ada respons, Re dan teman-temannya memutuskan kembali ke parkiran. Saat berjalan, Re melihat ada Aremania yang membawa seorang korban meninggal dunia ke hadapan polisi sambil berkata, "Pak, ini ganok, Pak. Iki masalah nyowo, Pak! (Pak, ini sudah tiada, Pak. Ini masalah nyawa, Pak!)"

Re melihat semua korban diangkut jadi satu di atas mobil seperti truk milik polisi. Ada juga korban meninggal yang dibawa Aremania dan dijadikan satu. Re membantu satu orang yang mengalami sesak napas. 

Re menunggu temannya bergabung. Saat itu, banyak yang ia saksikan. Ada polisi yang membantu, tetapi ada juga yang diam. Ada sekelompok orang yang bingung mencari teman dan handphonenya. Ada sekelompok lain menemani temannya yang lemas dan sesak. Ada juga yang hanya diam duduk di bawa pohon, tidak bisa berbuat banyak.

Re bersyukur masih bisa selamat. Dari tragedi ini, banyak hal yang menurut Re harus dievaluasi sebagai pembelajaran, dari SOP kepolisian, sarana prasarana stadion, tim medis, kapasitas, dan tak memungkiri darinya sendiri sebagai suporter.

Setelah Re dan temannya lengkap 4 orang, mereka menuju tempat parkir, kembali berkumpul dengan 5 lainnya, menunggu sejenak, sebelum akhirnya pulang.[] Saptaningtyas
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar