Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gangguan Ginjal Akut, Bagaimana Solusi Islam?


Topswara.com -- Ditengah hiruk pikuk negeri akan berbagai persoalan, masyarakat kembali dihebohkan dengan banyaknya kasus kematian pada anak akibat gangguan ginjal akut. 

Sejak akhir Agustus lalu (2022) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menerima laporan adanya peningkatan pesat kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal / Acute Kidney Injury (AKI) pada anak. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap sebanyak 245 kasus ditemukan di 26 provinsi dan 133 pasien meninggal (Kompas.com 25/10/2022).

Kementrian Kesehatan bersama BPOM, ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), farmakolog, dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslatfor) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tengah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor resiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut. 

Meskipun penyebab kasus gangguan ginjal akut yang meningkat tajam belum diketahui secara pasti, namun sebagaimana surat edaran peringatan dari World Health Organization (WHO), telah ditemukan adanya kemiripan kasus sebagaimana terjadi di Gambia yang mana hal tersebut disebabkan zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang digunakan sebagai bahan pelarut obat-obatan. WHO mengungkap bahwa sirup obat batuk dan pilek yang terkontaminasi menjadi penyebab cedera ginjal pada anak di Gambia (health.detik.com. 9/10/2022)

Di Indonesia sendiri, sebagaimana dilansir dari health.grid.id, ditemukan 102 obat sirup oleh Kemenkes Budi Gunadi Sadikin yang diduga mengandung kontaminan EG dan DEG berlebih yang dikonsumsi anak-anak sebelum dinyatakan mengalami gangguan ginjal akut (24/10/2022).

Sejatinya ada beberapa faktor yang juga penting untuk mendapat perhatian serius, tentang kandungan gizi dalam makanan yang tersebar apakah sudah terjamin baik dan aman? Juga tentang penjagaan kebersihan di lingkungan hidup masyarakat, apakah sudah sehat terkendali? 

Tingginya angka kematian akibat fenomena gangguan ginjal akut seharusnya menyadarkan penguasa dan masyarakat akan adanya kesalahan dalam tata kelola kesehatan negeri ini. Terlebih lagi masyarakat harus merogoh kocek dalam untuk bisa mendapatkan fasilitas kesehtan yang memadai.

Seorang pasien di Sulawesi Barat yang keluar paksa dari puskesmas karna tidak punya biaya berobat (kompas.com 4/4/2022), penderita hidrosefalus di Gunungkidul yang batal dioprasi karna tidak ada biaya (republika.co.id), dan kendala biaya yang dialami bocah 6 tahun yang mengalami luka bakar sekujur tubuh pun berujung pembatalan oprasi (kompas.com). 

Statement ‘orang miskin dilarang sakit’ pun seolah menjadi pembenar akan jauhnya layanan kesehatan bagi rakyat miskin. Ironi memang hidup di dalam tatanan kapilatisme, fasilitas kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harusnya di jamin oleh negara justru menjadi objek komersialisasi yang diperdagangkan.
 
Dalam Islam, negara wajib melayani kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan pokok komunal seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Mewujudkan kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara, oleh karnya negara wajib menetapkan berbagai langkah komperehensif baik langkah antisipatif, pencegahan dan penanganan pengobatannya. 

Negara akan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, tenaga medis yang mumpuni, industri farmasi yang kuat, dengan biaya terkangkau oleh semua kalangan masyarakat atau bahkan diberi secara gratis. Pembiayaan kesehatan diperoleh dari baitul mal dalam pos kepemilikan umum yaitu hasil pengelolaan bahan tambang, hutan, dan laut yang dilakukan secara mandiri.

Sebagaimana dulu pernah dicontohkan pada masa Khalifah al-Mansyur, di mana pada saat itu pembangunan rumah sakit di Kairo yang memiliki kapasitas 8000 tempat tidur yang melayani 4000 pasien setiap harinya. Pelayanan diberikan tanpa membedakan warna kulit, ras, ataupun agama. Selain diberi perawatan, pasien juga diberi uang saku yang cukup selama perawatan dan berlangsung selama 7 abad. Sekarang diberi nama Rumah Sakit Qalawun yang digunakan untuk Ophthalmology. MasyaAllah.

Dalam membangun sarana pelayanan kesehatan dengan regulasi terbaik dengan didukung oleh faktor ekonomi memadai dan lainnya adalah hal yang sangat niscaya jika negara menjadikan aturan Islam kaffah dalam tata cara pengurusan hidup bernegara. 

Masalah gangguan ginjal akut serta masalah sistemis lainnya akan terselesaikan dengan solutif. Terlebih hanya dengan penerapan syariat yang berlandaskan aturan Dzat Maha Pencipta Maha Segalanya, Allah SWT, maka manusia akan mendapatkan limpahan keberkahan di dunia dan di akhirat. Wallahu’alambissawab.


Oleh: Agustin Pratiwi
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar