Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pelecehan Islam Kian Merajalela di Sistem Demokrasi


Topswara.com -- Terulang kembali pelecehan terhadap agama Islam, peristiwa tersebut kini menjadi hal yang lumrah. Para pelaku akhirnya dibiarkan begitu saja tanpa adanya hukuman yang membuat jera. Terkadang penistaan terhadap agama khususnya Islam, justru mendapat dukungan dari kelompok berkepentingan.  

Teknologi bagaikan pisau bermata dua, jika digunakan untuk hal yang bermanfaat  akan menghasilkan nilai yang baik, dan jika digunakan pada sesuatu yang buruk maka hasilnya juga kurang baik. 

Perkembangan teknologi tidak membuat manusia semakin bijak dalam menggunakan teknologi tersebut, dengan adanya berbagai macam media sosial seharusnya diiringi dengan penggunaan yang bijak dan mampu memberikan dampak yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 

Seperti contohnya yang terjadi pada Eko Kuntadhi dimana dalam cuitannya pada salah satu akun sosial medianya yang melecehkan tafsir ayat Al-Qur'an yang disampaikan oleh Ning Imaz. 

Dalam konteks penodaan agama ini, MUI telah mengeluarkan fatwa soal Kriteria Penodaan Agama. Hal ini Dijelaskan dalam fatwa hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9 November 2021 di Jakarta. 

MUI menjelaskan kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Kitab Suci Al-Qur'an, ibadah mahdlah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. 

Tindakan Eko Kuntadhi terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir Al-Qur'an yang disampaikan Ning Imaz sama saja melecehkan Al-Qur'an, dan dapat dinilai memenuhi unsur pasal penodaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP. 

Pada tanggal 15 September 2022 Eko Kuntadhi mengunjungi Ponpes Lirboyo, Kediri, untuk menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada Ning Imaz, di mana Eko mengakui telah membuat kesalahan lewat cuitannya di media sosial Twitter yang mengolok-olok ceramah Ning Imaz. 

Kehadiran saya ke sini cuma satu. Saya merasa melakukan kesalahan. Saya meminta maaf. Untuk kesalahan itu tidak ada alasan, saya salah. Saya ke sini meminta maaf (republika.go.id).

Jika kita melakukan suatu kesalahan sewajarnya mengucapkan permintaan maaf, dan saling memaafkan. Namun cuitan yang sudah tertulis apakah akan merubah kejadian yang terjadi?
Jawabannya tidak, meskipun kata maaf telah terucap dan permintaan telah diterima, semua kedua belah pihak saling memafkan, kenyatannya cuitan tersebut akan menjadi bukti nyata dan sejarah bahwa telah melakukan suatu pelecahan terhadap agama khususnya Islam. 

Indonesia merupakan salah satu penduduk beragama Islam. Lalu apakah yang akan dilakukan oleh negara terhadap pelaku pelecahan agama khususnya Islam? 

Sebagai umat Islam yang paham tentang agamanya pasti tidak akan diam ketika agamanya dihina/dilecehkan. Namun hari ini, aturan yang digunakan untuk mengatur masyarakat bukanlah aturan yang berasal dari Sang Khaliq. 

Hal tersebut sebagai mana yang dijelaskan dalam UU pasal 28 ayat 3 E bahwasanya “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. 

Islam menjamin dalam kebebasan dalam masalah keimanan dan kekufuran. Islam
memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan pilihan tanpa paksaan. Seperti dalam surat Al-Kahfi ayat 29 yang artinya “Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu, barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir,sesungguhnya kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka, jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah (itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. 

Demikianlah, prinsip kebebasan dalam Islam sebenarnya menyangkut aspek kehidupan manusia, kebebasan beragama,
kebebasan berpolitik, kebebasan berfikir, dan kebebasan berserikat. 

Kebebasan dalam Islam ada batasannya. Jika melakukan kesalahan atau bertentangan dengan Islam maka harus menerima sanksi yang diberikan oleh negara dengan dasar hukumya adalah hukum Islam. Pelecahan terhadap agama Islam sudah sering terjadi, karena dianggap hal biasa dan sanksi yang diberikan ringan. 

Dalam Surat At taubah ayat 66 yang artinya “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasûl-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.

Berbeda hukum yang diterapkan maka beda pula perlakuan sanksi yang diberikan. Masyarakat akan hidup damai dengan Islam, Hanya Islam satu-satunya agama yang sumber hukumnya dari Alloh. Kemulian hidup akan didapatkan ketika Islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan manusia.
Wallahu alam



Oleh: Siti Muksodah
Sahabat Topswara 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar