Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bangkrutnya Sri Lanka, Alarm Perubahan Menuju Islam Kaffah


Topswara.com -- Sri Lanka merupakan salah satu negara yang berada di kawasan Asia Selatan tengah menghadapi krisis ekonomi selama berbulan-bulan. Krisis berkepanjangan ini mengakibatkan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sehingga terjadi tindak kriminalitas ekstrem, seperti kerusuhan, kekerasan, dan penjarahan.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar. Jumlah ini sudah 60,85 persentasi dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara mengutip Times of India, total utang Sri Lanka ke China mencapai US$ 8 miliar atau sekitar seperenam dari total utang luar negerinya. Pemerintah meminjam Beijing untuk sejumlah infrastruktur proyek sejak 2005 melalui skema Belt and Road (BRI), salah satunya pembangunan pelabuhan Hambantota (10/7/2022)

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan Sri Lanka sudah menjadi negara bangkrut dan penderitaan akut dari krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akan bertahan hingga setidaknya akhir tahun depan. Mengalami inflasi selama berbulan-bulan dan pemadaman listrik yang berkepanjangan. Sri Lanka sudah tidak bisa lagi bayar kewajiban hutangnya, sehingga minta di bailout (disuntik dana bantuan) oleh IMF (kontan.co.id, 12/7/2022)

Sri Lanka dinyatakan bangkrut karena krisis ekonomi parah dan gagal membayar utang luar negeri. Hal ini disebabkan pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang vital, membayar utang luar negeri, terjadi inflasi yang tinggi, kelangkaan bahan pokok, dan korupsi. Akibatnya, pasar saham (komponen penting ekonomi kapitalisme) mengalami kekacauan dan Sri Lanka akan kehilangan kepercayaan dari investor. 

Selain itu, lembaga keuangan mengalami kegagalan untuk melakukan antisipasi apapun terhadap kondisi default yang lebih seperti efek domino. Negara hanya mampu mengandalkan impor untuk bertahan hidup dan ekspor sementara terhenti. Bahkan, sektor pariwisata yang dijadikan tempat bertumbuh negara ini mengalami penurunan dan semakin terpukul akibat peristiwa pengeboman dan pandemi Covid-19. 

Selain itu, produksi hasil bahan pokok beras juga ikut menurun drastis dan terhenti. Situasi ini semakin memperparah keadaan dengan menyebabkan masyarakatnya mengalami kekurangan kronis makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.

Dalam hal ini, pemerintah Sri Lanka meminta bantuan keuangan darurat atau keuangan cepat dari lembaga Internasional, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF dan sumber lainnya termasuk Bank Dunia dan India untuk mencegah krisis. Kerjasama tersebut diharapkan bisa membantu menambah cadangan devisa pemerintah dan menjembatani penarikan utang untuk membayar komoditas impor yang penting.

Ketergantungan Sri Lanka terhadap bantuan dari lembaga internasional justru mengakibatkan masalah pada tingkat bunga utang yang tinggi dan bukan pada penyelesaian masalah dari utang-utang sebelumnya. Utang luar negeri hanya dijadikan senjata bagi mereka untuk memaksakan kebijakan atau menjajah negara lain. Tujuannya hanya untuk kepentingan, keuntungan, dan eksistensi mereka. 

Bangkrutnya Sri Lanka seharusnya menjadi pelajaran bagi negara lain agar tidak bernasib serupa. Hal ini menjadi sinyal buruknya sistem ekonomi kapitalisme dalam mengelola urusan dunia. 

Sudah sepantasnya negeri-negeri ini kembali pada aturan syariat Islam kaffah yang mampu menyelamatkan dan menyelesaikan persoalan dunia tanpa harus tunduk dan menyerahkan kedaulatan kepada lembaga penjajah internasional.

Islam memberikan solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang dapat mengakibatkan bangkrutnya negara tersebut. Pertama, memastikan negara tersebut tidak terlibat dengan pinjaman sistem riba. Kedua, tidak terlibat dengan pasar uang dan turunannya yang sangat rentan rusak dan memberi efek domino kerusakan pada perekonomian Internasional. 

Ketiga, memasang prinsip negara berdaulat yang mandiri dalam pengelolaan dan kepemilikan. Dengan kepemilikan yang jelas dan implementasi yang tegas. Sehingga, menutup celah ketidaksetaraan sumber pemasukan negara. Dalam hal ini, tidak menyerahkan pengelolaan sumber daya alam oleh asing sehingga hasilnya dapat menjadi milik negara.

Keempat, memastikan fungsi negara sebagai pelayan umat dan membuat pengawasan para pejabat publik untuk menghindari korupsi. Kelima, negara secara tegas berlepas dari lembaga Internasional yang membawa agenda penjajah. Keenam, memegang prinsip efisiensi anggaran dengan audit yang ketat. Menjaga kebutuhan primer dan tidak mengeluarkan anggaran untuk kebutuhan yang bersifat sekunder maupun tersier. 

Wallahu'alam 



Oleh: Novriyani, M.Pd.
Praktisi Pendidikan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar