Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pusat Krisis Dan Satgas Tak Cukup Normalisasi Harga Migor


Topswara.com -- Pasca pencabutan larangan ekspor CPO, harga tandan buah segar (TBS) sawit justru semakin jatuh. Namun, anjloknya harga sawit tidak dibarengi dengan harga migor yang murah. Minyak goreng di negeri produsen kelapa sawit masih dipatok dengan harga tinggi. Apa yang salah? Semua orang belum tentu paham dengan akar masalah minyak goreng tahun ini. Begitupun dengan Menteri Perdagangan yang sudah dipecat akibat tak dapat meyelesaikan masalah minyak goreng.

Menteri perdagangan (Mendag) terbaru Zulkifl Hasan komitmennya segera mengesekusi perintah Presiden Jokowi untuk mengendalikan harga-harga barang kebutuhan pokok, terutama Migor. Beliau mewacanakan menghapus minyak goreng curah dari pasaran diganti dengan minyak goreng kemasan. 

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto melayangkan kritik terhadap Mendag baru terkait ide penghapusan Migor curah dari pasaran dan diganti dengan kemasan. Menurut Beliau, seharusnya Mendag baru hadir dengan terobosan baru bukan malah bolak-balik pada wacana lama oleh Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan yang beresiko menimbulkan masalah baru. Mulyanto menyatakan tidak setuju dengan ide tersebut. Beliau menilai belum saatya Pemerintah mengambil langka kebijakan tersebut di tengah semrawut persoalan Migor saat ini.(fajar.co.id, 18/06/20222).

Saat migor curah lebih murah dari kemasan, kenapa begitu semangat harus dihapus? Bukankah migor curah sangat membantu kebutuhan perekonomian rakyat kecil seperti pedagang gorengan dipinggir jalan dan lain-lain.

Seharusnya pemerintah berpikir bagaimana caranya ladang sawit berjuta-juta hektar dapat memenuhi kebutuhan minyak goreng dengan harga murah tanpa mengurangi kualitas dari minyak gorengnya. 

Faktanya, jika kebijakan penghapusan minyak goreng curah dilakukan dan diganti dengan minyak goreng kemasan tentunya kebijakan ini diprediksi tetap menyulitkan masyarakat. Karena untuk pembuatan minyak goreng kemasan sederhana ada tambahan biaya.  

Menurut Mulyanto tambahan ini berkisar antara 1.500 per paket. Jika minyak kemasan ini dilepas mengikuti mekanisme pasar oligopolistic, maka harganya bisa melabung seperti minyak premium. 

Kondisi ini sedikit demi sedikit bisa menghapus minyak curah dilapangan. Inilah gambaran tatakelola pasar minyak goreng yang liberal dalam sistem kapitalisme. 

Padahal pangkal permasalahan ini adalah eksisnya para mafia atau kartel pangan. Merekalah yang memainkan stok dengan mengeksploitasi pangan, mendistribusikannya sampai menimbunnya demi mendapatkan keuntungan yang besar.

Dalam sistem Islam mekanisme dan strategis pasar khas dalam mengatur ketersediaan pangan dan mengendalikan harga pasar agar bisa dijangkau oleh masyarakat. 

Seperti kasus minyak goreng saat ini yang diduga karena adanya penimbunan. Maka negara akan menindak tegas mafia dan kartel yang bermain di dalamnya. Negara tidak boleh berpangku tangan, wajib segera menindak dan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelakunya. 

Sebab penimbunan (al-ihtikar) adalah perbuatan maksiat yang diharamkan dalam islam. Setiap perbuatan maksiat dalam sistem islam akan dikenai sanksi. 

Syaikh Taqiyuddin an Nabhani  dalam kitab An-nazham al-Iqtishadi menjelaskan bahwa penimbunan atau al-ihtikar secara mutlak adalah haram secara syar’I karena adanya larangan tegas dalam pernyataan hadis secara gamblang. 

Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari Said bin al-Musayyib darI Muammar bin Abdullah al-Adawi bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan" (HR. Muslim) 

Dalam sistem sanksi Islam, para mafia dan kartel akan dijatuhi sanksi tazir. Mereka akan dipaksa menjual barangnya kepada konsumen dengan harga pasar. Alhasil, ketersediaan stok pangan bisa kembali normal mengikuti hukum pasar tanpa ada permainan monopoli ataupun oligopoli.

Dalam Islam, harga pangan dikembalikan ke mekanisme pasar bukan dipatok oleh negara. Sebab pematokan sepintas bisa menjadi solusi, namun cara ini menyebabkan inflasi. Karena pematokan harga ini mengurangi daya beli mata uang. 

Lebih dari itu Rasulullah SAW menetapkan pematokan harga adalah Haram. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dariAbu Hurairah yang berkata: Seorang laki-laki datang dan berkata, “Ya rasulullah patoklah harga?” Beliau menjawab “Akan tetapi, saya berdoa kemudian seorang laki-laki yang lain datang berkata, “ Ya rasulullah patoklah harga? Beliau bersabda, “akan tetapi Allah lah yang menurunkan dan menaikkan harga”. (HR. Abu Dawud). 

Jakalau kenaikan harga pangan karena supply yang kurang semisal negeri tersebut sedang paceklik atau wabah. Negara bisa mecukupi wilayah tersebut dari wilayah lain. Kebijakan seperti ini ernah terjadi dilakukan oleh khalifah Umar bin Khatab, ketika wilayah Syam mengalami wabah penyakit sehingga produksinya berkurang, lalu kebutuhan barang di wilayah tersebut disuplai dari Irak. Hal tersebut juga berlaku dalam kasus miyak goreng saat ini. 

Jika kenaikan minyak goreng memang diakibatkan supply yang berkurang. Negara akan memetakan wilayah daulah lain untuk bsa menyuplai kekurangan di wilayah yang membutuhkannya. Negara akan menghitung jumlah produksi dan konsumsi kemudian mendistribusikannya.

Ini semua harus menjadi perhatian negara, praktik monopoli pasar dan penimbunan hanya subur di sistem kapitalisme. Sedangkan dalam Islam praktik ini tidak akan mungkin dibiarkan begitu saja oleh negara. Individu dalam sistem Islam sangat penuh kesadaran akan kebersamaan. Bukan di sistem kapitalisme yang mementingkan diri sendiri.


Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar