Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Problem Generasi Butuh Solusi Bukan Moderasi


Topswara.com -- Memandang potret generasi hari ini, cukup membuat kita banyak mengelus dada. Masa-masa produktif berkarya dan berdayaguna demi kemajuan bangsa pupus sudah dengan berbagai fenomena yang sangat memprihatinkan. 

Mulai dari berbagai kasus kerusakan moral, pergaulan bebas, kehidupan hedonis semakin mengikis daya intelektual dan potensi strategis generasi yang seharusnya. Harusnya mereka didamba menjadi pelanjut estafet kepempinan bangsa.

Kesalahan pemanfaatan media sosial yang semakin deras diaruskan, melengkapi bukti bahwa generasi hari ini penuh dengan problem dan tantangan. Mencari jati diri melalui tontonan tayangan-tayangan media hingga dijadikan tuntunan. Mereka tidak memiliki filter untuk menyaring mana yang benar dan mana yang tidak layak diikuti. Hidup bergengsi dengan tipuan konten yang dimiliki, menjadi trend baru sebagaimana maraknya kasus aktualisasi diri.

Perbuatan sia-sia yang tak hanya berkorban waktu dan tenaga. Namun, mereka telah terseret jauh hingga rela berkorban nyawa. Katakan kejadian nahas yang berakhir dengan menghembuskan nafas. Remaja berinisial Y (18) tewas usai melakukan aksi stop truk di Jalan Otto Iskandar Gerendeng, Karawaci, Kota Tangerang pada Jumat (3/6) pukul 11.30 WIB. Polisi menduga aksi tersebut dilakukan demi konten (news.detik.com/03-06-2022). 

Kejadian serupa kerap terjadi di wilayah hukum Polres Metro Tangerang Kota, ungkap Kepala Polisi Resor Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Nugroho.(Megapolitan.kompas.com/03-06-2022) dan banyak lagi kasus sejenis.

Berada di tengah sengkarut masalah yang terus mendera bangsa ini, telah merubah orientasi hidup generasi dan semakin mengikis idealisme serta tujuan hidup yang sesungguhnya. Gegap gempita dunia liberalisasi yang semakin hari terus menyeret generasi ke dalam kubangan kebebasan dan kesia-siaan.

Inilah problem negeri dengan potensi demografi yang akan meningkat dimasa-masa mendatang. Jika dibiarkan, akan menjadi penghalang terbesar berharap bisa maju dengan potensi yang dimiliki tersebut.

Masa depan hakiki tentu hanya akan tinggal mimpi, orientasi hidup untuk amal shaleh telah bergeser menjadi materialistik, kebebasan hingga kebablasan. 

Tampak jelas dari aksi remaja membuat video konten kejadian spektakuler yang bisa menarik perhatian para penikmat di berbagai cannel media sosial agar menjadi sebuah berita viral yang pada akhirnya mereka mendapat bayaran. Aksi gegabah ini alih-alih mendapatkan keuntungan namun sejatinya mereka yang harus membayar  dengan nyawa, merugi dunia dan akhirat.

Disorientasi inilah yang terjadi, ketika akal dan pikiran para remaja tidak diisi dengan konsep-konsep berpikir yang benar. Tujuan hidup dan konsep amal yang diridhai oleh Allah SWT. Untung rugi tidak dikaitkan dengan standar yang benar. 

Secara logika, kita berpikir buat apa mereka rela melakukan itu?, tidakkah mempertimbangkan resiko yang akan terjadi. Ternyata demi materi dan eksistensi semua pandangan itu tidak terbenakkan oleh mereka. 

Inilah salah satu akibat apabila cara berpikir kapitalis telah menguasai benak para remaja, mereka hanya mengejar manfaat yang semu. Sekalipun berakibat fatal hingga berkorban nyawa. Dan segudang masalah generasi hingga hari ini yang butuh solusi.

Akar masalah dan Solusi

Tampak jelas, penyebab utama dari berbagai problem kehidupan saat ini termasuk masalah generasi adalah karena sistem kehidupan sekuler kapitalis yang masih dipertahankan. Menjauhkan aturan dan hukum syariat dari kehidupan telah membuat generasi penerus bangsa kehilangan arah hidup. 

Solusi sistem kapitalis alih-alih menjadi solusi, sejatinya akan menambah deretan problem yang semakin menyulitkan. Katakan solusi moderasi, ide moderasi beragama masih menjadi proyek khusus disasar untuk kalangan generasi hari ini. Baik dalam lembaga formal pendidikan ataupun dalam tatanan kehidupan sosial. 

Melalui layanan pendidikan berbagai kurikulum mengarah kepada nilai-nilai moderat, liberal dan agama hanya sebatas keilmuan saja. Halnya toleransi, menguatkan nilai-nilai kebangsaan akan menyibukkan generasi dengan konsep-konsep barat yang bebas dari nilai agama (baca:Islam). 

Konsep moderasi beragamapun memberi ruang kepada generasi semakin berpikir sekuler. Menjauhkan peran agama dalam aspek kehidupan. Tentu konsep ini akan menjadi bahaya terselubung jika terus diberi ruang menata kehidupan generasi yang sudah sarat banyak masalah.

Untuk itu, sudah saatnya meninggalkan sistem yang rusak ini kembali kepada sistem yang diridhai Allah SWT. Sekalipun butuh upaya yang kuat dari segenap elemen. Dibutuhkan kesungguhan agar tidak bertambah lagi korban-korban berikutnya, dan semakin banyak terjadi loss generation. 

Masa depan umat akan banyak kehilangan sosok generasi tangguh seperti dimasa lalu. Selevel Muhammad al Fatih diusia yang relatif sangat muda sudah memiliki kemampuan memimpin pasukan dan negara, Shalahuddin al Ayyubi sang penakluk Yerussalem, Khalid bin Walid sang kesatria di medan jihad, Mus'ab bin Umair sang duta pertama Nabi menyebarkan dakwah dan risalah, serta banyak lagi sosok generasi unggul di era kegemilangan Islam.

Maka, solusi yang dibutuhkan adalah yang bisa menyelesaikan problem generasi hari ini yaitu solusi hakiki bukan konsep moderasi. Islam saja yang mampu menyelesaikan berbagai masalah, termasuk masalah generasi yaitu kembali menerapkan Islam dalam seluruh sistem kehidupan. 

Islam memiliki konsep yang lengkap  dalam mengatur berbagai urusan umat, serta menjamin pemenuhan hak-hak rakyat dengan adil, termasuk hak remaja dan generasi bangsa dalam mendapatkan edukasi yang sesuai fitrah mereka.

Penerapan Islam kafah akan terwujud dalam bingkai kepemimpinan yang digariskan Rasulullah salallahu alaihi wassalam. Sistem kekhilafahan islamiyyah, menjadikan seorang khalifah memiliki tanggung jawab mengurusi rakyat sekaligus menjadi perisai (junnah). Memiliki tanggung jawab penuh terhadap rakyat yang dipimpinnya.

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR.Bukhari)


Oleh: Yeni Marlina, A.Ma
Pemerhati Kebijakan Publik
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar