Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Cara Khilafah Menyelenggarakan Haji


Topswara.com -- Sekitar 17.000 calon Haji Indonesia diduga bermasalah administasi dalam proses registrasi pemberangkatan ke Arab Saudi .

“Kemungkinan ada masalah registrasi itu sekitar 17.000 calon Haji. Itu yang akan kami tuntaskan“ kata Menteri koordinasi bidang pembangunan manusia dan kebudayaan Muhajir Effendi di Jakarta Kamis 19/05/2022.

Dirinya mengatakan kendala administrasi yang dimaksud salah satunya berkaitan dengan ketentuan vaksinasi Covid-19 yang saat ini disyaratkan pemerintah Arab Saudi. Kementerian kesehatan mencatat baru sekitar 76 persen calon jemaah Haji yang akan diberangkatkan tahun ini sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap. 

Menurut Muhajir vaksinasi Covid-19 dosis lengkap menjadi salah satu syarat utama untuk memberangkatkan jemaah calon Haji dari Indonesia. Sehingga calon Haji  yang belum di vaksinasi dosis lengkap terancam tidak diberangkatkan.

“Ya kalau belum vaksin batal berangkat itu ketentuan dari pemerintah Arab Saudi “katanya okezone com.

Sudah menjadi bukti bahwasanya dua tahun kebelakang, ibadah Haji dari seluruh negeri-negeri Muslim ditiadakan karena wabah pandemi Covid-19. Tetapi pada tahun 2022 Arab Saudi telah membuka kembali ibadah Umrah dan Haji dengan persyaratan yang begitu sulit administrasinya, sehingga banyak jamaah haji yang tidak bisa memenuhinya. 

Kebijakan ini diambil semata-mata untuk kepentingan kuota Haji yang diberikan kepada suatu negara. Indonesia mayoritas Muslim dengan jumlah penduduk yang banyak dengan kuota Haji yang terbatas, sehingga menyebabkan penumpukan calon jemaah Haji. 

Kebijakan tersebut merumitkan calon jemaah Haji sehingga tidak bisa berangkat karena masalah administrasi. Beginilah jika suatu negara menerapkan sistem sekulerisme kapitalisme untuk melaksakan ibadah saja dipersulit. Padahal, ibadah Haji salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT sebagai rukun Islam yang ke lima.

Allah SWT telah menetapkan Haji sebagai fardhu ain bagi kaum muslimin yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Allah SWT mengatakan dalam Al-Qur'an mengerjakan Haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.( QS:, Ali Imran[ 03] : 97 )

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.

Nabi Muhammad SAW, bersabda:” Wahai manusia Allah SWT telah wajibkan haji kepadamu kalian, maka berhajilah," (HR. Muslim dari Abu Dawud Hurairah).

Mengenai syarat wajib haji, menurut Ibnu Qudamah ada lima yakni, pertama, Islam, kedua, berakal, ketiga, baliq, keempat, merdeka (bukan budak), kelima, mampu. Mampu itu sendiri dijelaskan dalam hadis nabi meliputi dua : pertama, bekal (Az-zad), kedua, kendaraan (ar-rahilah) (HR Ad-Daruqurthni dari Jabir, Aisyah, Anas, Abdullah bin Umar).

Bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat dan berkemampuan untuk menunaikannya, maka kewajiban Haji telah jatuh kepadanya, saat itu juga dia wajib berazam untuk Haji. Dan karena sesuatu hal dia tidak bisa menunaikannya, maka dia dinyatakan tidak berdosa, karena telah berazam saat kewajiban tersebut jatuh kepadanya.

Namun, jika dia mempunyai gholabatud dzan (dugaan kuat) bahwa kemampuannya hilang, sebelum menuaikan Haji, maka tidak boleh menangguhkan hajinya. Sebaliknya, wajib menunaikan Haji saat itu juga. Jika tidak maka dia berdosa. (Syyaikh Taqiyuddin An-Nabhan, Syakhshiyyahi al Islamiyah, Juz III /41: IbnQudamah, Al Mughni, hal 660). 

Ada beberapa kebijakan yang Daulah Islam laksanakan dalam rangka melayani masyarakat yang akan melaksakan ibadah Haji yakni pertama, membentuk departemen khusus yang mengurus urusan Haji dan Umrah dari pusat hingga ke daerah yang ditangani oleh orang-orang yang profesional. 

Sehingga jemaah calon Haji akan mendapatkan pelayanan cepat dan baik. Departemen ini mengurusi urusan Haji, terkait dengan persiapan, bimbingan, pelaksanaan hingga kepulangan ke daerah asal. Departemen ini juga bisa bekerjasama dengan departemen kesehatan dalam mengurus kesehatan jemaah, kemudian bekerja sama juga dengan departemen transportasi massal. 

Kedua, jika negara harus menetapkan ONH ongkos naik haji maka besar dan kecilnya itu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayah dengan tanah haram (Mekah dan Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari tanah suci. 

Dengan paradigma negara khilafah adalah mengurus urusan jamaah Haji dan Umrah. Bukan paradigma bisnis, investas, dan sebagainya khilafah juga bisa membuka opsi rute: darat, laut dan udara, masing-masing konsekuensi biaya yang berbeda.

Pada masa kekhalifahan Sultan Abdul HamidII, khilafah saat itu membangun sarana transportasi masal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk menggangkut jemaah Haji. 

Ketiga, penghapusan visa Haji dan Umrah kebijakan ini merupakan konsekuensi dari hukum syara tentang kesatuan wilayah yang berada dalam satu negara. Jemaah Haji yang berasal dari berbagai penjuru dunia bisa bebas keluar masuk Mekah, Madinah tanpa visa.

Mereka hanya memerlukan menunjukkan kartu identitas bisa KTP atau paspor visa hanya berlaku untuk kamu Muslim yang menjadi warga negara kafir baik kafir harbi hukman maupun fi’lan.

Keempat, pengaturan kuota Haji dan Umrah. Bertugas untuk mengatur kuota dari masing-masing daerah yang akan melaksakan Haji dan Umrah

Kelima, pembangunan insfrastruktur Mekah Madinah. Pengembangan  pembangunan ini telah dilakukan terus menerus sejak masa khilafah Islamiyyah mulai dari Perluasan Mesjid Haram Mesjid Nabawi hingga pembangunan transportasi massal dan penyediaan logistik bagi jemaah Haji dan Umrah.

Khilafah juga memfasilitasi jemaan haji dan Umrah karena ini penting sekali menyangkut kaifiyyah manasik maka, negara tidak akan mengadopsi tata cara tertentu dalam melaksanakan manasik sebaiknya diserahkan kepada masing-masing individu jamaah. Namun untuk memastikan manasik ini berjalan dengan baik bimbingan dan pendampingan pendampingan bisa dilakukan. 

Demikianlah khilafah mengatur bagai mengatur urusan penyelenggaraan haji. Sehingga mengatur untuk mempermudah pelaksanaan kaum muslimin menunaikan ibadah Haji, sebagai kewajiban yang diperintahkan Allah. Sehingga memudahkan dan memberikan fasilitas yang terbaik negara sebagaimana yang dicontohkan para khalifah saat Islam diterapkan secara kaffah. 

waallahu ‘alam bi ashawab


Oleh: Kania Kurniaty
Aktivis Muslimah As-shabul Abrar Kayumanis Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar