Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BPJS: Bentuk Pemalakan (Berkedok) Jaminan Kesehatan



Topswara.com --Sungguh menyedihkan. Kesehatan memang menjadi barang mahal di negeri ini. Semua terjadi saat negara berlepas tangan memberikan jaminan kesehatan rakyatnya dan menyerahkannya pada pihak lain berkedok BPJS.

Rencana penghapusan kelas 1,2 dan 3 BPJS Kesehatan, kabarnya akan dilaksanakan mulai Juli 2022. Pejabat pengganti sementara (Pps) Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BPJS Kesehatan Arif Budiman mengatakan, bahwa akan dilakukan uji coba penerapan kelas rawat inap standar di beberapa rumah sakit milik pemerintah sejak 1 Juli 2022. Sehingga tidak akan terjadi perubahan pelayanan kesehatan secara masif bagi peserta BPJS (okezone.com, 22/6/2022).

Dilansir dari kompas.com (19/6/2022), berkaitan dengan iuran BPJS nantinya akan dihitung berdasarkan besaran pendapatan peserta. Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri, menyatakan jumlah iuran akan dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial. Sementara itu, kriteria kelas rawat inap standar belum final, menunggu revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Pemalakan Jaminan Kesehatan

Sejak awal dipromosikan, pemerintah terus menggadang-gadang bahwa BPJS menjadi solusi terbaik dalam memberikan jaminan kesehatan kepada rakyat. Pemerintah pun acap menyampaikan bahwa program ini merupakan bentuk kepedulian negara  terhadap pelayanan kebutuhan vital masyarakat tersebut. Bahkan BPJS pun ditetapkan sebagai badan hukum publik berdasarkan pasal 7 Undang-Undang No 24 tahun 2011.

Namun seiring berjalannya program ini, nyatanya bukan pelayanan kesehatan yang lebih baik yang diperoleh rakyat. Berbagai karut marut mewarnai pelaksanaan BPJS. Mulai dari kualitas pelayanannya yang kerap mengundang kritikan, pembatasan jenis penyakit terakses, antrean panjang, proses administrasi yang berbelit, hingga kasus korupsi pun tak ketinggalan mengiringi perjalanan program kesehatan tersebut.

Pada praktiknya, BPJS sebenarnya bukanlah program jaminan kesehatan untuk rakyat. Program ini adalah bentuk asuransi  kesehatan nasional yang dikelola oleh pihak swasta. Ironisnya, rakyat diwajibkan untuk membayar premi oleh swasta tersebut setiap bulannya. Dengan dalih gotong royong sebenarnya rakyat dipalak untuk menyediakan pelayanan kesehatan untuk dirinya sendiri.

Jika begitu, di mana negara berada? Bukankah penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk rakyat sejatinya merupakan tanggungjawabnya? Sungguh, hal ini membuktikan kepada masyarakat bahwa negara telah berlepas tangan untuk memberikan jaminan kesehatan yang semestinya menjadi hak bagi setiap warga negara untuk mendapatkannya. Mengapa negara justru menyerahkan kepada swata untuk mengelolanya?

Mirisnya lagi ketika program BPJS ini menemui berbagai persoalan seiring perjalanannya selama ini, rakyat justru yang sering disalahkan. Ketika tunggakan BPJS di rumah sakit membengkak, rakyat lah yang menjadi tertuduh karena terlambat membayar iuran, sehinga BPJS mengalami defisit. Aturan pun diubah dengan menaikkan premi yang harus dibayarkan setiap bulannya.

Lalu saat aturan itu pun dinilai tidak lagi menguntungkan, kini dirombak lagi dengan penghapusan kelas menjadi KRIS (Kelas Rawat Inap Standar), dengan tagihan yang disesuaikan pendapatan peserta BPJS. Padahal rakyat bahkan belum mendapat pemahaman yang jelas tentang kriteria standar yang akan dipakai seperti apa. Belum lagi hal ini otomatis akan berdampak pada perubahan  jumlah premi yang ditanggung, yang bisa jadi semakin membengkak.

Kondisi ekonomi masyarakat sendiri belum sepenuhnya pulih dari hantaman pandemi. Bahkan di mana-mana badai PHK terus terjadi. Sementara tagihan BPJS tidak bisa ditunda. Setiap bulannya harus dibayarkan sesuai tarif yang ditetapkan. Bila tidak ancaman denda sudah di depan mata, yang membuat beban pengeluaran semakin sulit dikendalikan.

Beginilah ketika paradigma kapitalisme yang digunakan negara untuk mengatur rakyat. Standar yang dipakai untuk membuat aturan adalah manfaat bukan lagi kemaslahatan rakyat. Kebijakan pun sering berpihak kepada korporat demi keuntungan materi. Maka jelaslah, sengkarut pelayanan kesehatan di negeri ini terjadi tidak akan usai karena diterapkannya sistem kapitalisme. Untuk menyelesaikannya tidak ada jalan lain kecuali membuang sistem rusak ini sejauh-jauhnya.

Islam Menjamin Kesehatan Rakyat

Sudah selayaknya umat kini berpaling kepada Islam. Sebab sistem yang bersumber dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta, sajalah yang terbukti kebenaran dan kesempurnaannya. Sistem inilah yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia sesuai dengan fitrahnya. Berkaitan dengan jaminan kesehatan rakyat, maka prinsip yang digunakan dalam sistem Islam adalah untuk menjaga jiwa. Sebab dalam Islam nyawa manusia lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

Rasulullah SAW bersabda:
Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai )

Dalam Islam penjagaan jiwa tersebut diwujudkan dengan penerapan hukum-hukum syariat oleh negara, yaitu khilafah. Salah satu hal yang dilakukan untuk itu adalah dengan penyediaan sistem kesehatan nasional yang mumpuni. Selain itu, kesehatan merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh rakyat, dimana khilafah sebagai pihak yang bertanggungjawab menjamin pemenuhannya.

Berdasarkan prinsip tersebut, maka pelayanan kesehatan oleh negara harus jauh dari komersialisasi, alias gratis. Seluruh pembiayaannya tidak dibebankan kepada rakyat, melainkan ditanggung oleh negara. Khilafah akan menanggungnya melalui alokasi pos pengeluaran di baitul maal. Pemasukan kas khilafah ini diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya dari pengelolaan harta milik umum, seperti hasil tambang, hutan dan sebagainya.

Meskipun pelayanan kesehatan dalam khilafah dapat dinikmati secara gratis, namun kualitasnya tidak abal-abal. Karena khilafah akan memastikan layanan kesehatan yang diterima oleh setiap individu adalah yang terbaik, baik dari tenaga medis, dokter, sarana prasarana, alat-alat kesehatan, maupun obat-obatannya. Semua dilakukan agar rakyat terjamin kesehatannya dari hal-hal yang dapat mengancam jiwanya.

Itulah yang pernah terjadi di masa kekhilafahan Islam masih tegak. Banyak rumah sakit didirikan di berbagai tempat bahkan bukan hanya di kota besar saja, untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh warga negara, Muslim maupun nonmuslim. Rumah sakit keliling pun disediakan untuk menjangkau wilayah terpencil. Bahkan ada pelancong asing yang berpura-pura sakit, hanya karena ingin mencicipi pelayanan mewah di rumah sakit khilafah.

Begitulah sistem Islam dalam mengatur kebutuhan rakyat akan kesehatan. Maka tidak heran dalam sistem ini, rakyat tak perlu khawatir jaminan kesehatannya tidak akan terpenuhi. Selain khilafah pun menerapkan dan menghimbau rakyatnya untuk hidup sehat, pelayanan prima dalam bidang kesehatan turut mendukung hal ini bisa terwujud. Inilah bentuk solusi hakiki yang telah disediakan Allah melalui syariat-Nya yang kaffah.

Wallahu a'lam bisshawab

Oleh: Dwi Indah Lestari, S.TP. 

(Pemerhati Persoalan Publik)



Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar