Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pro dan Kontra Proyek IKN Baru


Topswara.com -- Tidak habis pikir Pemerintah keukeh melanjutkan kebijakan pembangunan IKN baru di masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Sikap keukeh pemerintah untuk tetap menjalankan proyek ini di masa pemulihan ekonomi memang patut dipertanyakan. 

Bagaimana bisa proyek IKN tetap jalan sementara kondisi ekonomi terpuruk? Keuangan negara tidak aman dan utang ribawi negara terus membengkak.

Di lansir dari Kontan.Co., Pemerintah memastikan akan melangsungkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang diberi nama Nusantara. 

Merujuk situs ikn.go.id, pembangunan IKN membutuhkan waktu puluhan tahun yang terbentang dari 2022 sampai 2045 nanti. Secara garis besar, proses pemindahan IKN baru mencakup tiga tahapan yaitu perencanaan, pembangunan dan pemindahan. 

Presiden Jokowi menyebutkan mewujudkan cita-cita Presiden pertama RI Soekarno terkait pemindahan IKN. Rocky Gerung menilai jika pembangunan IKN baru hanyalah ambisi saja dan nggak ada nilainya. 

Disinyalir APBN akan digrogoti sebagai modal awal pembangunannya. Keputusan tersebut menuai reaksi keras dan penolakan dari berbagai pihak. Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika diundangkan pemerintah. Lembaga Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) merilis hasil survey bahwa 61 persen warga menolak IKN dipindahkan. 

UU IKN untuk siapa? 

Dalam waktu singkat dan tertutup UU IKN baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah yang menimbulkan kecurigaan dan disebut sebagai simbol kerakusan dari Istana Negara. UU IKN sudah mengabaikan suara rakyat patut dipertanyakan benarkan IKN untuk kepentingan publik? Atau untuk memuluskan kepentingan para oligarki pemilik modal di Istana dan para penjajah berkedok investasi ? 

Pengesahan RUU disepakati dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa, (18/2/2022). Setelah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN menjadi undang-undang, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pembangunan IKN tahap pertama akan dianggarkan melalui anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022. Secara spesifik, pembangunan tahap awal IKN direncankan masuk ke dalam kluster penguatan ekonomi PEN 2022.

Rencana tersebut menuai kritik dan pro-kontra dari sejumlah pihak. Salah satunya yaitu anggota Komisi XI DPR RI yang menilai proyek IKN tidak cocok untuk dimasukkan dalam program PEN.

Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan, pada rapat kerja (raker) bersama Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, dan pejabat eselon I Kemenkeu, Rabu (19/1/2022).

Marwan merujuk pada Undang-Undang (UU) No.2/2020, khususnya pasal 11 ayat 2 yang berbunyi, "Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya."

Namun kini pemerintah juga mengalokasikannya untuk pembangunan ibu kota yang tidak memiliki urgensi apapun. Sebegitu besarkah kepentingan proyek IKN dibandingkan pemulihan ekonomi rakyat?

Mega proyek IKN menjadi sorotan para investor. Dalam buku dokumen RPJMN tahun 2020 - 2024 disebutkan biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan IKN berkisar Rp466, 98 triliun. Ini jelas biaya yang sangat besar yang harus di keluarkan negara untuk kebijakan yang tidak memiliki urgensi dan tidak berdampak pada pemulihan ekonomi, yang ada justru membahayakan kedaulatan negara sebab pihak asing aseng berlomba berinvestasi dalam proyek IKN.

Rencananya, pembiayaan pembangunan IKN hingga 2045 akan bersumber dari APBN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), investasi swasta, dan BUMN. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa merilis sejumlah investor dari beberapa negara yang tertarik dengan proyek ibu kota negara (IKN) Nusantara. "Luar biasa banyak. Ada Timur Tengah, Jepang, Amerika Serikat (AS), Eropa bahkan negara tetangga kita Singapura," ujarnya saat bertandang ke kantor Transmedia, Jakarta, Kamis (27/1/2022)

Menurut Suharso ketertarikan tersebut semakin kuat seiring sudah disahkannya Undang-undang (UU) IKN beberapa waktu lalu. Kini pemerintah akan menyiapkan aturan turunan, termasuk skema pembiayaan yang diperkirakan mencapai Rp 466 triliun.

Berdasarkan fakta tampak begitu jelas, bahwa sistem kapitalisme liberal menjadikan pemerintah tidak memiliki kemandirian dan selalu bergantung pada pihak lain bahkan dalam pembiayaan IKN. 

Sangat sulit untuk dapat mewujudkan kedaulatan negara dengan mengandalkan sistem kapitalisme liberal. Jelaslah negara ini jauh terjun menuju korporatokrasi (kedaulatan di tangan pemilik modal), bukan demokrasi (kedaulatan di tangan rakyat). 

Terbayang apa jadinya bila IKN jatuh ke tangan oligarki tentu keadaan semakin buruk. Sebab setiap kebijakan dan peraturan perundangan makin di kendalikan para oligarki sehingga rakyat lagi yang di sengsarakan. 

Inilah konsekuensi hidup dalam sistem kapitalis neoliberal penguasa atau negara dalam sistem ini tidak berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat. Namun, sebagai bonekanya penjajah ini menunjukkan gagalnya sistem kapitalis dalam membangun negara yang mandiri 

Islam Solusi Negeri

Berbeda dengan Islam. Sistem ini menempatkan rakyat sebagai pemilik kekuasaan, syara sebagai pemilik kedaulatan sementara penguasa posisnya sebagai pemegang amanat umat untuk memimpin dan mengatur mereka dengan syariat. 

Apalagi dalam menetapkan kebijakan khalifah tentu memprioritaskan kemaslahatan umat. Sebab khalifah sadar betul setiap kebijakan yang dia keluarkan akan di mintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

Sikap yang seharusnya dipilih seorang  Muslim adalah mengambil Islam sebagai solusi dan menerapkannya secara Kaffah. Syariah Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Sebagai mu'alajah musykillah, solusi bagi masalah kehidupan. 

Dalam firman-Nya 
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam," (QS. al -Anbiya :107).

Solusi yang diterapkan Islam akan dirasakan oleh seluruh rakyat baik Muslim maupun nonmuslim manakala syariah diterapkan secara kaffah oleh negara. 

Dalam firman-Nya
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu" (QS al-Baqarah [2] : 208).

Islam bukan hanya sekadar agama melainkan ideologi yakni sistem kehidupan yang memiliki seperangkat aturan. Oleh karenanya jika kaum Muslim mengambil rekomendasi Islam sebagai ideologi bisa dipastikan kekuasaan kapitalisme neoliberal beserta para pemimpin boneka mereka akan berakhir. Sebab, ideologi Islam menjadikan institusi negara yang disebut khilafah sebagai pelayan dan pelindung kaum Muslim sekaligus.

Sejatinya kebijakan pemindahan Ibu kota negara bukanlah hal yang aneh dalam Islam karena hal tersebut juga pernah dilakukan. Hanya saja tujuan dan caranya tentu saja berbeda dengan yang sedang ingin dilakukan oleh pemerintah kita pada sistem demokrasi sekuler saat ini.

Pertama, pemindahan Ibukota pertama daulah Islam dari Madinah ke Damaskus yang dilakukan di era kepemimpinan Bani Umayyah. Alasan pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus untuk menghindari perseteruan antara Bani Umayyah dan pihak-pihak penentang di Madinah dan Kufah.

Namun hal itu berdampak membawa Islam pada masa keemasan, yakni banyaknya masjid, madrasah, dan pusat kesehatan publik dibangun untuk menunjukkan pencapaian peradaban Islam. Demikian pula dengan peningkatan kekuatan militer negara, dan kekuasaan Islam semakin menyebar luas hingga Benua Eropa.

Kedua, pemindahan ibu kota pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Baghdad, Irak, pada 762 M. Alasan pemindahan yang dilakukan di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Mansur ini adalah karena kedekatan lokasi Baghdad dengan Iran yang merupakan basis kekuatan Abbasiyah. Terlebih lagi, Baghdad memiliki lokasi strategis, di tepi Sungai Tigris yang subur dan terletak pada jalur perdagangan yang penting. 

Selain itu, Baghdad menjadi pusat sains, budaya, filsafat, dan penemuan, hingga periode pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah dikenal sebagai zaman keemasan Islam.

Terakhir, pemindahan Ibu Kota daulah Abbasiyah oleh al-Muktasim dari Baghdad ke Samarra pada 836 M. Dengan tujuan untuk mengkomodir orang-orang Turki yang suka bercekcok dengan masyarakat Badhdad, dan kebutuhan akan suasana baru.

Pemindahan Ibukota dari Baghdad ke Sammara ini berdampak semakin kuatnya pengaruh Turki dalam pemerintahan. Hingga Samarra diakui sebagai kota dengan seni arsitektur yang tinggi dan memiliki pengaruh yang besar dan khasanah peradaban Islam.

Alhasil dengan kembali pada syariat lah kebaikan bisa kita rasakan segera campakkan sistem kapitalisme neoliberal yang telah menjadikan Indonesia dibawa cengkraman oligarki.

Wallaahu a'lam bishawwab


Oleh: Peni Sartika
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar