Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Demokrasi Gagal Menangani Korupsi


Topswara.com -- Tingginya kasus korupsi di Indonesia menjadi perkara yang berulang. Sistem demokrasi yang dipakai tak mampu mengatasinya. Karena memang sarat dengan kepentingan. Sementara  pemerintah seolah kongkalikong dengan para koruptor. Jangankan koruptor kelas kakap, kelas teri pun mereka lindungi.

Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata bahwa kepala desa bisa mengembalikan uang yang dikorupsi kecil tanpa harus dipenjara lewat putusan pengadilan.

Menurut dia, langkah tersebut bisa dilakukan jika uang yang dikorupsi tidak bernilai besar.
Alex menilai, lebih tepat kepala desa tersebut dipecat berdasarkan musyawarah yang melibatkan masyarakat setempat (CNN Indonesia, 2/12/2021).

Jika korupsi diringankan hukumannya seperti fakta di atas maka korupsi akan bertambah subur bagai jamur di musim hujan. Bukankah kepala desa juga pemimpin yang punya tanggung jawab terhadap warga desanya, sehingga sebesar dan sekecil apa pun korupsinya sudah seharusnya tetap diproses secara hukum? Namun, dalam sistem demokrasi mustahil ini dilakukan. Korupsi sulit dibendung  bahkan semakin menjadi-jadi.

Demokrasi Gagal Tangani Korupsi

Demokrasi sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Rakyat dianggap mewakili Tuhan, sehingga mampu membuat aturan atau undang-undang untuk mengatur kehidupannya. 

Padahal sejatinya manusia itu lemah dan terbatas. Jangankan membuat aturan untuk kehidupan dunianya, untuk mengatur dirinya saja tidak mampu. Inilah bukti manusia itu lemah. Tanpa petunjuk Sang Ilahi pasti tersesat, rusak, dan merusak.

Karenanya, aturan atau undang-undang yang lahir dari produk demokrasi, itu buatan manusia pastilah cacat, jauh dari kata sempurna sejak dilahirkan. Apalagi demokrasi itu lahir dari rahim kapitalisme. Yang standar kebahagiannya materi, yakni menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Ruhnya adalah sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Akhirnya  menghasilkan tingkah laku dan undang-undang yang liberal, bebas tanpa batas.  

Kasus korupsi yang melibatkan banyaknya pejabat kelas kakap hingga kepala desa kelas teri pun tidak bisa tuntas terselesaikan sampai ke akar-akarnya. Bayangkan, hukuman koruptor yang merugikan uang negara hingga puluhan miliar hanya terkena hukuman 6-10 tahun penjara. 

Pejabat desa yang mengambil uang rakyat hanya disuruh mengembalikan hasil korupsinya tanpa ada hukuman dan proses pengadilan. Bahkan para penegak hukum yang seharusnya tegas menjatuhkan sanksi malah duduk bercengkrama dengan para koruptor. 

Ringannya hukuman bagi koruptor menyebabkan tidak adanya efek jera, rasa takut bagi mereka. Karena dengan menjalani hukuman beberapa tahun saja, para koruptor bisa memperoleh kekayaan yang begitu besar. Yang menurut mereka tidak akan pernah mampu didapatkannya, selama mereka menjabat. 

Terlebih lagi sistem demokrasi yang berbiaya mahal yang mendorong individu ketika dia menjabat itu berpikir tidak mau rugi.
Karenanya dalam masa jabatan yang terbatas, seolah wajar untuk berusaha balik modal menggunakan kedok jabatan.

Jadi memberantas korupsi di sistem demokrasi ibarat mengukir di atas air, adalah mustahil. Bahkan korupsi sudah tidak dianggap tabu lagi oleh individu. Tetapi sudah muncul juga korupsi secara berjamaah. Oleh karenanya, tinggalkan sistem demokrasi yang terbukti gagal atasi korupsi, ganti dengan sistem Islam yang terbukti mampu atasi korupsi.

Solusi Islam Atasi Korupsi

Dalam Islam, mengambil harta milik orang lain atau menyelewengkan harta milik negara atau korupsi tetap dihukumi haram. Ada hukuman yang akan ditetapkan oleh negara. Hukuman tersebut berupa sanksi yang telah di tetapkan oleh qadhi dalam sistem pemerintahannya.
Islam dengan seperangkat aturannya akan bisa memberantas tuntas segala macam bentuk korupsi, baik korupsi kelas teri maupun kelas kakap.

Dalam sistem Islam tidak akan ada politik biaya tinggi sehingga tertutup celah bagi kolusi dan upeti dalam pemilihan pejabat. Hukum yang diterapkan berasal dari Allah SWT bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, yang diistinbat syar'i sehingga sahih dan tidak bisa diutak-atik. Apalagi ditetapkan sesuka hati oleh penguasa. Perubahan undang-undang yang melemahkan lembaga pemberantasan korupsi, tidak akan terjadi. Jadi benar-benar sistem Islam adalah sistem yang antikorupsi.

Adapun secara praktis, pemberantasan korupsi dalam sistem Islam dilakukan dalam beberapa upaya yaitu.

Pertama, penanaman iman dan takwa, terutama kepada pejabat dan pegawai, karena keimanan dan ketakwaan itu akan mencegah pejabat dan pegawai melakukan korupsi.

Kedua, sistem penggajiannya layak sehingga tidak ada alasan untuk melakukan korupsi.

Ketiga, ketentuan serta batasan yang sederhana dan jelas tentang harta ghulul serta penerapan pembuktian terbalik. Rasul SAW bersabda, "Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul." (HR Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan al- Hakim).

Berdasarkan hadis ini, apa yang diperoleh aparat, pejabat, dan penguasa selain gaji yang telah ditetapkan, apa pun namanya (hadiah, fee, pungutan, suap dan sebagainya), maka merupakan harta ghulul dan hukumnya haram.

Hadis ini mengisyaratkan, pendapatan pejabat dan aparat hendaknya diungkap secara transparan sehingga mudah diawasi, harus dicatat, jangan hanya mengandalkan laporan yang bersangkutan. Harta kekayaan pejabat itu harus diaudit. Jika ada penambahan harta yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, hartanya yang tidak wajar itu disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.

Keempat, hukuman yang bisa memberikan efek jera dalam bentuk sanksi ta'zir. Hukumannya bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak korupsinya. 

Sanksi penyitaan harta ghulul juga bisa ditambah dengan denda. Gabungan keduanya ini sekarang dikenal dengan pemiskinan terhadap para koruptor. Jadi pencatatan kekayaan, pembuktian terbalik dan sanksi, termasuk pemiskinan yang memberikan efek jera dan gentar ini, sangat efektif memberantas korupsi.

Demikianlah cara Islam dalam memberantas korupsi, sangat efektif dan sempurna. sehingga jika sistem ini diterapkan korupsi akan benar-benar bisa diberantas. Sanksi hukumannya bisa menggentarkan dan memberikan efek jera. Tidak hanya kepada pelaku, tetapi yang mau dan akan melakukan korupsi juga akan berpikir seribu kali.

Tidakkah kita rindu dengan sistem ini? Karenanya, tegaknya penerapan syariat Islam secara totalitas dan menyeluruh harus segera diwujudkan.


Oleh: Faizah
(Sahabat Topswara)


Referensi: Buletin dakwah Kaffah no. 195 (23 Syawal 1442 H/4 Juni 2921 M)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar