Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bandara Dikelola Asing Siapa yang Diuntungkan?


Topswara.com -- Bandara Kualanamu di Deli Serdang Sumatera Utara, yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero) ramai diperbincangkan di media sosial. Dikabarkan bandara tersebut dijual ke investor asing asal India. Pembahasan tersebut ramai usai perseroan mengeluarkan pengumuman bahwa GMR Airports Consortium dari India memenangkan tender untuk ikut mengelola bandara tersebut selama 25 tahun.  

Melalui akun Twitternya, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengkritik kalau salah satu bandara terbesar Indonesia itu sudah dijual ke asing.  PT Angkasa Pura II selaku pemilik Bandara Kualanamu memang diketahui melepas kepemilikan sahamnya sebesar 49 persen kepada perusahaan asal India bernama GMR Airport Internasional. Pengelolaan pun nantinya akan beralih ke GMR Airports Consortium. Cuitan Said Didu di lini masa yang viral ini kemudian dibalas oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. 

Di linia masa, keduanya pun saling balas argumen. Said Didu mengaku heran, pengelolaan bandara itu memakai skema build, operate, transfer (BOT), namun kemudian ada pelepasan sahamnya ke asing.  Arya Sinulingga menyebut, skema perjanjian antara Angkasa Pura II dengan GMR Airport International memang dilakukan dengan BOT. Sehingga meskipun sahamnya beralih hampir separuhnya ke investor asing, nantinya aset akan kembali ke pemilik lama setelah 25 tahun sesuai masa perjanjian. (kompas.com, 27/11/21)

Adapun tiga keuntungan yang akan diperoleh oleh negara jika bandara dikelola oleh swasta : 
Pertama, pengelolaan bersama ini lebih efektif secara finansial serta tidak bergantung kepada negara dan BUMN.

Kedua, pengelolaan dengan kemitraan strategis ini bisa mentransfer ilmu seputar pengelolaan bandara di dunia. Indonesia bisa belajar sekaligus memodifikasi.

Ketiga, memperluas konektivitas di era 4.0 yang sangat terkait dengan kolaborasi dan koneksi.

Bandara dikelola oleh perusahaan swasta asing memang sudah menjadi wacana pemerintah sejak tahun 2017. Ada tiga bandara yang masuk dalam wacana untuk dikelola oleh swasta yaitu Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Kualanamu, dan Bandara International Sultan Hasanuddin. Adapun rencananya, tiga bandara ini menjadi kandidat aset milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang nantinya bisa dikelola swasta melalui skema Limited Concession Scheme (LCS).

Di dalam skema LCS, investor swasta bisa mengelola aset BUMN dalam jangka waktu tertentu. Nantinya, sang investor harus membayar uang muka dalam jumlah besar (upfront cash) di awal kerjasama sebagai "pendapatan diterima di muka" bagi BUMN. Dana tersebut kemudian bisa digunakan BUMN untuk mengembangkan infrastruktur lain yang masih baru (greenfield project). Di dalam skema ini, pemerintah berhak minta (asetnya) naik kelas dalam sekian tahun, dan itu akan diperhitungkan ke cost investasi dan berapa yang nantinya akan dibagi ke pemerintah. 

Pada tahun 2018 pemerintah sudah menjajakan bandara untuk dikelola oleh swasta. Sebagai tahap perdana, ada empat bandara yang akan ditawarkan kepada swasta. Pertama, Bandara International Soekarno Hatta di Tangerang, Banten Kedua, Bandara Silangit di Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Ketiga, Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keempat, Bandara HAS Hanandjoeddin di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung.

Privatisasi pengelolaan bandara ini bertujuan agar pengembangan bandara tersebut bisa lebih cepat. Pemerintah juga optimistis, swastanisasi bandara akan mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai pembangunan bandara. Dana hasil privatisasi ini akan digunakan untuk membangun bandara baru di lokasi lain. 

Pihak Asing Mengelola Bandara Komodo, Labuan Bajo

Bandar udara adalah kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Menurut Annex 14 dari (International Civil Aviation Organization). Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. 

Peran Bandara Udara 

Bandar udara memiliki peran penting pertama, sebagai simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan sesuai hierarki bandar udara 

Kedua, sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Serta keselarasan pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian.

Ketiga, sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi. Dalam bentuk interkoneksi antar moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan. Hal ini digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya.

Keempat, sebagai pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan atau pariwisata dalam menggerakan dinamika pembangunan nasional. Serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya. Digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di sekitarnya.

Kelima, pembuka isolasi daerah. Digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan atau karena sulitnya moda transportasi lain.

Keenam, pengembangan daerah perbatasan. Digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan atau di daratan.

Ketujuh, penanganan bencana digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada wilayah sekitarnya.

Pengelolaan Transportasi dalam Islam 

Islam memandang transportasi udara adalah urat nadi kehidupan. Hal ini merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karenanya, semua yang termasuk fasilitas publik dilarang untuk dikomersialkan.
 
Negara dalam sistem Islam berwenang penuh dan bertanggung jawab langsung memenuhi hajat publik. Khususnya pemenuhan hajat transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu. Serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai.
 
Aman adalah safety and secure; nyaman: bersih, tidak pengap, dan tidak berdesakan; tarif murah artinya mengedepankan aspek pelayanan daripada keuntungan; tepat waktu adalah sedikit mungkin pergantian moda angkutan; dan memiliki fasilitas penunjang yang memadai berupa toilet, air bersih, dan lain-lain.
 
Atas alasan apa pun, negara tidak dibenarkan hanya menjadi regulator. Sebagaimana sabda Rasul SAW: “Pemerintah adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR Al Bukhari)
 
Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai. Tidak boleh terjadi dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan) yang menimpa masyarakat.
 
Seperti sabda Rasul SAW:  “Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada membahayakan (baik diri sendiri maupun orang lain).” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Daraquthni). Negara wajib menyediakan moda transportasi publik beserta kelengkapannya, baik darat, laut maupun udara. Negara juga wajib membangun infrastruktur transportasi udara  berupa bandara dan kelengkapannya.
 
Penyediaan moda transportasi udara maupun infrastrukturnya tidak diserahkan kepada swasta (korporasi). Pembangunan infrastruktur transportasi mutlak mengacu pada politik dalam negera khilafah, yaitu penerapan syariat Islam secara kaffah.
 
Wewenang dan tanggung jawab itu semua sepenuhnya ada di tangan pemerintah. Apa pun alasannya, tidak dibenarkan pembangunan infrastruktur menggunakan konsep KPS (Kemitraan Pemerintah dan Swasta), demikian juga variannya termasuk konsesi.
 
Pengelolaan institusi moda transportasi publik wajib ditangani negara secara langsung dengan prinsip pelayanan (raa’in dan junnah). Apa pun alasannya, institusi moda transportasi publik apalagi bandara yang bertaraf internasional  tidak dibenarkan dikelola dengan prinsip untung rugi, yaitu berstatus BLU (Badan Layanan Umum) atau PT.
 
Negara wajib menggunakan anggaran yang bersifat mutlak (ada atau tidak kas negara yang diperuntukkan pembiayaan transportasi publik dan infrastrukturnya. Karena ketiadaannya berdampak dharar bagi masyarakat, maka wajib diadakan negara. Salah satu sumbernya adalah harta milik umum. Apa pun alasannya tidak dibenarkan menggunakan anggaran berbasis kinerja.
 
Negara juga wajib mengelola kekayaannya secara benar (sesuai syariat Islam). Sehingga memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya.
 
Kebijakan yang diambil negara harus bersifat independen. Tidak tergantung negara asing. Negara juga tidak perlu meratifikasi undang-undang Internasional.
 
Strategi pengelolaan transportasi publik Khilafah mengacu kepada tiga prinsip utama, yaitu: 
Pertama, kesederhanaan aturan; 
Kedua, kecepatan dalam pelayanan; dan 
Ketiga, individu pelaksana yang kapabel.
 
Rasul SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal…” (HR Muslim).
 
Penerapan sistem Islam ini haruslah menyeluruh dalam semua bidang. Kehidupan dalam bingkai khilafah tidak hanya transportasi udara saja. Sehingga negara akan maju dan kesejahteraan akan dicapai. Sekarang, saatnya mengganti sistem kapitalisme yang menimbulkan masalah dengan sistem sahih Islam yaitu khilafah yang terbukti menyejahterakan selama berabad-abab.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Sri Sulhah
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar