Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Andika Dwijatmiko: Branding Syariah dan Konvensional Beda pada Asas dan Ideologinya


Topswara.com -- Menanggapi pertanyaan terkait perbedaan branding syariah dengan branding konvensional, pendiri Syafaat Marcom (Marketing Communication) Andika Dwijatmiko menjelaskan, perbedaan keduanya dapat dilihat dari asas dan ideologi yang melatarbelakanginya. 

"Saya tidak ingin mendikotomikan perbedaan antara branding syariah dan branding konvensional, hanya saja kita punya permasalahan di asas. Kadang kita tidak memikirkan ideologi apa yang ada di belakangnya. Padahal, itulah titik perbedaan yang sesungguhnya," ungkapnya dalam kajian Bussines and Beyond di saluran YouTube Cinta Quran TV, Jumat (19/11/2021).

Menurutnya, branding dengan menggunakan mabda atau ideologi yang dibangun oleh komunis lebih bersifat materi, sedangkan ideologi kapitalisme cenderung berasaskan manfaat dalam brand-nya.

"Kita tau bahwa mabda atau ideologi yang dibangun oleh brand kiri cenderung ke materi dan tidak mengakui hal yang bersifat gaib. Sedangkan kapitalisme adalah ideologi yang berasaskan manfaat dan akan mengambil apa saja yang bermanfaat untuk brand-nya dan laju bisnisnya. Sehingga cenderung menghalalkan segala cara," tuturnya. 

Ia menambahkan, alasan menggunakan istilah brand syariah adalah untuk menakar halal dan haramnya. Selain itu, tujuan dari brand adalah reputasi hingga persepsi yang ada dalam diri konsumen. 

"Dalam Islam itu ada halal dan haramnya. Setiap gerak langkah yang dilakukan oleh branding syariah itu sebagaimana yang Allah mau dan Allah melarang-Nya. Tujuan dari brand itu ujung-ujungnya reputasi yang di dalamnya ada loyalty. Jadi, brand itu bukan perkara produk, tapi masalah persepsi yang ada dalam diri konsumen sehingga memiliki reputasi di mata konsumen," lanjutnya.

Ia menjelaskan, dalam branding syariah yang berstandar halal dan haram, maka harus memenuhi syarat diantaranya tanpa riba, tidak ada akad batil, halal produk dan halal dalam akad hingga membentuk reputasi di hadapan konsumen dan Allah SWT.  

"Dalam branding syariah berbeda. Karena tadi ideologinya adalah halal dan haram, maka pasti no riba, no akad batil, halal produk, halal akad. Kita mem-branding syariah maka harus membangun reputasi bukan hanya ke konsumen lagi. Reputasi yang kita jemput adalah reputasi kita di hadapan Allah SWT. Ini clue dari branding syariah," pungkasnya. [] OHF
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar