Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Impor Garam Telantarkan Rakyat


Topswara.com -- Melansir dari Referensi Pintar Atlas Geografi Indonesia & Dunia Terlengkap & terbaru karangan Tim Guru Geografi, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yaitu 54.716 km setelah Kanada dengan garis pantai terpanjang sedunia, yaitu 90.908 km. Selain itu, Indonesia merupakan negara Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan diapit dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudra Hindia.

Dirjen Dukcapil Kemendagri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh memaparkan berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) per Juni 2021, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272.229.372 jiwa. 137.521.557 jiwa adalah laki-laki dan 134.707.815 jiwa adalah perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut banyak penduduk Indonesia yang bergantung hidup pada hasil laut seperti nelayan dan petani garam.

Melihat dari fakta di atas, ternyata para petani garam malah akan kembali mengalami nasib buruk. Karena bulan ini terealisasinya keputusan pemerintah tentang impor tiga juta ton garam. Impor garam tersebut mengakibatkan harga garam lokal menjadi rendah dan itu berefek kepada upah para petani garam. Akibatnya, banyak petani garam beralih profesi menjadi pekerja serabutan atau tetap bertahan dengan upah minim. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Dewan Presidium Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI), Amin Abdullah, mengatakan pemerintah tidak pernah serius menunjukkan keberpihakan kepada petambak garam di Indonesia yang telah berjasa memproduksi garam.

Kemarahan Jokowi tentang impor garam tahun lalu dan tahun ini tidak memberikan efek yang berarti. Pasalnya impor garam terus berjalan tiap tahunnya. Jokowi di Istana Merdeka mengatakan “Selain kuantitas garam lokal, kualitas garam rakyat masih rendah sehingga tidak memenuhi standar untuk kebutuhan industri. Ini harus dicarikan jalan keluarnya. Kita tahu masalahnya tapi enggak pernah dicarikan jalan keluarnya.” 

Ketimbang marah, rakyat tentu lebih butuh adanya tindakan nyata untuk menyelamatkan para petani garam. Menyerap para petani garam baru, memanfaatkan sumber daya alam Indonesia yang melimpah agar kebutuhan garam dalam negeri terpenuhi dan SDA dan SDM terberdaya dengan baik.

Pada dasarnya, impor garam yang dijadikan solusi oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas garam yang dibutuhkan industri adalah solusi pintas yang sangat kurang tepat. Pemerintah seharusnya lebih memikirkan dan melakukan tindakan nyata dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas garam lokal. Dengan memberdayakan SDA Indonesia yang begitu berlimpah dan memberdayakan SDM Indonesia yang banyak. SDM dan SDA yang diberdayakan dengan baik akan mengurangi pengangguran. 

Namun apa daya, pemerintah tiap tahun selalu memilih solusi pintas lewat impor karena pemerintah menilainya lebih cepat dan lebih banyak keuntungan materi yang didapat oleh pemerintah, importir, ataupun pemilik modal (dalam hal ini adalah pihak industri).  Susi Pudjiastuti pernah mengungkapkan keuntungan dari impor garam bisa menyentuh angka triliunan. Akibatnya, impor garam ini sebenarnya hanya menguntungkan pejabat, importir dan pemodal. 

Inilah sistem kapitalis demokrasi yang dianut negeri kita. Lebih memikirkan cara cepat dan materi dibandingkan solusi pemberdayaan SDA dan SDM yang dinilai lebih lama, ribet dan sedikit mendapatkan keuntungan bagi pemerintah dan pemilik modal. Tentunya impor garam ini akan telantarkan rakyat, khususnya petani garam.

Hal ini akan sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam pemerintah memiliki tugas meriayah rakyat. Sehingga sangat mustahil bagi sistem Islam mengabaikan rakyat (dalam hal ini adalah petani garam) dan lebih mementingkan kepentingan individu dengan cara pintas yaitu impor. Selain itu, SDA suatu negara akan dikelola oleh negara semaksimal mungkin untuk menyejahterakan rakyat. Sehingga sangat mustahil dalam sistem Islam menelantarkan SDA yang melimpah tersebut dengan membiarkan rakyatnya kemiskinan.

Melihat kondisi yang ada apakah kita akan tetap diam dan melanjutkan sistem yang ada? Ataukah justru bergerak untuk melakukan perubahan sehingga para petani khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya bisa hidup dengan sejahtera.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Dessy Fatmawati
Ibu Rumah Tangga
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar