Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hilangnya Sense of Crisis, Mahasiswa Dicetak Menjadi Buruh?


Topswara.com -- Peran seorang pemuda sangat berarti dan dinanti kontribusinya. Sama halnya dengan seorang mahasiswa yang sewajarnya disiapkan untuk memiliki rasa krisis dalam dirinya untuk merasakan apa yang terjadi disekitranya. 

Peran mahasiswa dalam masyarakat dikenal sebagai agent of change (agen perubahan), roda penggerak perubahan ke arah yang lebih baik. Melalui bekal pengetahuan, ide dan aksi yang dimilkinya mahasiswa bisa menjadi lokomotif kemajuan bagi bangsa. 

Terbentuknya mahasiswa dengan peran sebagai agent of change juga ada faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah kurikulum pendidikan. Penerapan kurikulum menjadi titik yang penting bagi jalannya pendidikan mulai tingkat dasar hingga mahasiswa. Sosok yang diharapkan bisa membuat peradaban lebih baik dan maju. 

Kurikulum sekarang sedang disasar untuk diubah menuju kurikulum industri. Hal ini sebagaimana arahan langsung dari Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bahwa mahasiswa seharusnya lebih banyak dididik dengan kurikulum industri bukan kurikulum dosen. Alasannya agar mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari akademis. Bahkan semua kegiatan diharuskan untuk mengarah ke industri untuk berkolaborasi. (Kompas, 27/07/2021) 

Permasalahan kurikulum ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama, dari perbedaan sistem mata kuliah antara sarjana maupun diploma. Ada fakta bebricara, sarjana difokuskan untuk memahami semua teori minim dengan praktikum. Diploma difokuskan untuk praktikum tapi minim dengan teori. 

Akhirnya yang terjadi, salah peran dan sasaran bahkan tujuan serta ketimpangan. Permasalahan seperti ini sudah sangat sering terjadi, pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusan bahkan tidak mampu menghasilkan agen of change yang kritis. 

Tetapi, Bagaimana mahasiswa bisa kritis jika mayoritas suara-suara mereka dibungkam oleh birokrasi kampus? Ditambah jika kurikulum harus dirubah ke kurikulum industri, maka yang terjadi adalah mahasiswa yang kritis terhadap keadaan masyarakat akan semakin punah. 

Berbicara terkait kampus sebagai lembaga intelektual, dengan wacana diubahnya  orientasi kurikulum menjadi kampus industri akan membahayakan arah pendidikan maupun output para sarjana yang dilahirkan. Kurikulum kampus seharusnya menitik beratkan pada pembentukan calon intelektual yang mampu menjadi problem solving bagi bangsa bukan mentitiktekankan pada dunia industri.

Kurikulum Industri, Pengalihan Fokus Mahasiswa 

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Wikan Sakarinto dalam sebuah webinar series bertajuk Sinergi Ekosistem Riset Terapan sebagai Jembatan Vokasi dan Industi menyampaikan bahwa koneksi antara Pendidikan vokasi dan industry diperlukan untuk peningkatan kapasitas serta kualitas SDM yang dihasilkan. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah penguatan konsep link and match kepada pelaku industri. (Detik.com, 18/07/2021)

Konsep link and match terdiri dari delapan standar. Pertama, menitikberatkan pembentukan karakter dan soft skill daripada hard skill. Kedua, pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja (PBL). Ketiga, jumlah dan peran guru, dosen, infrastruktur dari industri dan ahli dari dunia kerja ditingkatkan minimal mencapai 50 jam per semester, per program studi. 

Keempat, optimalisasi magang atau praktik kerja di industri. Kelima, sertifikasi kompetensi yang sesuai standar dan kebutuhan dunia kerja. Tiga standar terakhir meliputi dosen/guru/infrastruktur rutin mendapatkan update teknologi, dan pelatihan dari dunia kerja, serta riset terapan mendukung teaching factory atau teaching industry.

Adanya standar konsep kurikulum industri, akan mengalihkan peran seorang.Terlihat dari konsep tersebut, hampir semua standar tujuan utamanya yakni industri. Artinya, dalam hal ini korporasi juga ikut andil dalam menentukan kurikulum yang meliputi semua aktivitas mahasiswa.

Pembentukan buruh melalui industri bukan hanya dibentuk melalui universitas melainkan sejak sekolah menengah atas. Kampus vokasi atau sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah pabrik ide atau pabrik prototype dan dilahirkan bersama dengan industri. 

Dibentuknya kurikulum industri, sejatinya adalah pengalihan agar mahasiswa dibentuk dengan pemikiran buruh. Pelaksanaan kurikulum industri semakin diperkuat dengan adanya wadah dalam bentuk negara bersistem demokrasi ini. Bidang Pendidikan, sejatinya adalah salah satu bentuk penjajahan kaum imperialis yang ingin menaklukan umat Muslim melalui pembentukan kurikulum. 

Penyusupan Barat Melalui Bidang Pendidikan, Menguatkan Pelemahan Sense of Crisis

Pemikiran hari ini juga tengah berada dalam sebuah usaha pengaburannya yaitu adanya invansi pemikiran. Invansi pemikiran merupakan usaha suatu bangsa (kaum penginvansi) untuk menguasai pemikiran bangsa lain (kaum yang diinvansi), lalu menjadikan mereka (kaum yang diinvansi) sebagai pengikut setia terhadap setiap pemikiran, idealism, way of life, metode Pendidikan, kebudayan, bahasa, etika, serta norma-norma kehidupan yang ditawarkan kaum penginvansi. 

Bidang Pendidikan menjadi salah satu fokus yang disasar oleh musuh-musuh Islam, jika pendidikan dikuasainya berarti mereka telah menguasai masa depan dan peradaban ummat islam. 

Pada salah satu Konferensi Kristenisasi tahun 1924 M, dirumuskan pesan-pesan misioner yakni mereka memfokuskan misinya terhadap anak-anak keluarga Muslim, diwajibkan untuk membina dan mengirimkan anak-anak Islam ke sekolah-sekolah misioner, sebelum sempurna perkembangan otak, pemikiran, dan moral mereka dalam norma-norma Islam. 

Jika hal tersebut dilakukan, untuk menjauhkan pemikiran Islam dalam bentuk pengkristenan berbeda halnya di masa sekarang. Dimana, para pemuda Muslim terutama difokuskan dengan materi-materi dunia hingga jauh dari permasalahan umat. Salah satu dengan menyusup melalui kurikulum Pendidikan baik sekolah maupun universitas. 

Sejalan dengan tujuan pemerintah yakni kebijakan tentang investasi SDA, yang artinya mengizinkan perusahaan baik swasta maupun asing untuk mendirikan/menanam modal di Indonesia. Dengan masuknya perusahaan swasta/asing tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga ikut dalam pembentukan kurikulum industri.

Barat telah berhasil merubah banyak hal menyangkut pendidikan Islam, bahkan berhasil menghancurkan kurikulumnya, sehingga banyak sekolah yang mengganti kurikulum pendidikannya dengan kurikulum Barat. 

Invansi pemikiran di bidang pendidikan yang paling berbahaya adalah mereka mendorong para pemuda Muslim untuk belajar di negara-negara Barat. Saat ini, universitas-universitas di Eropa dan Amerika tengah mengasuh ribuan pemuda Muslim dengan metode Brain Washing. 

Maka ketika mereka kembali ke pangkuan masyarakat Muslim, kebanyakan justru mengagung-agungkan dan memuji-muji kebudayaan Barat, sambil mencemooh kebudayan Islam sudah kuno, usang, dan tidak cocok lagi dengan zaman modern.

Kurikulum Pendidikan dalam Islam 

Islam bukan hanya memandang pendidikan sebagai perkara penting, tetapi juga telah menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat, bersama Kesehatan dan keamanan. Ilmu merupakan kunci dunia dan akhirat. Dengan ilmu, dunia dan akhirat bisa dikuasai. Generasi terbaik umat Islam ini telah menguasai dunia, sekaligus mendapatkan kebaikan akhirat, melalui penguasaan mereka akan ilmu. 

Dasar yang menjadi pondasi kurikulum pendidikan dalam Islam adalah akidah. Karena itu, seluruh kurikulum, materi pendidikan, metode dan seluruh proses belajar mengajar tidak boleh bertentangan, atau menyalahi dasar (akidah Islam ini).

Secara umum, kebijakan pendidikan dalam Islam berorientasi untuk membentuk akliyah dan nafsiyah Islam. Maka seluruh materi pendidikan yang hendak diajarkan dibangun dengan dasar ini.

Adapun tujuan pendidikannya adalah membentuk kepribadian Islam, dan membekali rakyat dengan sains dan pengetahuan yang terkait dengan kehidupan. Semua metode yang bisa mewujudkan tujuan lain, selain tujuan Islam maka harus dilarang. 

Negara yang menerapkan sistem Islam hanya menetapkan satu kurikulum pendidikan yang diterapkan di wilayahnya. Negara tidak akan menoleransi adanya kurikulum lain, selain kurikulum Islam. 

Kurikulum merupakan uslub dan khitthah, hukum asalnya memang mubah. Dalam hal ini, negara yang menerapkan sistem Islam boleh saja menetapkan satu kurikulum, yang dengannya menjadi dasar dan patokan pendidikan di seluruh negara. 

Penetapan ini merupakan kewenangan khalifah, jika dipandang kalau tidak ditetapkan satu kurikulum negara dan menyebabkan terjadinya kekacauan, dan berpotensi melemahkan kekuatan umat dan negara. 

Pada masa khalifah Utsman bin Affan, beliau menetapkan hanya boleh ada satu mushaf, selebihnya dihanguskan. Khawatir, jika tidak disatukan, akan terjadi perbedaan di tengah umat yang bisa memicu konflik horizontal. 

Ini merupakan kebijakan yang terkait dengan uslub dan khitthah, yang hukum asalnya mubah, tetapii jika tidak ditetapkan, akan menyebabkan terjadinya kekacauan, maka uslub dan khitthah ini pun diadopsi oleh negara. 

Selain itu negara juga berhak melarang adanya kurikulum lain selain kurikulum yang ditetapkan oleh negara. Karena khalifah diberi hak untuk mengambil tindakan dengan pendapat dan ijtihadnya termasuk memilih uslub dan khitthah tertentu, serta melarang yang lain. Ini merupakan bagian dari ketaatan kepada khalifah, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. 

Sudah terbukti kurikulum yang berbasis akidah Islam mampu menghasilkan generasi yang cemerlang. Cerdas dalam sains dan berkepribadian Islam, sehingga mampu membangun peradaban yang gemilang atas izin Allah.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Sonia Padilah Riski S.P
(Aktivis Muslimah Semarang, Pegiat Komunitas Alfath Line)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar